Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sentimen Anti-Asia Meningkat, Bagaimana Nasib WNI di AS?

Kompas.com - 21/03/2021, 23:35 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

ATLANTA, KOMPAS.com - Robert Cratius, diaspora Indonesia berusia 40 tahun yang menetap di Philadelphia, merasa kini ia harus lebih waspada dibanding sebelum merebaknya pandemi virus corona.

Bukan karena pandemi yang sudah menelan lebih dari 550.000 korban jiwa, tetapi karena virus lain yang lebih berbahaya, yaitu virus sentimen terhadap warga Asia.

“Kalau dibanding sebelum Covid-19, saya merasa harus lebih waspada,” ujar Robert ketika diwawancarai VOA, Jumat (19/3/2021) lalu.

Baca juga: Penembakan di Atlanta Munculkan Ancaman Baru Orang Asia di Amerika

Butet Luhcandradini, yang sudah 12 tahun tinggal di Amerika dan kini menetap di Silver Spring, Maryland, juga merasakan hal yang sama.

Butet mengaku pada dasarnya ia penakut dan sering khawatir jika mendengar insiden penembakan massal, “tapi sekarang jadi lebih menghindar lagi jalan sendiri malam-malam... atau pulang dari Metro (kereta api) ke parkiran jadi agak takut-takut,” ujarnya.

“Dulu yang meresahkan kalau ketemu tunawisma yang kumat. Sekarang lebih takut lagi karena persentase orang yang kena aksi kekerasan naik. Bukan hanya dari tunawisma,” tambahnya.

Hal senada disampaikan Wulan Surgener, ibu satu putri yang sudah 15 tahun menetap di Charlottesville, Virginia, dan “jadi lebih khawatir ketika berada di tempat umum.”

Sama seperti Henny Kusumawati, yang sejak 2011 tinggal di Atlanta, Georgia, kota di mana insiden penembakan yang menewaskan delapan orang – termasuk enam perempuan Asia – terjadi Selasa lalu (16/3/2021).

"Terus terang perasaan saya bercampur. Yang terutama rasa sedih karena sejak awal saya menginjakkan kaki di sini, semua welcome, tidak pernah ada rasisme atau peristiwa apa pun."

"Bahkan ketika negara-negara bagian lain dilanda sentimen anti-Asia, di sini tidak terjadi apa-apa. Kok sekarang begini? Saya jadi waspada ke tempat-tempat yang saya tidak familiar,” ujarnya lirih.

Baca juga: Penembakan di Beberapa Panti Pijat, 8 Wanita Tewas Kebanyakan Keturunan Asia

Juga Daniel Fu, ayah dua anak yang sudah puluhan tahun menetap di Atlanta, Georgia.

“Atlanta sebenarnya tidak seperti New York atau tempat-tempat lain di Amerika. Atlanta itu tenang. Tapi dengan kejadian kemarin, saya jadi waswas karena ternyata orang dari negara atau bangsa tertentu ternyata bisa juga jadi target di sini,” paparnya.

Hampir 4.000 kasus sentimen anti-Asia

Insiden penembakan yang menewaskan delapan orang, termasuk enam perempuan Asia, di tiga spa terpisah di Atlanta itu disebut-sebut sebagai puncak menguatnya sentimen anti-Asia di Amerika sejak pandemi merebak Maret lalu.

Orang-orang membentangkan spanduk AAPI Melawan Kebencian di Newcastle, Washington, AS 17 Maret 2021.REUTERS/LINDSEY WASSON via VOA INDONESIA Orang-orang membentangkan spanduk AAPI Melawan Kebencian di Newcastle, Washington, AS 17 Maret 2021.
Stop AAPI Hate -- suatu LSM yang dibentuk untuk menanggapi meningkatnya diskriminasi anti-Asia sejak bermulanya pandemi virus corona Maret 2020 lalu -- menyebut penembakan di Atlanta ini sebagai “tragedi yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata” dalam komunitas yang selama ini sudah mengalami begitu banyak tindakan diskriminatif.

Laporan yang baru saja dirilis Stop AAPI Hate menunjukkan peningkatan laporan sentimen anti-Asia sejak Maret 2020 hingga Februari 2021, yang jumlahnya kini mencapai 3.795 kasus.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com