KABUL, KOMPAS.com - Bom bunuh diri meledak di Kabul, Afghanistan dan menewaskan sedikitnya 12 tentara AS dan 60 warga sipil.
Ledakan ganda yang terjadi pada Kamis (26/8/2021), langsung membuat Presiden AS Joe Biden bertindak.
Seperti diberitakan Kompas.com (27/8/2021) Biden bersumpah akan memburu mereka yang bertanggung jawab atas bom bunuh diri kembar di Kabul.
Baca juga: Pasca-ledakan Bom Afghanistan, Pasukan AS di Kabul Bersiap Hadapi Serangan Lanjutan
Biden juga meminta Kementerian Pertahanan AS yang berkantor di Gedung Pentagon untuk mengembangkan rencana serangan balik.
Dilansir Reuters, ISIS-K (Khorasan), afiliasi ISIS yang ada di Irak dan Suriah, mengklaim bertanggung jawab atas serangan mematikan itu.
Konfrontasi antara teroris di Afghanistan dan AS ini memang bukan yang pertama kalinya.
Dalam sejarahnya, awal mula huru-hara di Afghanistan bisa ditengok kembali pada 2001, ketika AS menanggapi tragedi 9/11, di mana hampir 3.000 orang tewas.
Para petinggi "Negeri Paman Sam" mengidentifikasi Al Qaeda dan pemimpinnya, Osama bin Laden, sebagai dalang serangan tersebut.
Bin Laden saat itu berada di Afghanistan dalam perlindungan Taliban yang berkuasa sejak 1996.
Baca juga: Fakta Serangan Bom Kabul Afghanistan: Pelaku, Lokasi, dan Jumlah Korban
Taliban pun menolak menyerahkan Bin Laden ke AS.
Tak butuh waktu lama, AS lantas menginvasi Afghanistan pada 200, dan dengan cepat menyingkirkan kelompok milisi itu.
Seperti sempat diulas Kompas.com (10/8/2021), invasi Amerika dan sekutunya pada tahun 2003 ke Afghanistan juga mengusung janji mendukung demokrasi dan menghilangkan ancaman teroris.
Akan tetapi, itu bukan kekalahan Taliban. Mereka hanya mundur perlahan untuk menyusun ulang kekuatan.
Tentara Amerika di Afghanistan dibantu NATO, dan Pemerintah Afghanistan yang baru mengambil alih kekuasaan pada 2004.
Tetapi serangan mematikan Taliban terus berlanjut.