Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KRI Nanggala-402 Masih Dicari, Ini Sejarah Upaya Penyelamatan Kapal Selam

Kompas.com - 24/04/2021, 10:07 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com – Pencarian kapal selam KRI Nanggala-402 yang hilang kontak masih terus dilakukan hingga Sabtu (24/4/2021).

Kapal selam milik TNI Angkatan Laut tersebut hilang kontak di perairan utara Bali sejak Rabu (21/4/2021).

Cadangan oksigen di KRI Nanggala-402 hanya bisa bertahan selama 72 jam dalam kondisi black out. Kapal selam tersebut juga membawa 53 awak.

Baca juga: Berikut Kapasitas Kapal Selam di Kawasan Asia Tenggara

Oleh karena itu, TNI serta sejumlah pihak yang turut membantu pencarian harus berpacu dengan waktu untuk menemukan kapal selam yang hilang itu.

Selain itu, sejumlah negara juga ikut membantu mencari KRI Nanggala-402, seperti Malaysia, Singapura, dan Australia.

Insiden yang dialami KRI Nanggala-402 tersebut merupakan insiden terbaru mengenai tragedi kapal selam di seluruh dunia.

Dunia mencatat, ada sejumlah insiden yang terkait kapal selam terjadi hampir setiap tahun sejak kapal tersebut diperkenalkan di dunia.

Insiden-insiden yang melibatkan kapal selam berbagai macam. Ada yang berhasil diselamatkan, ada pula yang tidak.

Baca juga: Type 209, Kapal Selam Buatan Jerman yang Dipakai Puluhan AL di Dunia Termasuk Indonesia

Melansir Journal of Military and Veterans’ Health, sejarah keberhasilan penyelamatan kapal selam sama panjangnya dengan sejarah kapal selam itu sendiri.

Bahkan, sejak kapal selam diperkenalkan, pertanyaan lama yang tetap relevan hingga kini adalah: apa yang bisa dilakukan jika kapal selam tenggelam dan tidak bisa kembali ke permukaan?

Publikasi berjudul Submarine escape and rescue: a brief history yang ditulis Nick Stewart menuturkan bahwa awak selam memiliki dua upaya jika kapal selam gagal kembali naik ke permukaan.

Upaya pertama adalah menyelamatkan diri, sedangkan upaya kedua adalah diselamatkan. Upaya menyelamatkan diri adalah upaya penyelamatan diri sendiri untuk mencapai permukaan laut tanpa bantuan eksternal.

Sedangkan upaya diselamatkan dilakukan oleh pihak luar yang mengeluarkan awak yang terperangkap di dalam kapal selam yang gagal naik ke permukaan.

Baca juga: Bantu Cari KRI Nanggala-402, Singapura Kerahkan Kapal Penyelamat MV Swift Rescue

Seoarang awak kapal, Rosenkotter, keluar dari pintu darurat kapal selam dengan memakai alat bantu pernapasan darurat Momsen Lung selama uji coba padai 1930 di Amerika Serikat (AS). Alat bantu pernapasan darurat tersebut dinamai menurut penemunya, Charles Momsen.ANGKATAN LAUT AS via WIKIMEDIA Seoarang awak kapal, Rosenkotter, keluar dari pintu darurat kapal selam dengan memakai alat bantu pernapasan darurat Momsen Lung selama uji coba padai 1930 di Amerika Serikat (AS). Alat bantu pernapasan darurat tersebut dinamai menurut penemunya, Charles Momsen.

Upaya penyelamatan diri

Pada era awal kapal selam modern, fokus utama bagi perancang untuk keselamatan awak kapal selam adalah opsi menyelamatkan diri.

Pada 1910, diperkenalkan sistem penyelamatan diri dengan alat bantu pernapasan yang diadopsi dari para penambang batu bara.

Alat bantu pernapasan ini menggunakan soda-lime cartridge. Alat ini pertama kali digunakan oleh sistem penyelamatan diri awak kapal selam U3 Jerman yang tenggelam pada 1911.

Jerman menamai alat bantu pernapasan tersebut sebagai Drager. Sistem ini lantas diikuti oleh sejumlah angkatan laut untuk kapal selamnya.

Pada 1929, Angkatan Laut Kerajaan Inggris mengadopsi sistem yang hampir sama dengan nama Davis Submarine Escape Apparatus (DSEA). Amerika Serikat (AS) lantas mengikutinya pada 1957 dan dinamakan Momsen Lung.

