KABUL, KOMPAS.com - Rusia, yang saat berbentuk Soviet kalah di Perang Afghanistan akibat dipukul mundur oleh cikal-bakal Taliban, kini justru berbalik mendukung kelompok milisi tersebut.
Dukungan Rusia sudah terlihat ketika para diplomatnya tetap tinggal di Afghanistan, saat para staf kedutaan besar negara lain dievakuasi setelah Taliban memasuki Kabul.
Kremlin bahkan beberapa kali menjadi tuan rumah pembicaraan dengan Taliban di Moskwa, walau mencap kelompok itu sebagai organisasi teroris terlarang di Rusia.
Baca juga: Pesepak Bola Muda Afghanistan Ini Tewas Terjatuh dari Pesawat AS yang Meninggalkan Kabul
Perlakuan tersebut sangat kontras bila dibandingkan pada 1992, tatkala Moskwa berjibaku mengevakuasi warganya akibat invasi Soviet ke Afghanistan yang berujung kekalahan.
Lalu apa motif Rusia di balik dukungan mereka ke Taliban sekarang?
"Jika kita ingin ada perdamaian di Asia Tengah, kita perlu berbicara dengan Taliban," kata Nikolai Bordyuzha, mantan sekretaris jenderal Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif (CSTO) yang dipimpin Moskwa.
Taliban telah bergerak meyakinkan para negara tetangganya di utara bahwa tidak ada rencana untuk mereka, meski beberapa negara Asia Tengah memberi dukungan logistik untuk Amerika Serikat (AS) di Perang Afghanistan.
Duta Besar Rusia di Afghanistan, Dmitry Zhirnov, menyebut bahwa Taliban juga memberikan jaminan kepada Moskwa.
Dia mengatakan, Rusia ingin Afghanistan memiliki hubungan damai dengan semua negara di dunia, dan Taliban menjanjikan mereka hal itu.
Baca juga: Taliban Persilakan China Berkontribusi Bangun Ulang Afghanistan
Ketika Taliban kuasai Afghanistan musim panas ini, Rusia mengadakan latihan perang dengan sekutunya, Uzbekistan dan Tajikistan, di perbatasan Afghanistan.
Pakar Asia Tengah, Arkady Dubnov, berpendapat bahwa Moskwa sekarang akan berupaya memperkuat kehadiran militernya di wilayah tersebut.
"Untuk tingkat yang berbeda, negara-negara ini akan diwajibkan untuk menerima bantuan Moskwa, tetapi tidak ada yang mau menukar kedaulatan mereka dengan keamanannya," katanya.
Dia menekankan bahwa tiga negara tetangga Afghanistan di Asia Tengah yakni Uzbekistan, Tajikistan, dan Turkmenistan, memiliki pendekatan yang berbeda terhadap konflik.
Uzbekistan dan Turkmenistan mengadakan pembicaraan tingkat tinggi dengan Taliban dan kemungkinan akan mengakui kekuasaan milisi itu, sementara Tajikistan tidak berurusan dengannya.
Baca juga: 4 Kesalahan Pentagon yang Berakibat Lemahnya Militer Afghanistan
Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, pada Juli memuji kekuatan Taliban dan menyalahkan pemerintah Afghanistan karena tak kunjung menghasilkan kemajuan dalam pembicaraan damai.
"Bukan tanpa alasan kami telah menjalin kontak dengan gerakan Taliban selama tujuh tahun terakhir," ujar utusan Kremlin Afghanistan, Zamir Kabulov, kepada stasiun radio Ekho Moskvy pada Senin (16/8/2021).
Hubungan ini pun membuat banyak orang heran, mengingat Taliban berakar pada gerakan Mujahideen atau Mujahidin yang anti-Soviet dari tahun 1980-an.
Akan tetapi, Alexander Baunov dari Carnegie Moscow Center mengatakan, Rusia sekarang percaya Taliban sudah berubah sejak terakhir kali berkuasa pada 1990-an ketika memberi perlindungan kepada Al Qaeda.
"Moskow tidak melihat Mujahidin versi yang ini sebagai musuhnya," katanya kepada AFP.
Baca juga: Kekhawatiran Rusia hingga China Setelah Kembalinya Taliban di Afghanistan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.