Perdana Menteri Belanda (PM) Mark Rutte mengatakan gugatan Erdogan tersebut tidak dapat diterima.
"Saya memiliki pesan untuk Presiden Erdogan dan pesannya sangat sederhana. Di Belanda, kami menganggap kebebasan berbicara sebagai salah satu hak yang paling kami hargai dan itu termasuk kartun, termasuk politisi," ujarnya dilansir Reuters.
Ankara telah lama mengkritik pandangan dan kebijakan yang dikemukakan oleh Wilders, pemimpin Partai untuk Kebebasan (PVV).
Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu pada Minggu menyebut Wilders sebagai "rasis pecundang" yang mencoba mendapatkan dukungan dengan permusuhan terhadap Islam dan orang asing.
"Sudah waktunya bagi Eropa untuk menghentikan politisi manja yang berpikiran fasis," kata Cavusoglu di Twitter.
Devlet Bahceli, pemimpin Partai Gerakan Nasionalis Turki dan sekutu Erdogan, mengatakan pada hari Selasa bahwa Wilders memiliki "hubungan gelap" dengan organisasi teroris.
"Pemimpin Partai untuk Kebebasan (PVV) yang melemah telah membungkuk begitu rendah hingga menyebut presiden kita seorang teroris.
Baca juga: Erdogan Sindir Presiden Perancis untuk Periksa Mental
"Dia telah menunjukkan siapa sebenarnya teroris, fasis dan barbar," kata Bahceli kepada anggota partainya di parlemen, masih dikutip dari Reuters.
Langkah itu dilakukan sehari setelah Erdogan mendesak Turki untuk memboikot barang-barang Prancis atas gambar Nabi Muhammad yang dipajang di Prancis, yang oleh banyak orang Muslim dianggap sebagai penghujatan.
Wilders sering mengejutkan kalangan politik Belanda dan menyinggung umat Islam.
Dia dibebaskan dalam sidang ujaran kebencian di 2011 atas pernyataan yang menyamakan Islam dengan Nazisme dan menyerukan larangan Alquran.
Bulan lalu dia dibebaskan oleh pengadilan banding atas tudingan diskriminasi, meskipun pengadilan menguatkan dakwaan terhadapnya.
Wilders dituduh memimpin seruan untuk agar ada "lebih sedikit orang Maroko" di Belanda pada sebuah unjuk rasa tahun 2014.
Pada 2016 dia dihukum karena tudingan menghina kelompok dan menghasut diskriminasi.
Tetapi politisi anti-Islam berusia 56 tahun itu menyebut kasus itu sebagai pengadilan pertunjukan politik dan menantang putusan tersebut.
Dia berpendapat bahwa komentarnya harus dilindungi oleh atas hak kebebasan berbicara di negara itu.
Baca juga: Erdogan Beberkan Alasan Turki Dukung Azerbaijan di Perang Nagorno-Karabakh
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.