Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Trias Kuncahyono
Wartawan dan Penulis Buku

Trias Kuncahyono, lahir di Yogyakarta, 1958, wartawan Kompas 1988-2018, nulis sejumlah buku antara lain Jerusalem, Kesucian, Konflik, dan Pengadilan Akhir; Turki, Revolusi Tak Pernah Henti; Tahrir Square, Jantung Revolusi Mesir; Kredensial, Kearifan di Masa Pagebluk; dan Pilgrim.

Membaca Resolusi MU PBB (Bagian IV)

Kompas.com - 17/03/2022, 14:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Kedua pemimpin itu menyatakan hubungan China dan Rusia “tanpa batas” dan mengecam perluasan NATO—salah satu pembenaran yang digunakan Putin untuk mengirimkan pasukannya masuk Ukraina (CNN, 25/2, The Nation).

Mereka menyebut blok militer itu sebagai “relik Perang Dingin.” Barat melihat hal tersebut sebagai sebuah aliansi antara China dan Rusia.

Media China menggunakan frasa, “shoulder by shoulder, back against back” untuk menggambarkan dekatnya hubungan kedua pemimpin itu yang disebutnya sebagai sahabat dekat.

Maka, China tidak pernah mengecam apalagi mengutuk serangan militer Rusia ke Ukraian. China juga tidak menyebut—yang menurut istilah Putih, “Operasi Militer Khusus”—“invasi.”

China lebih memilih menyatakan pihaknya memahami “masalah keamanan sah” Moskwa. Kata Hua Chunyin, asisten menteri luar negeri China, “Rusia adalah negara besar yang independen, dan memutuskan kebijakan dan tindakannya secara independen” (The Nation, 9/3).

Pertemuan Jinping dan Putin mengingatkan pertemuan antara Mao Zedong dan Joseph Stalin pada Desember 1949.

Pada waktu itu, China baru saja selesai perang sembilan tahun dengan Jepang yang menewaskan 20 juta orang; sebelumnya terlibat dalam perang saudara yang menelan 7 juta korban jiwa.

Sementara, Rusia lepas dari PD I, muncul sebagai kekuatan besar, selain AS. Waktu itu, Rusia adalah “bos” komunis, dan Mao datang meminta bantuan ekonomi untuk membangun kembali China yang porak-poranda akibat peang dan dukungan militer untuk pembebasan pulau Taiwan (The Nation, 14 Maret 2022).

Dan, kedua negara pada Februari 1950 menandatangani Treaty of Friendship and Alliance.

Menurut China, persahabatannya dengan Rusia sebagai “indestructible friendship”, persahabatan yang tidak dapat dihancurkan.

Kini, semua seperti berulang kembali. Tetapi dengan “kondisi yang berbalik.” China telah mampu membangun angkatan lautnya bahkan terbesar di dunia, sistem satelit globalnya paling aman, memiliki rudal hipersonik mutakhir dengan kecepatan 4.000 mil per jam.

China juga merupakan kekuatan ekonomi besar—bahkan terbesar di dunia (diukur dari daya beli. Jumlah penduduk China 1,448,766,205 jiwa per 16 Maret 2022 menurut Worldometer), 10 kali lebih banyak dibanding Rusia.

Putin, sangat membutuhkan dukungan diplomatik China. China pun membutuhkan Rusia dalam menghadapi AS; juga membutuhkan minyak Rusia.

Dalam pidatonya saat bertemu Putin, Xi mengatakan, “dunia sedang mengalami perubahan penting,” menciptakan “redistribusi kekuasaan” dan “permintaan yang meningkat …untuk kepemimpinan” (yang diinginkan Beijing dan Moskwa).

Mereka mencela “upaya hegemoni” Washington. Yang menarik, keduanya sepakat “menentang… campur tangan dalam urusan internal negara-negara berdaulat dengan dalih melindungi demokrasi dan hak asasi manusia” (sementara Rusia masuk Ukraina).

Putin, saat itu, juga menjanjikan akan membangun jaringan pipa minyak dan gas ke China senilai 118 milliar dollar AS (400 ratus milliar dollar sudah diinvestasikan pada tahun 2014, ketika Rusia menghadapi sanksi Eropa setelah menganeksasi Krimea dari Ukraina).

Hasilnya: infrastruktur pipa minyak dan gas terintegrasi Sino-Rusia sedang dibangun dari Laut Utara ke Selatan Laut China.

Kini setelah Rusia menginvasi Ukraina dan dijatuhi sanksi oleh banyak negara Barat, Putin mendapatkan yang diharapkan, yakni dukungan China; Dan, China memperoleh yang diharapkan sekutu dan minyak.

Bersambung...

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com