Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Chappy Hakim
KSAU 2002-2005

Penulis buku "Tanah Air Udaraku Indonesia"

Taliban, Keamanan Nasional, dan Kebijakan Luar Negeri

Kompas.com - 24/08/2021, 16:34 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Pasca jatuhnya Afghanistan ke tangan Taliban, banyak orang bertanya tanya tentang apa sebabnya dan apa implikasinya dalam tataran hubungan internasional.

Bergantinya kekuasaan dalam sebuah negara pasti akan banyak terpaut dengan masalah masalah keamanan nasional dan kebijakan luar negeri.

Dalam kasus Taliban banyak pembahasan mendalam tentang hal ini yang sebagian besar menghubungkan dengan ditariknya seluruh pasukan militer Amerika Serikat dari Afghanistan.

Menjadi menarik kasus ini karena orang kemudian juga teringat ketika Amerika Serikat keluar dari Vietnam, mundur dari Korea dan menarik diri dari Filipina. Belum lagi tentang kehadiran militer Amerika Serikat di kawasan Timur Tengah.

Tentu saja berkuasanya Taliban di Afghanistan adalah sebuah kasus yang berbeda dari itu semua. Intinya adalah selesai Perang Dunia Ke-2, banyak sekali keterlibatan tentara Amerika Serikat di luar negeri.

Tidak mudah untuk dapat menjelaskan apa sebenarnya yang menjadi penyebab dari itu semua. Terlalu banyak faktor yang mempengaruhinya.

Untuk dapat membahas lebih lanjut tentang apa sebenarnya yang terjadi ketika Taliban mengambil alih kekuasaan di Afghanistan, mari ikuti terlebih dahulu cuplikan-cuplikan berikut ini.

Bagaimana Amerika Serikat memandang tentang perang atau dalam menghadapi konflik internasional. Setidaknya ada dua peristiwa yang sangat mempermalukan Amerika Serikat di panggung global sepanjang sejarah.

Yang pertama adalah peristiwa penyerangan Jepang ke Pearl Harbor dan yang kedua adalah tragedi 9/11. Untuk Pearl Harbor, mungkin perlu saya kutip penjelasan George Friedman dalam bukunya The Future of War. Disebut dalam buku itu bahwa Pearl Harbor adalah atau sebagai “The origin of American Military Failure”.

Pearl Harbor telah mengubah sama sekali pandangan para pemikir Amerika tentang perang. Kesimpulan akhir kemudian dikatakan bahwa ternyata perang dapat terjadi kapan saja dan dimana saja.

Berikutnya adalah tragedi 9/11 yang dapat disebut oleh CNN ketika itu sebagai US under attack. Amerika diserang bukan dari luar negerinya akan tetapi dari dalam negerinya sendiri.

Tidak itu saja, bahkan para pilot Kamikaze itu pun terbukti kemudian menempuh flying school di Amerika Serikat.

Peristiwa yang sangat tragis itu telah memaksa negara sebesar Amerika yang sudah mapan untuk membangun lagi dua institusi baru untuk menunjang kerja administrasi pemerintahannya. Dibentuklah Department of Home Land Security dan Transportation Security Administration.

Jauh sebelumnya Jenderal Henry H Arnold di tahun 1946 telah menyatakan dalam hasil kajian perang dunia bahwa “The next war, will not start with a naval action nor……by aircraft flown by human being. It might be very well start with missiles being dropped on the capital of a country, say……..Washington!”

Itulah, walau dalam bentuk yang agak berbeda peristiwa 9/11 kemudian terjadi, setelah lebih dari setengah abad berlalu. US Under Attack, dari dalam negerinya sendiri.

Tindak lanjut dari 9/11 sudah diketahui kita semua, betapa kemudian Irak dengan Saddam Huseinnya ditumbangkan. Al Qaeda dikejar-kejar dan baru sepuluh tahun setelah 9/11 Osama Bin Laden pimpinan Al Qaeda yang dianggap bertanggung jawab berhasil di bunuh di Pakistan.

Sementara itu seorang profesor di Monterey pernah mengritik Pentagon yang selama itu dinilai bertindak seperti keledai dalam strategi perang yang sangat usang, yaitu selalu menggunakan bom untuk membunuh nyamuk.

