Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 15/11/2021, 09:30 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

Sumber Al Jazeera

MINSK, KOMPAS.com - Ketika konflik geopolitik di perbatasan Belarus-Polandia terus membara, orang-orang tak terima dijadikan sebagai "senjata" dalam perang hibrida.

Istilah-istilah seperti "perang hibrida" dan "senjata" telah digunakan untuk menggambarkan situasi yang memanas di perbatasan Belarus-Polandia dan para migran serta pengungsi yang terlantar di hutan.

Akhir pekan ini, tubuh seorang pemuda Suriah ditemukan di hutan dekat desa perbatasan Polandia Wolka Terechowska. Penyebab kematiannya tidak segera diketahui, menurut pejabat Polandia.

Melansir Al Jazeera pada Minggu (14/11/2021), di perbatasan Belarus-Polandia sekarang menjadi zona terlarang bagi wartawan dan pekerja sosial, tidak ada seorang pun diizinkan masuk kecuali penduduk setempat.

Baca juga: Putin: Negara Barat Harus Bertanggung Jawab atas Krisis Migran di Perbatasan Belarus-Polandia

Sehingga, apa yang terjadi di dalam zona terlarang tidak mungkin diverifikasi sepenuhnya karena tentara dan polisi mengusir wartawan di setiap pos pemeriksaan.

Ribuan migran dan pengungsi berkemah di perbatasan Belarus ketika Polandia, anggota Uni Eropa, telah menolak mereka masuk karena dianggap "senjata" dari pemerintah Alexander Lukashenko.

Kochar, seorang pria Irak-Kurdi berusia 26 tahun yang namanya disamarkan, adalah salah satu dari mereka yang terjebak di titik penyeberangan perbatasan Kuznica Polandia.

Ia segelintir orang yang berhasil menyusup dari Belarus ke Polandia yang dijaga ketat.

Kochar pergi dari Irak karena takut dianiaya setelah bekerja untuk sebuah partai Kurdi di Iran.

Ia membaca di media sosial bahwa dia bisa terbang ke ibu kota Belarus, Minsk, dan pergi ke Eropa dengan cara itu.

Baca juga: Krisis Migran di Perbatasan Polandia-Belarus, 4.000 Orang Akan Telantar Lebih Lama

“Anda tahu Iran dapat melakukan apa saja di Irak, mungkin suatu hari mereka akan menangkap saya,” katanya.

Ada dua pilihan sekarang dalam pikirannya, “Mati di sini atau mati di negara saya. Banyak dari kita memiliki situasi yang sama.”

Lulusan matematika dari Universitas Sulaymaniyah di Irak, Kochar berharap bahwa dia mungkin memiliki prospek yang lebih baik di Uni Eropa.

Namun, dia tahu sekarang ia telah melakukan perjalanan berbahaya di tengah konflik geopolitik, untuk menemukan kehidupan yang lebih baik.

“Kadang-kadang Anda akan melakukan apa saja untuk menghindari kematian,” katanya, bahkan ketika dia menyadari bahwa dia telah terperangkap dalam tarik-menarik geopolitik antara Uni Eropa dan Belarus.

Halaman:
Sumber Al Jazeera
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com