Alat bantu pernapasan dalam sistem penyelamatan diri ini lazim digunakan hingga 1946. Pada tahun itu pula, Angkatan Laut Kerajaan Inggris melakukan penyelidikan mendalam terhadap DSEA-nya.

Baca juga: Misteri Tenggelamnya Kursk, Kecelakaan Kapal Selam Terparah Rusia Tewaskan 118 Kru

Hasil penyelidikan tersebut menyimpulkan, tidak ada perbedaan tingkat kelangsungan hidup antara mereka yang menggunakan DSEA untuk menyelamatkan diri dan mereka yang menyelamatkan diri tanpa DSEA.

Akibatnya, DSEA diganti dengan teknik free ascent. Dalam teknik ini, kru kapal selam diajari teknik bernapas untuk menyelamatkan diri dari kapal selam.

Untuk membantu menyelamatkan diri, awak kapal selam juga dapat menggunakan jaket pelampung atau cincin apung.

Teknik free ascent dengan bantuan alat apung lantas diadopsi oleh kapal selam Angkatan Laut Australia di Submarine Escape and Rescue Centre di HMAS Stirling.

Setelah itu Angkatan Laut AS juga mengembangkan sistem penyelamatan diri dan memperkenalkan Steinke Hood pada 1962.

Steinke Hood merupakan body suit penyelamatan diri yang dilengkapi tudung dan masker plastik yang terpasang pada jaket pelampung.

Baca juga: Australia Nyatakan Siap Bantu Indonesia Mencari Kapal Selam KRI Nanggala-402

Steinke Hood memungkinkan anggota kru menghirup udara yang terperangkap di tudung saat upaya penyelamatan diri dan naik ke permukaan laut.

Free ascent dan Steinke Hood diterapkan cukup lama, tetapi kedua sistem ini tetap memiliki kekurangan.

Pada 1950, kapal selam Inggris HMS Truculent tenggelam setelah bertumburan dengan kapal dagang yang terlihat dari pantai Inggris.

Semua dari 72 awak berhasil mencapai permukaan. Namun, hanya 15 yang selamat dan sisanya tersapu ke laut oleh air pasang dan hilang.

Kekurangan dua sistem penyelamatan itu kembali terbukti melalui bencana yang menimpa kapal selam milik Uni Soviet, Komsomolets. Kapal selam tersebut tenggelam pada 1989.

Dari 69 awak kapal tersebut, 34 di antaranya berhasil naik ke permukaan. Namun, mereka meninggal karena hipotermia, gagal jantung, atau tenggelam.

Pada 1990-an, sebagian besar angkatan laut dunia yang mengoperasikan kapal selam, termasuk Angkatan Laut Australia, mengganti sistem penyelamatan diri yang ada dengan Submarine Escape Immersion Ensemble (SEIE) yang dikembangkan Inggris.

Menggunakan udara yang terperangkap, mirip dengan Steinke Hood, SEIE menutupi awak kapal selam sepenuhnya dan yang terpenting, memberikan perlindungan termal.

Selanjutnya, SEIE juga dilengkapi rakit pelampung yang begitu berada di permukaan dapat dikaitkan dengan rakit pelampung lainnya.

Baca juga: Rencana AS Jual Kapal Penjaga Pantai Bersejarah ke Indonesia Ditolak Keras

Wahana penyelamat kapal selam buatan Amerika Serikat (AS), Deep Submergence Rescue Vehicle (DSRV).ANGKATAN LAUT AS via WIKIMEDIA Wahana penyelamat kapal selam buatan Amerika Serikat (AS), Deep Submergence Rescue Vehicle (DSRV).

Diselamatkan

Sebelum tahun 1939, anggapan yang muncul adalah jika awak kapal selam tidak berhasil menyelamatkan diri dari kapal selam yang tenggelam, maka hanya sedikit yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan mereka.

Pada 1920-an, beberapa angkatan laut, khususnya Angkatan Laut AS, melakukan uji coba sejumlah operasi penyelamatan dan beberapa kali berhasil. Namun, operasi penyelamatan awal ini dilakukan dalam kondisi ideal yang jarang terjadi dalam praktiknya.

Pada kenyataannya, jumlah kerusakan yang dialami kapal selam tidak diketahui, yang berarti kapal selam tidak dapat dipindahkan karena dapat pecah dalam prosesnya. Waktu juga merupakan faktor penting.