Pentagon dengan enteng menjawab bahwa sang profesor tidak pernah tahu apa itu perang, karena tugasnya hanya melakukan penelitian dari ruangan tertutup yang aman nyaman dan ber-AC.

Yang juga mengundang perhatian adalah sebuah pernyataan Jenderal William Westmoreland, Panglima Perang Amerika Serikat di Vietnam, yang berkata bahwa “The military don't start wars. Politicians start wars.”

Terakhir dalam buku yang terkenal dan menghebohkan Bob Woodward menjelaskan betapa Presiden Donald Trump berniat akan segera memutuskan perjanjian kerjasama dengan Korea Selatan.

Penyebabnya adalah karena Amerika telah mengalami trade deficit sebesar 18 miliar dollar AS setiap tahunnya dalam kerangka kerjasama Amerika dan Korea Selatan itu.

Sang Presiden tidak menyadari bahwa di balik kerja sama tersebut yang dikenal dengan nama KORUS terkandung didalamnya Top Secreet Agreement, perjanjian kerja sama yang mencakup pertukaran informasi intelijen berstatus sangat rahasia berkait penggunaan ICBM (Inter Continental Balistic Missile) yang dapat digunakan Korea Utara menyerang Amerika Serikat.

Dari cuplikan-cuplikan diatas, maka sangat jelas tercermin betapa hubungan sipil militer dalam sebuah pemerintahan memang mempunyai pengaruh besar dalam penentuan kebijakan luar negerinya.

Itu sebabnya ada beberapa tulisan mengenai hal ini, di antaranya yang ditulis oleh Samuel P Huntington. Dia menulis buku yang terkenal berjudul The Soldier and the State – The theory and Politics of Civil-Military Relations.

Hubungan sipil militer mempunyai pengaruh besar dalam penentuan kebijakan luar negeri sebuah bangsa, dalam hal ini tidak terkecuali Amerika Serikat.

Kembali ke Afghanistan, kita masih ingat cerita tentang Jenderal Stanley McChrystal, panglima perang Amerika Serikat di Afghanistan yang dicopot dari penugasannya di tengah jalan.

Penyebabnya adalah hasil wawancaranya di majalah Rolling Stone yang memuat berbagai kritikan terhadap kebijakan pemerintah Amerka Serikat.

Wawancara yang hanya dimuat di majalah Rolling Stone, bukan di media ternama seperti Washington Post atau New York Times, menandakan betapa sensitifnya persoalan Afghanistan dalam jajaran adminstrasi Gedung Putih. Salah satu saja dari dinamika hubungan antara Pentagon dengan White House.

Itulah semua sebabnya, maka analisis tentang Taliban yang sekarang mengambil alih kekuasaan di Afghanistan menjadi tidak sederhana untuk didalami terutama dalam hal hubungannya dengan Amerika Serikat.

Perlu mengoleksi banyak data dan fakta terlebih dahulu terutama dalam masalah hubungan sipil militer di Amerika Serikat, sebelum kita dapat sampai kepada sebuah kesimpulan.

Hubungan sipil militer yang besar pengaruhnya dalam penentuan kebijakan luar negeri. Beberapa hari lalu misalnya Joe Biden sendiri sudah membuat bantahan tentang Taliban ini, dengan mengingatkan bahwa hubungan AS dengan Afghanistan sangat berbeda dengan hubungan AS dengan Korea Selatan.

Tidak bisa juga dikatakan bahwa sebabnya adalah karena AS telah mengalami kerugian miliaran dollar selama ini sehingga meninggalkan Afghanistan.

Masih ada banyak teori lain yang harus dikaji dan salah satunya tergambar pada industri militer AS yang senantiasa membutuhkan medan perang sebagai laboratorium lapangannya.

Seperti diketahui, semua produk yang teknologis sifatnya termasuk atau apalagi persenjataan akan selalu membutuhkan uji lapangan.

Seluruh proses penelitian dan pengembangan atau Research and Development selalu membutuhkan biaya mahal yang diharapkan dapat ditutup dari sisi Production Line yang berdaur ulang dalam mencapai penyempurnaan.

Bagaimana bisa menghasilkan persenjataan yang berpredikat “war proven” bila tidak ada “war” nya. Dan itu semua membutuhkan biaya yang mahal sekali. Untung rugi menjadi relatif.

