CARAL, KOMPAS.com - Setelah bertahan selama 5.000 tahun, Caral kota tertua di benua Amerika kini terancam musnah akibat efek pandemi virus corona.
Situs arkeologi yang steril dari peradaban manusia modern itu sekarang mulai dirambah warga sekitar.
Mereka mengeklaim, pandemi virus corna membuat tak ada pilihan lain selain menduduki kota sakral itu.
Baca juga: Inji, Orangutan Tertua di Dunia, Disuntik Mati di Kebun Binatang Oregon, AS
Ruth Shady arkeolog yang menemukan situs Caral di Peru, bahkan mendapat ancaman pembunuhan jika tidak melepas penelitiannya di sana.
Para arkeolog mengatakan ke tim AFP yang mengunjungi Caral, bahwa invasi dan penghancuran liar dimulai pada Maret ketika pandemi Covid-19 berujung pada lockdown nasional.
"Ada orang-orang yang datang merusak situs ini, yang adalah properti negara, dan mereka memanfaatkannya untuk bercocok tanam," kata arkeolog Daniel Mayta kepada AFP.
"Ini sangat berbahaya, karena mereka menghancurkan warisan budaya berusia 5.000 tahun."
Baca juga: Coklat Tertua di Dunia Ditemukan Masih Utuh, Diduga Pesanan Ratu Inggris
Kota ini berkembang antara 3.000-1.800 SM di gurun yang gersang. Caral adalah tempat lahirnya peradaban di Amerika.
Orang-orangnya sezaman dengan Firaun di Mesir dan peradaban Mesopotamia.
Bahkan peradaban Caral lebih dulu eksis dibandingkan Kerajaan Inca yang jauh lebih terkenal pada abad ke-45.
Namun warga tidak peduli dengan fakta-fakta itu. Mereka mengambil alih 10 hektar situs arkeologi Chupacigarro untuk menanam alpukat, buah-buahan, dan kacang.
Mereka memanfaatkan minimnya pengawasan polisi selama 107 hari lockdown nasional.
Baca juga: Profil Joe Biden: Presiden AS Tertua, setelah 3 Dekade Mencalonkan Diri
"Keluarga-keluarga itu tidak mau pergi," kata Mayta (36).
"Kami sudah menjelaskan ke mereka bahwa ini Situs Warisan Dunia UNESCO dan yang mereka lakukan pelanggaran berat bisa membuat masuk penjara."
Caral dimasukkan ke situs Warisan Dunia UNESCO pada 2009. Luasnya 66 hektar dan didominasi 7 piramida batu yang tampak menyala saat disinari matahari.
Peradaban Caral diyakni berjalan damai, dengan bukti tak ada penemuan senjata maupun benteng.
Situs ini sempat ditutup karena pandemi dan dibuka lagi pada Oktober dengan harga tiket 3 dollar AS (Rp 42.000).
Selama lockdown, beberapa peninggalan arkeologi dijarah dari Caral. Pada Juli polisi menangkap 2 orang karena merusak sebagian situs yang berisi mumi dan keramik.
Baca juga: Kakek 103 Tahun Jadi Skydiver Tertua di Dunia
Dia mengatakan, para tuan tanah yang menempati tanah negara atau tanah ilegal yang dijual demi keuntungan pribadi, berada di balik invasi itu.
"Kami diancam orang-orang yang memanfaatkan kondisi pandemi untuk menduduki situs arkeologi untuk mendirikan tenda-tenda dan mengolah lahan dengan mesin... menghancurkan semua yang mereka lihat," kata Shady.
"Suatu hari mereka menelepon pengacara kami, dan berkata kepadanya mereka akan membunuhnya bersama kami dan mengubur kami lima meter di bawah tanah (jika tidak menghentikan penelitian)."
Baca juga: Dari Flu Spanyol sampai Covid-19, Bagaimana Cara 8 Restoran Tertua di New York Ini Bertahan?
Shady (74) menghabiskan 25 tahun di Caral untuk coba menghidupkan kembali sejarah sosial dan warisan peradaban. Salah satunya teknik konstruksi yang digunakan untuk menahan gempa bumi.
"Struktur ini berusia sampai 5.000 tahun tetap stabil sampai sekarang, dan para insinyur dari Peru dan Jepang akan menerapkan teknologi itu," terang Shady.
Penduduk Caral tahu betul mereka hidup di atas wilayah seismik.
Bangunan mereka ditopang batu-batuan di dasarnya yang menjaga pergerakan tanah, dan mencegah konstruksi ambruk.
Shady kini tinggal di Lima dengan perlindungan usai mendapat ancaman mati.
Wanita itu pekan lalu diberi Order of Merit oleh pemerintah atas pengabdiannya kepada bangsa.
"Kami melakukan apa yang kami bisa untuk memastikan baik kesehatan maupun nyawa Anda tidak terancam karena efek ancaman yang Anda terima," ujar Presiden Peru Francisco Sagasti pada seremoni tersebut.
Baca juga: Berusia 93 Tahun dan Hampir 5 Bulan, Paus Benediktus XVI Jadi Paus Tertua dalam Sejarah
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.