Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 17/04/2021, 21:27 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber NBC News

LONDON, KOMPAS.com - Kematian Pangeran Philip lebih dari sekadar peristiwa meninggalnya suami dari Ratu Elizabeth II. Peristiwa ini menjadi pengingat bahwa hampir 70 tahun pemerintahan Pemimpin Monarki, yang terpanjang dalam sejarah Inggris itu, sedang dalam masa terakhirnya.

Para ahli mengatakan ketika anak-anak dan cucu-cucu Ratu Elizabeth II meningkatkan tugas kerajaan mereka, transisi ke generasi berikutnya adalah waktu yang tidak stabil. Ini dapat menimbulkan keraguan tentang nilai kerajaan di dunia saat ini.

Baca juga: Begini Cara Menonton Pemakaman Pangeran Philip di AS, Inggris, dan di Seluruh Dunia

"Ini adalah akhir dari sebuah era dan pertanyaan atas kepemimpinan monarki dan yang lebih luas tentang peran monarki di Inggris abad ke-21 bisa muncul," kata David McClure, penulis "The Queen's True Worth: Unravelling the Public & Private Finances of Queen Elizabeth II."

Menurutnya kematian Pangeran Philip akan berdampak besar pada orang-orang yang mempertimbangkan kembali nilai monarki, bagi kehidupan Inggris dan sebagai institusi politik.

Di Inggris, Ratu memiliki peran formal sebagai kepala negara, kepala Gereja Inggris dan kepala angkatan bersenjata dan sebagai simbol yang kuat.

Pemimpin monarki berusia 94 tahun ini masih menjadi pemimpin yang memberikan pidato penetapan prioritas pemerintah Inggris pada awal tahun parlemen, dan secara formal menandatangani undang-undang.

Inggris bukan satu-satunya tempat dia menjadi kepala negara. Ratu Elizabeth II juga merupakan Ratu bagi Australia, Kanada, Selandia Baru dan beberapa negara kepulauan, serta kepala Persemakmuran Inggris. Pemimpin dari asosiasi 54 negara, yang hampir semuanya pernah berada di bawah kekuasaan Inggris.

“Di tempat-tempat itulah transisi ke generasi berikutnya akan mulai menimbulkan banyak pertanyaan,” kata sejarawan Sarah Gristwood melansir NBC News.

"Monarki Inggris akan selalu menjadi yang paling rentan di tahun-tahun mendatang bukan hanya di Inggris, tetapi di Persemakmuran atau negara bagian lain yang saat ini mengakui Ratu Elizabeth sebagai kepala negara, tapi mungkin tidak ingin melakukan itu untuk selamanya," kata Gristwood, penulis "Elizabeth: The Queen and the Crown."

Baca juga: Pangeran Philip Setia Memakai Sepatu Pernikahan Selama 74 Tahun

“Sehari setelah Philip meninggal dalam usia 99 tahun, anak sulung pasangan itu, Pangeran Charles, dua kali merujuk ke Persemakmuran dalam pidato singkatnya mengenang sang ayah. Itu bukan kebetulan,” kata Gristwood.

Dukungan untuk monarki sebagai institusi tetap tinggi di Inggris.

Lebih dari 60 persen dari mereka yang disurvei berpikir Inggris harus memiliki monarki di masa depan, menurut survei oleh YouGov pada Desember. Hanya 25 persen yang mengatakan Inggris harus memilih kepala negara.

Di Australia, kritik lama terhadap monarki memandang transisi ke Raja berikutnya sebagai waktu untuk memutuskan hubungan.

"Setelah akhir masa pemerintahan Ratu, itulah waktunya bagi kami untuk mengatakan: OK, kami telah melewati batas,” kata mantan Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull, kepada Australian Broadcasting Corp pada Maret.

Dia telah berkampanye untuk menyingkirkan Ratu Inggris atau nantinya Raja Inggris sebagai kepala negara negara itu.

Halaman:
Sumber NBC News

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com