Tuntutan mahar telah menjadi lebih mendesak dan mahal menyusul booming ekonomi India, kata Ranjana Kumari, seorang aktivis hak perempuan yang juga peneliti di Pusat Riset Sosial India.
Ia menyalahkan budaya keserakahan yang berkembang dan membanjirnya barang impor membuat generasi muda menetapkan nilai mahar yang tinggi.
“Bukan hanya mereka yang sangat kaya yang melakukannya untuk membuatnya tampak seperti simbol status, tetapi juga keluarga biasa atau orang kaya baru. Mereka melakukan ini untuk menunjukkan bahwa mereka memiliki status ekonomi tertentu. dalam masyarakat. Dampaknya sangat buruk bagi perempuan. Praktik mahar yang seharusnya dihentikan sama sekali ini terus berkembang," papar Kumari.
Jayakumari Devika, seorang cendekiawan feminis di Pusat Studi Pembangunan di ibu kota negara bagian Kerala, mengatakan, kematian-kematian perempuan ini adalah teriakan permintaan bantuan yang tidak berkesudahan.
“Ini bukan pemberian satu kali. Permintaan akan mahar itu akan terus berlanjut setelah pernikahan usai. Jika tuntutan tidak dipenuhi, perempuan itu akan menderita. Ini adalah kebiasaan sosial. Kalau sukarela itu tidak masalah, tapi ini bukan lagi sukarela," katanya.
Baca juga: Punya Kota Paling Bising di Dunia, Menteri India Ingin Semua Klakson Diganti Alat Musik
Menurut catatan pemerintah, ada lebih dari 13.000 pengaduan terdaftar di bawah undang-undang antimahar di India pada 2019. Para aktivis hak perempuan mengatakan, jumlah kasus yang sesungguhnya sebetulnya jauh lebih tinggi.
Kerala sendiri mencatat 66 kematian terkait mahar, termasuk bunuh diri, antara 2016 dan 2020 dan lebih dari 15.000 kasus kekejaman oleh suami dan kerabat selama periode yang sama.
Para pegiat hak-hak perempuan menuntut langkah-langkah tambahan seperti audit pemerintah atas pernikahan mewah dan hukuman berat bagi siapa pun yang ditemukan telah memberikan atau menerima mahar.
“Ini konyol, ini memprihatinkan. Ini sangat merendahkan. Maksud saya, bagaimana Anda meminta uang dari keluarga perempuan sementara keluarga itu telah menyerahkan anak perempuannya. Kami telah mengusulkan beberapa amendemen terhadap undang-undang yang ada untuk menutup celah dan memastikan penerapan undang-undang yang lebih efektif," kata Usha Rani P, sekretaris anggota Komisi Perempuan Kerala.
Baca juga: Perbatasan China-India Tegang Lagi, Sejumlah Besar Tentara Disiagakan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.