SYDNEY, KOMPAS.com - Setelah melalui masa kekeringan terburuk, komunitas dan pengelola peternakan di New South Wales (NSW), Australia kembali berhadapan dengan bencana alam baru, yakni wabah jutaan tikus.
Petani hanya bisa menatap cemas hasil panen mereka tahun lalu yang dirusak oleh tikus-tikus tersebut, seperti yang dilansir dari ABC Indonesia pada Selasa (25/5/2021).
Mereka terpaksa kehilangan ratusan hingga ribuan dolar Australia karena jerami dan biji-bijian yang diserang tikus.
Baca juga: Wabah Tikus Melanda Australia, Pasien Rumah Sakit Dilaporkan Tergigit
Wabah tikus di NSW diyakini disebabkan oleh kondisi cuaca, khususnya curah hujan yang tinggi serta musim panen yang datang lebih awal.
Begitu buruknya wabah tikus ini membuat para ahli kesehatan mengkhawatirkan kesehatan mental para petani dan orang-orang yang harus hidup dengan banyaknya tikus selama beberapa waktu.
Warga di pedalaman New South Wales membutuhkan dukungan untuk menghentikan hama tikus, sementara banyak di antaranya berusaha melawan kebangkrutan.
Salah satu warga NSW yang tinggal di Coonamble, Anne Cullen, mengaku belum menyerah, walau hatinya hancur melihat jerami dan biji dari ladangnya habis diserang tikus.
Padahal, ia sudah menghabiskan biaya 40,000 dollar Australia (sekitar Rp 445 juta) untuk memasang umpan sendiri.
Benih tumbuhan lupin yang baru ditaburnya sekejap dirusak tikus saat mulai tumbuh.
"Cobaan datang terus-menerus. Tidak berhenti," katanya kepada program ABC 7.30.
Baca juga: [VIDEO] Mereka Muncul Entah dari Mana, Wabah Tikus Melanda Beberapa Bagian Australia
Bulan ini, pemerintah NSW mengumumkan akan diberikannya paket uang senilai 50 juta dollar Australia (sekitar Rp 555,7 miliar) yang berisi umpan untuk menangkal tikus bagi petani. Paket tersebut namun tidak memberikan potongan harga.
Petani telah menghabiskan ratusan hingga ribuan dollar setiap kali membeli umpan, namun jumlah tikus juga meningkat pesat dalam waktu singkat.
Anne mengatakan keuntungan dari musim panen sebelumnya telah dikerahkan untuk memberantas tikus, dan mengatakan membutuhkan dukungan lebih.
"Kami sudah berusaha mencari dukungan selama berbulan-bulan," katanya.
"Dukungan yang baru diumumkan ini sudah terlambat delapan bulan untuk kami."
Serangan tikus membuat Anne tidak dapat membeli keperluan peternakannya.
"Kami butuh kompensasi ... harga semprotan, bahan bakar, terus naik," kata Anne.
Bukan hanya menimbulkan masalah keuangan, serangan tikus juga mempengaruhi kesehatan fisik dan mental warga setempat.
"Pertama kali saya harus memungut tikus dari kolam dan membantingnya ke semen untuk membunuhnya, dalam hati berkata, 'astaga saya tidak bisa melakukan ini'," ujar Anne.
Ketika itu, ia harus membunuh 50 tikus per harinya.
"Baunya, sangat tengik. Kalau kita tidak memungut bangkai tikus ini nanti ada belatungnya," ucapnya.
Baca juga: Orang Tua Marah Jenazah Bayi Perempuannya Hilang dan Hanya Temukan Bangkai Tikus
Bukan hanya pertanian, bisnis di kawasan pedalaman juga terdampak wabah tikus ini.
Menurut pengusaha bisnis, ketika peternak menderita, "semua orang menderita".
Pasangan Robert dan Karri Brennan dan anak mereka memiliki sebuah toko roti di daerah Narromine.
Mereka mengatakan musim kering, Covid-19 dan wabah tikus telah menghancurkan bisnis dan keluarga mereka.
Penghasilan dari bisnis turun 40 persen sehingga menyisakan hanya delapan pekerja, dari sebelumnya 28.
"Tidak banyak yang menyadari kalau dampaknya seperti efek domino. Kalau peternak tidak punya uang, semua orang menderita," ujar Karri.
"Harus ada yang dilakukan. Kalau tidak, bisnis kami tutup. Saya bahkan tidak tahu apakah bisnis ini bisa bertahan sampai Natal," lanjutnya.
Jika masalah ini terus ada sampai musim dingin, wabah tikus tersebut diprediksi akan bertambah parah. Apalagi karena, menurut pakar, jumlah tikus telah mencapai jutaan ekor.
"Kekhawatiran kami adalah kalau tikus ini bertahan hidup selama musim dingin, mereka akan mulai berkembang biak lebih awal dari populasi besarnya di musim semi," kata peneliti CSIRO Steve Henry.
"Jumlah tikus ini akan meningkat pesat di titik itu," tambah Henry.
Biasanya, tikus akan berhenti berkembang biak di akhir musim semi, namun penelitian terakhir menemukan hewan ini masih melakukannya meski dalam musim dingin.
Baca juga: Dihantam Pandemi dan Krisis Parah, Warga Miskin Myanmar Makan Tikus
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.