Kosgoro juga tidak bisa mengurusi izin resmi kedatangan mereka di Indonesia.
Namun akhirnya band 'The Prophecy' tetap berada di Indonesia karena usaha sendiri dan bantuan orang-orang yang mengenal mereka kemudian.
Mereka juga sempat berpindah-pindah tempat saat di Indonesia.
Awalnya band ini sempat tinggal di Jakarta, kemudian pindah sebentar ke Bali sebelum akhirnya menetap selama 9 bulan di Lembang, di Jawa Barat.
Lembang dengan cuacanya sejuk menjadi 'base camp' tempat mereka berlatih dan menciptakan lagu-lagu.
Sejak saat itu 'The Prophecy' menjadi salah satunya band beranggotakan warga asing yang bisa manggung di Indonesia.
"Kami semula berpikir kami akan mendapatkan banyak uang dan menjadi kaya, karena bisa tampil di berbagai klub," kata Peter yang memiliki nama panggilan 'The Spunky Bass' tersebut.
Baca juga: Polisi Malaysia Tangkap WNI yang Hendak Bunuh Mahathir Mohamad
Semua anggota memiliki nama panggilan masing-masing seperti misalnya 'Django', 'Spunky', 'Phloton', 'Sky', 'Whiz' dan lainnya.
Di masa inilah menurut Peter mereka bertemu dengan kelompok musik 'The Rollies' yang sudah terkenal saat itu, karena menjadi band pertama asal Indonesia yang pernah manggung di Singapura.
Dua pentolan 'The Rollies' yang terkenal adalah Bangun Sugito yang lebih dikenal dengan nama Gito Rollies dan Deddy Stanzah.
Atas inisiatif seorang promotor di Bandung, 'The Prophecy' manggung bersama 'The Rollies' dalam acara 'American Night', yang digelar di beberapa kota, seperti Tasikmalaya, Garut, Cirebon, Sukabumi, Malang, Tretes, Jember.
Di sinilah Peter kemudian menjalin persahabatan dan banyak belajar dari Gito Rollies.
"Awalnya kami merasa sudah hebat bermain musik. Namun ketika bertemu The Rollies kami merasa malu dengan kemampuan kami," ujar Peter.
"Mereka semua sangat terampil dengan alat-alat yang mereka mainkan," ujarnya.
Baca juga: 2 WNI di AS Jadi Korban Kekerasan Rasial, KJRI New York Hubungi Wali Kota Philadelphia
Setelah sempat "ditelantarkan" oleh Kosgoro yang awalnya mengundang mereka ke Indonesia, menurut Peter, ia kemudian merasa beruntung bisa mengenal Indonesia lebih dekat lewat orang-orang yang ditemuinya tak sengaja.
"Saya bisa bertemu tukang becak, kami kadang naik bis kota, juga sehari-hari ketika tinggal di Lembang karena kota kecil harus bergaul dan belajar dari warga setempat," katanya lagi.
Karena tinggal di Lembang, Peter juga masih ingat beberapa kata dalam Bahasa Sunda yang ia pelajari dari warga.
Peter mengaku suka belajar bahasa, seperti Bahasa Mandarin dan Bahasa Yunani.
Ini juga yang menjadi salah satu alasannya untuk memperdalam Bahasa Indonesia dan menjadikannya sebagai pilihan berkarir.