MINSK, KOMPAS.com - Masalah di perbatasan Belarus-Polandia semakin memanas dalam sepekan ini yang mengarah pada konflik geopolitik yang serius dan memicu kekhawatiran terhadap bencana kemanusiaan.
Melansir Al Jazeera pada Jumat (12/11/2021), sejak Senin (8/11/2021), lebih banyak migran dan pengungsi yang terjebak berkumpul di dekat perbatasan Belarus-Polandia, berharap untuk bisa menyeberang ke Uni Eropa.
Diperkirakan ribuan migran dan pengungsi kini berkumpul di dekat garis yang memisahkan kedua negara tersebut.
Mereka yang mencoba meninggalkan Belarus telah ditolak masuk ke Polandia, dengan pagar kawat berduri dan pasukan keamanan yang dikerahkan oleh Warsawa untuk menghalangi jalan masuk migran dan pengungsi.
Para migran dan pengungsi di hutan perbatasan Belarus-Polandia terjebak dalam suhu beku, tanpa akses ke persediaan vital atau perawatan medis, karena ketakutan akan keselamatan mereka meningkat.
Baca juga: 3 Migran Dipukuli dan Dirampok Rp 107 Juta di Perbatasan Polandia-Belarus
Diperkirakan 3.000 hingga 4.000 migran dan pengungsi menumpuk di perbatasan Belarus-Polandia. Mayoritas mereka adalah orang dari Timut Tengah dan Afghanistan.
Mereka berkemah di tanah tak bertuan antara Belarus dan Polandia, setelah ditolak masuk ke blok Uni Eropa.
Kelompok hak asasi manusia dan badan-badan global telah menyuarakan keprihatinan atas kesejahteraan para migran dan pengungsi.
Ada serentetan laporan kematian di kedua sisi perbatasan sebagai bukti dari kondisi berbahaya yang para migran dan pengungsi hadapi saat musim dingin tiba.
Sementara itu, pekerja bantuan, pengacara, dan jurnalis telah dicegah untuk mengakses daerah perbatasan yang kritis di kedua sisi.
Baca juga: Ukraina Kirim 8.500 Tentara Buntut Panasnya Perbatasan Polandia-Belarus
Konflik meletus awal tahun ini, ketika Presiden Belarus Alexander Lukashenko bereaksi keras terhadap sanksi Uni Eropa.
Blok Eropa tersebut telah menghukum Minsk atas pengalihan paksa pesawat penumpang pada Mei, disusul penangkapan terhadap seorang jurnalis pemberontak, Roman Protasevich, yang berada di dalamnya.
Beberapa bulan sebelumnya, Uni Eropa dan Amerika Serikat menghukum pemerintahan Lukashenko karena menindak perbedaan pendapat, setelah sengketa pemilu Agustus 2020 yang membuat pria berusia 67 tahun itu masa jabatan keenam dan memicu protes massal anti-pemerintah.
Marah dengan langkah-langkah Uni Eropa, Lukashenko membalas dengan mengumumkan Belarus akan berhenti berusaha mencegah migran dan pengungsi tidak berdokumen mencapai wilayah blok tersebut.
Ia beralasan sanksi Uni Eropa itu membuat pemerintahnya kehilangan dana yang dibutuhkan untuk menangani migran dan pengungsi.