Kondisi yang tidak menguntungkan di permukaan juga bisa mencegah operasi penyelamatan dilakukan. Seperti yang terjadi pada 1927 terhadap kapal selam Amerika S-4, angin kencang mencegah penyelamatan dimulai tepat waktu.

Karena sulitnya operasi penyelamatan, maka muncul anggapan pada waktu itu bahwa upaya penyelamatan paling utama ketika kapal selam tenggelam adalah upaya menyelamatkan diri.

Namun pemikiran tersebut berbalik 180 derajat pada 1939 ketika kapal selam Angkatan Laut AS USS Squalus tenggelam.

Baca juga: KRI Nanggala Hilang Kontak, Berikut Insiden Melibatkan Kapal Selam 6 Tahun Terakhir

Selama uji coba berlayar di laut, kegagalan peralatan mengakibatkan banjir di ruang torpedo di belakang USS Squalus, ruang mesin, dan tempat tinggal awak yang menewaskan 26 dari 59 awak kapal secara instan.

Keeseokan harinya setelah kapal tersebut tenggelam, penyelam memulai operasi utnuk menyelamatkan para awak kapal yang masih hidup.

Kapal penyelamat kapal selam USS Falcon tiba di lokasi dan menurunkan ruang penyelamat McCann yang baru dikembangkan.

USS Falcon juga membawa ahli penyelamat Charles B Momsen. Momsen inilah orang yang mengembangkan Momsen Lung.

Ruang penyelamat McCann berupa sel baja besar yang diturunkan dari permukaan kapal untuk menutupi pintu keluar kapal selam.

Setelah terpasang, ruang penyelamat ini memungkinkan dapat mengurangi tekanan udara dan membuka palka untuk memungkinkan kru yang terperangkap naik ke atas kapal.

Baca juga: Filipina Siap Kerahkan Kapal Militer ke Laut China Selatan

Berkat ruang penyelamat McCann. sebanyak 33 kru yang selamat berhasil diselamatkan dalam empat kloter.

Sistem Kamar Penyelamatan McCann tetap beroperasi di beberapa angkatan laut kontemporer, termasuk Angkatan Laut AS dan Angkatan Laut Turki.

Sejak saat itu, pemikiran untuk upaya penyelamatan kapal selam berkembang lebih jauh pada 1960-an setelah hilangnya dua kapal selam bertenaga nuklir AS, USS Thresher dan USS Scorpion.

Setelah mempertimbangkan berbagai opsi, termasuk kapal selam dengan pod penyelamatan diri yang terpasang dan kapal selam dengan ujung depan yang dapat dinaikkan ke permukaan, Angkatan Laut AS mengembangkan Deep Submergence Rescue Vehicle (DSRV).

DSRV merupakan kapal selam mini berawak yang bisa dipasangkan dengan palka yang mampu menampung 24 orang sekaligus dan memasuki layanan selama 1970-an.

Angkatan laut lainnya mengikuti jejak Angkatan Laut AS dan mengembangkan kemampuan wahana penyelamatan portabel mereka sendiri.

Baca juga: Rusia-Ukraina Makin Tegang, Inggris Kirim Kapal Perangnya ke Laut Hitam

Angkatan Laut Kerajaan Inggris mengembangkan LR5 Submarine Rescue Vehicle (SRV) yang mirip dengan DSRV dalam banyak aspek.

LR5 adalah bagian dari Dinas Penyelamatan Kapal Selam Inggris yang juga mencakup Submarine Parachute Assistance Group (SPAG) dan Scorpio Remote Operated Vehicle (ROV).

Tim penyelamat ini terdri atas personel terpilih dan dapat dikerahkan dengan cepat. SPAG berfungsi sebagai kekuatan utama yang memberikan bantuan kepada kapal selam yang tenggelam atau kru yang berhasil menyelamatkan diri.

Baik LR5 dan DSRV mendekati akhir masa pakainya dengan masing-masing digantikan oleh sistem baru pada akhir 2008.

LR5 digantikan oleh NATO Submarine Rescue Service (NSRS). NSRS dikembangkan bersama oleh Inggris, Perancis, dan Norwegia.

Sedangkan Angkatan Laut AS menggantikan DSRV dengan Submarine Rescue Diving and Recompression System (SRDRS).

Kedua sistem tersebut serupa dan akan melakukan operasi penyelamatan dalam tiga tahap yakni survei, penyelamatan, dan dekompresi.

Baca juga: Cegah Kapal Perang Asing Masuk Ukraina, Rusia Tutup Selat Kerch

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com