KABUL, KOMPAS.com - Ketika Taliban semakin agresif merebut wilayah baru di Afghanistan, kekerasan meningkat, ribuan orang telantar di kamp darurat di semak belukar pinggiran kota Kabul.
Banyak warga sipil Afghanistan melarikan diri ke Kabul, dengan tidur di gudang yang ditinggalkan atau di jalanan, untuk menyelamatkan diri saat agresi milisi Taliban.
Tanpa harta benda mereka kesulitan mencari makan dan kebutuhan dasar lainnya, seperti obat-obatan dan barang sanitasi. Namun, mereka tidak punya banyak pilihan.
Baca juga: Bantu Redam Konflik Afghanistan, Erdogan Siap Bertemu Pemimpin Taliban
Sekarang, ribuan orang itu berkumpul di kamp-kamp darurat di semak belukar di pinggiran kota Kabul.
Asadullah, seorang pedagang kaki lima berusia (35 tahun) dari provinsi Kunduz, melakukan perjalanan ke ibu kota bersama istri dan dua putrinya pada awal pekan ini, setelah Taliban membakar rumahnya.
"Saya adalah seorang pekerja jalanan, saya menjual makanan dan rempah-rempah...tetapi, ketika Taliban menyerang, kami datang ke Kabul," katanya kepada BBC.
Melansir BBC pada Selasa (11/8/2021), Asadullah dan keluarganya menghabiskan malam di jalanan saat melakukan pelarian.
"Rumah dan barang-barang kami semua terbakar, jadi kami datang ke Kabul dan berdoa kepada Tuhan untuk membantu kami. Roket dan mortir mengantam rumah kami...terjadi serangan besar dalam 7 hari, kami tidak punya roti untuk dimakan, semua toko roti, pertokoan, dan pasar tutup," ungkap Asadullah.
Seorang wanita yang tidak memberikan nama mengatakan kepada BBC bahwa dia melarikan diri dari rumahnya di utara kota Pul-e-Khumri dengan suami dan anak-anaknya.
Namun, suaminya terluka dalam perang.
Baca juga: Janda Diambil dan Anak Dipenggal, Begini Kesaksian Warga Afghanistan soal Taliban
"Kami memiliki kehidupan yang baik, tetapi karena ledakan bom, kami kehilangan rumah kami dan datang ke sini," ujar wanita itu yang menjadi penguhi kamp di semak belukar pinggiran Kabul.
"Kami meninggalkan rumah dengan hanya satu pakaian, tanpa uang," ucapnya.
Organisasi kemanusiaan telah memperingatkan peningkatan pengungsi di dalam Afghanistan sejak panarikan pasukan asing yang dipimpin AS pada awal 2021, setelah 20 tahun operasi militer.
Kampanye militer di Afghanistan dimulai pada 2001, setelah serangan 9/11 di Amerika. Sejak itu, bentrokan antara Taliban dan pasukan pemerintah Afghanistan meningkat.
Sekarang, sebagian besar pasukan asing telah ditarik keluar, sehingga Taliban semakin agresif dan telah menguasai setidaknya 8 dari 34 ibu kota provinsi Afghanistan. Diperkirakan akan merebut lebih banyak lagi wilayah.
The Washington Post bahkan mengabarkan bahwa ada pejabat AS yang tidak disebutkan namanya memperkirakan ibu kota negara, Kabul, dapat jatuh juga ke tangan Taliban dalam 90 hari ke depan, berdasarkan penilaian militer AS.
Baca juga: Ketika AS Makin Menjauh dari Afghanistan di Saat Taliban Mengancam
Kerusuhan ini telah menyebabkan peningkatan orang yang meninggalkan rumah mereka untuk melarikan diri ke ibu kota negara.
Pada Juli, PBB memperingatkan bahwa sekitar 270.000 lebih banyak orang telantar di Afghanistan setelah pasukan asing mulai angkat kaki. Jumlah itu diperkirakan telah melonjak hanya dalam beberapa hari terakhir.
Di tengah semua konflik di Afghanistan, lebih dari 1.000 warga sipil telah tewas, menurut laporan PBB.
LSM mengatakan bahwa pengungsian massal dari berbagai wilayah ke Kabul ini akan sangat memukul wanita dan anak-anak.
"Kami melihat banyak peningkatan pelaporan seputar kebutuhan perlindungan kesehatan, kekerasan berbasis gender, eksploitasi seksual dan pelecehan, serta perdagangan manusia," ujar Jared Rowell, Direktur Dewan Pengungsi Denmark (DRC) di Afghanistan kepada BBC.
"Pernikahan dini juga akan menjadi masalah yang lebih besar karena anak perempuan dan wanita muda dijual untuk mendapatkan uang tunai untuk menghidupi keluarga mereka. Masalah seperti itu, yang selalu menjadi masalah, dan akan menjadi semakin parah," terang Rowell.
Baca juga: Biden Tidak Menyesal Tarik Pasukan AS dari Afghanistan meski Taliban Merajalela
Selain makanan, tempat tinggal dan barang-barang kesehatan dan sanitasi, Rowell mengatakan, para pengungsi di Kabul sangat membutuhkan uang tunai.
"Sangat penting orang memiliki akses ke uang tunai multiguna," katanya.
"Artinya lembaga seperti DRC akan memberi mereka distribusi uang tunai, yang terserah mereka untuk apa mereka membelanjakan uang itu, untuk mendukung kebutuhan mereka dengan sebaik-baiknya," ujar
"Uang tunai juga sangat penting pada saat ini, terutama ketika mereka pindah ke kota besar seperti Kabul dengan harga pangan yang tinggi dan pasar dengan harga yang berfluktuasi karena ketidakstabilan saat ini."
Bagi Asadullah, harapan utamanya sekarang adalah keluarganya suatu hari nanti dapat kembali ke kehidupan normal mereka di Kunduz.
"Kami ingin kembali dan melanjutkan hidup kami di sana," katanya.
"Kami berharap suatu hari perdamaian akan datang ke Afghanistan, dan negara kami akan bebas," harapnya.
Baca juga: Makin Berkuasa, Taliban Rebut 8 Ibu Kota Provinsi Afghanistan dalam 5 Hari
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.