"Saya penuh kasih sayang, saya senang disayangi, dan tentunya saya menyayangi Allah tercinta. Jadi, tidak, saya tidak berniat menjadi kontroversial," kata amina.
"Namun, saya memahami bahwa aspek-aspek tertentu (seperti) kesejahteraan manusia harga diri, keadilan, rasa hormat, saling timbal balik, adalah hal-hal tanpa syarat. Jika Anda memberikan syarat pada wanita atau non-biner untuk mendapatkan keutuhan diri sebagai manusia, saya cenderung teguh pada pendirian saya sebagai oposisi akan hal itu," jelas dia.
Baca juga: Pendapat Ulama Arab Saudi tentang Boleh atau Tidak Seorang Muslim Rayakan Ulang Tahun
Meski motivasi amina di balik penulisan Quran and Woman sarat akan nilai kesetaraan gender, ia mengaku kala itu tidak memandang dirinya sebagai seorang feminis, bahkan cenderung menolak label tersebut.
Begitu pun ketika ia memimpin ibadah shalat Jumat.
"Saya merasa tidak memerlukan hal lain selain Islam dan terus berkembang, belajar, dan memeluk Islam," ungkap amina.
Ia baru menyambut istilah feminis pada 2009, dalam sebuah peluncuran pergerakan global Muslim untuk kesetaraan dan keadilan bernama Musawah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.