KOMPAS.com - Penghargaan Nobel Perdamaian tahun 2021 diberikan kepada dua jurnalis yang terutama berjuang melawan propaganda politik yang dilancarkan pemerintahnya sendiri: Maria Ressa dari Filipina dan Dmitry Muratov dari Rusia.
Propaganda politik yang dilancarkan penguasa memang bukan fenomena baru. Pada era Nazi di Jerman, propaganda politik dilancarkan dengan sangat gamblang.
Bahkan berada langsung di bawah koordinasi tingkat menteri dengan dibentuknya Kementerian Bimbingan Kebangsaan dan Propaganda di bawah pimpinan Joseph Goebbels.
Baca juga: Saat Nazi Mencoba Mengubah Tradisi Natal Lewat Propaganda
Propaganda politik masa kini sering dilancarkan lebih halus dan terselubung, terutama dengan menggunakan jalur internet dan berbagai platform media sosial.
September 2021, YouTube misalnya memblokir dua saluran siaran berbahasa Jerman dari televisi pemerintah Rusia, RT (yang sebelumnya dikenal sebagai Russia Today).
Alasannya: RT menyebarkan informasi bohong tentang virus corona dan diidentifikasi sebagai media propaganda pemerintah Rusia.
Tapi apa sebenarnya yang dimaksud dengan propaganda? Dan bagaimana mengenalinya?
Baca juga: Cara Joseph Goebbels Sebarkan Propaganda Nazi
Politisi atau penguasa menggunakan propaganda untuk memanipulasi pikiran, emosi, dan tindakan pengikutnya.
Piers Robinson, ilmuwan politik dari Organisation for Propaganda Studies (OPS) yang bermarkas di Inggris mengatakan, propaganda pada prinsipnya bermaksud membujuk seseorang untuk bertindak atau berperilaku dengan cara tertentu.
Dia memberi contoh ketika pemerintah AS berusaha memenangkan simpati publik untuk melancarkan serangan ke Irak tahun 2003.
Baca juga: Korea Utara Pakai Squid Game untuk Propaganda, Singgung Moral Korea Selatan
"Dalam kasus terkenal itu, mereka melebih-lebihkan temuan intelijen tentang senjata pemusnah massal untuk membuat Irak tampak sebagai ancaman yang lebih besar daripada yang sebenarnya," katanya.
Padahal tidak ada senjata pemusnah massal yang ditemukan di Irak. Dinas rahasia AS CIA lalu menyajikan foto-foto untuk membuktikan tuduhannya, foto-foto yang dibuat untuk tujuan propaganda.
Florian Zollmann, dosen senior jurnalisme di Universitas Newcastle mengatakan, perang Irak adalah contoh jelas, bagaimana disinformasi, klaim dan berita palsu menjadi elemen propaganda politik.
Propaganda, kata Zollmann, tidak selalu buruk. Divisi Humas sebuah perusahaan juga menunjukkan ciri-ciri propaganda.
Baca juga: Taliban telah Berubah, Jadikan Media Sosial Alat Baru Propaganda Politik
Propaganda politik biasanya dirancang untuk memberikan pandangan positif kepada politisi dan pemerintah, kata Pavel Koshkin dalam wawancara dengan DW pada November 2021.
Ketika itu ia masih menjabat sebagai peneliti senior di Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia, sampai Januari 2022.
Di Rusia, kata Koshkin, propaganda yang disponsori negara digunakan untuk menciptakan citra bahwa Rusia adalah sebuah demokrasi. Selain itu, propaganda politik juga sering digunakan untuk menjelek-jelekkan negara lain, atau budaya dan nilai-nilai masyarakat lain.
Piers Robinson mengatakan, yang perlu diingat adalah bahwa propaganda politik tidak hanya disebarkan di negara-negara otoriter seperti Korea Utara, China atau Rusia, tapi ada di seluruh dunia.
Florian Zollman menegaskan, propaganda juga ada di Jerman dan AS, tapi di negara demokrasi lebih mudah mendapatkan berita-berita dari sumber yang berbeda-beda.
Baca juga: Tokyo Rose: Wanita Pengirim Propaganda di Balik Siaran Radio Jepang
Di sistem otoriter, media biasanya memang menjadi corong pemerintahan, berita, dan laporan-laporannya sebagian besar mencerminkan posisi pemerintah. Dan itu memang sengaja dilakukan dengan sadar.
Tetapi banyak juga media yang menyebarkan propaganda secara tidak sadar dan tidak sengaja. Idealnya, jurnalis dan media bisa menjadi pengawas dan pengendus propaganda politik. Tapi bagaimana mengenali dan mendeteksi propaganda politik?
Meskipun propaganda politik sering kali dilancarkan secara halus dan terselubung, ada cara untuk mengidentifikasinya. Daftar ini mungkin bisa membantu.