"Saya melihat keringat mengucur dari dahinya ketika saya mendeskripsikan adegan aksi. Ia sangat bersemangat,” tutur Wang. "Ia terus berkata, beri tahu aku apa yang kamu lihat!”
Wang menyewa sebuah kamar kecil di sebuah halaman tua Beijing dengan uang tabungannya pada tahun 2005 dan memulai klub film berbicara itu dengan sebuah televisi layar datar kecil, DVD player bekas, dan sekitar 20 kursi. Bioskop seluas 20 meter persegi miliknya itu selalu penuh.
Menjelaskan film ke penonton tunanetra tidaklah mudah, terutama jika alur ceritanya memiliki elemen sejarah atau imaginatif yang belum pernah mereka alami.
Sebelum memutar "Jurassic Park”, misalnya, Wang membiarkan penonton memegang beberapa model dinosaurus.
"Saya menonton sebuah film setidaknya enam atau tujuh kali…dan menulis naskah rinci saya sendiri,” kata pengusaha yang kini jadi aktivis disabilitas itu.
Xin Mu telah memutar hampir 1.000 film selama 15 tahun terakhir dan sekarang bekerja sama dengan bioskop lebih besar untuk pemutaran film mereka. Pandemi juga telah mendorong timnya untuk membuat jasa streaming dengan rekaman narasi audio.
Baca juga: Viral Foto Bangku Bioskop di Malaysia Berjamur karena Lockdown
China memiliki lebih dari 17 juta orang dengan gangguan penglihatan. Delapan juta di antaranya buta total, menurut Asosiasi Tunanetra China.
Dalam beberapa dekade terakhir, kota-kota di China telah membangun jalan untuk tunanetra, menambahkan huruf braille pada panel lift, dan memperbolehkan orang tunanetra mengikuti ujian untuk pekerjaan pemerintah dan perguruan tinggi.
"Tapi komunitas tunanetra tidak punya banyak kesempatan untuk berpartisipasi dalam aktivitas kultur,” kata Dawning Leung, pendiri Asosiasi Deskripsi Audio di Hong Kong. Ia juga mengatakan bahwa kaum tunanetra terkucil dari bioskop, teater atau pameran seni lantaran tak ada kesadaran tentang perlunya narasi audio.
"Bahkan deskripsi audio di museum ditulis dengan mempertimbangkan orang yang dapat melihat. Mereka memberi tahu tentang sejarah sebuah benda atau di mana (benda itu) ditemukan, tapi jarang menggambarkan seperti apa rupanya,” tutur Dawning.
Selama bertahun-tahun para aktivis telah mendorong undang-undang yang meminta deskripsi audio untuk film, program televisi atau karya seni di China daratan, seperti yang ada di Hong Kong. Namun, kemajuannya tidak banyak.
Pemutaran film gratis dari Xin Mu menawarkan kesempatan langka bagi penonton tunanetra untuk menjadi bagian dari box office terbesar di dunia.
"Film membantu memperkaya hidup saya… mereka membantu saya memahami tantangan hidup,” kata Zhang. Film favoritnya adalah blockbuster Bollywood "Dangal”, tentang seorang ayah yang tegas melatih putrinya untuk mengatasi tabu sosial dan menjadi pegulat juara.
"Kadang-kadang saya berpikir, sama halnya seperti protagonis di film, saya dapat mengubah nasib saya dengan bekerja keras,” pungkasnya.
Baca juga: Kisah Ambasciatori Bioskop Film Porno Terakhir di Roma, Hidup Segan Mati Tak Mau
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.