Kesimpulan sederhana adalah tidak mudah untuk dapat memahami tentang apa yang tengah terjadi belakangan ini dengan Taliban, terutama hubungannya dengan kekuasaan di Amerika Serikat.

Tidak mudah, karena persoalannya menyangkut hubungan masalah keamanan nasional dan format kebijakan luar negeri yang juga tergantung dari dinamika hubungan sipil militer di dalamnya.

Pada akhirnya adalah lalu bagaimana Indonesia harus bersikap untuk menentukan kebijakan luar negeriya dalam merespon tampilnya Taliban berkuasa di Afghanistan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Saat Dokter Jantung Ladeni Warganet yang Sebut Non-Perokok Sebagai Pecundang...

Saat Dokter Jantung Ladeni Warganet yang Sebut Non-Perokok Sebagai Pecundang...

Global
Agungkan Budaya Gila Kerja, Petinggi Mesin Pencari Terbesar China Malah Blunder

Agungkan Budaya Gila Kerja, Petinggi Mesin Pencari Terbesar China Malah Blunder

Global
Karyawan Ini Nekat Terbang Sebentar ke Italia Demi Makan Pizza, Padahal Besok Kerja

Karyawan Ini Nekat Terbang Sebentar ke Italia Demi Makan Pizza, Padahal Besok Kerja

Global
Warga Israel Bakar Kompleks Gedung UNRWA di Yerusalem Timur

Warga Israel Bakar Kompleks Gedung UNRWA di Yerusalem Timur

Global
100.000 Orang Terpaksa Tinggalkan Rafah Gaza di Bawah Ancaman Serangan Darat Israel

100.000 Orang Terpaksa Tinggalkan Rafah Gaza di Bawah Ancaman Serangan Darat Israel

Global
Jeda Pengiriman Senjata AS Tak Berdampak, Israel Terus Gempur Rafah

Jeda Pengiriman Senjata AS Tak Berdampak, Israel Terus Gempur Rafah

Global
Kontestan Israel Lolos ke Final Kontes Lagu Eurovision, Tuai Kecaman

Kontestan Israel Lolos ke Final Kontes Lagu Eurovision, Tuai Kecaman

Global
Selama 2024, Heatstroke di Thailand Sebabkan 61 Kematian

Selama 2024, Heatstroke di Thailand Sebabkan 61 Kematian

Global
Mesir Ungkap Kunci Hamas dan Israel jika Ingin Capai Kesepakatan Gencatan Senjata Gaza

Mesir Ungkap Kunci Hamas dan Israel jika Ingin Capai Kesepakatan Gencatan Senjata Gaza

Global
Perundingan Gencatan Senjata Gaza di Kairo Berakhir Tanpa Kesepakatan

Perundingan Gencatan Senjata Gaza di Kairo Berakhir Tanpa Kesepakatan

Global
PRT di Thailand Ini Ternyata Belum Pasti Akan Terima Warisan Rp 43,5 Miliar dari Majikan yang Bunuh Diri, Kok Bisa?

PRT di Thailand Ini Ternyata Belum Pasti Akan Terima Warisan Rp 43,5 Miliar dari Majikan yang Bunuh Diri, Kok Bisa?

Global
Rangkuman Hari Ke-806 Serangan Rusia ke Ukraina: Presiden Pecat Pengawalnya | Serangan Drone Terjauh Ukraina

Rangkuman Hari Ke-806 Serangan Rusia ke Ukraina: Presiden Pecat Pengawalnya | Serangan Drone Terjauh Ukraina

Global
Meski Diprotes di Kontes Lagu Eurovision, Kontestan Israel Maju ke Final

Meski Diprotes di Kontes Lagu Eurovision, Kontestan Israel Maju ke Final

Global
Tasbih Antikuman Diproduksi untuk Musim Haji 2024, Bagaimana Cara Kerjanya?

Tasbih Antikuman Diproduksi untuk Musim Haji 2024, Bagaimana Cara Kerjanya?

Global
Kata Netanyahu Usai Biden Ancam Setop Pasok Senjata ke Israel

Kata Netanyahu Usai Biden Ancam Setop Pasok Senjata ke Israel

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com