BEIJING, KOMPAS.com - Para pemimpin China berharap Washington akan mengurangi konflik perdagangan, teknologi dan keamanan jika Joe Biden memenangkan pemilihan presiden pada 3 November mendatang.
Namun, perubahan apa pun cenderung hanya bersifat penampilan, bukan substansi, karena frustrasi terhadap Beijing telah meningkat di seluruh spektrum politik Amerika.
Baik anggota parlemen Republik dan Demokrat dan konstituen mereka tampaknya enggan mengadopsi pendekatan yang lebih lembut terhadap China, mungkin menunjukkan lebih banyak perselisihan di masa mendatang, terlepas dari hasil pilpres.
Melansir Associated Press (AP), hubungan AS-China telah jatuh ke titik terendah dalam beberapa dekade di tengah serangkaian eskalasi konflik terkait pandemi virus corona, teknologi, perdagangan, keamanan dan spying (mata-mata).
Terlepas dari banyak perselisihan di bidang lain, kedua belah pihak saling mengkritik. AS kerap memojokkan China soal sikap Beijing terhadap Hong Kong, Taiwan serta agama dan minoritas di Tibet dan Xinjiang.
Di Amerika juga, menurut riset yang dilakukan pada bulan Maret oleh Pew Research Center, dua pertiga orang AS punya pandangan negatif tentang China.
Polling itu adalah yang tertinggi sejak Pew melakukan survei awal pada tahun 2005.
Baca juga: Terungkap, Trump Ternyata Punya Rekening Bank di China
Biden diharapkan mampu memulihkan hubungan yang lebih dapat diprediksi. Setidaknya, kebijakan Biden dianggap "tidak akan emosional dan konyol seperti kebijakan Trump," ungkap Yu Wanli, profesor hubungan internasional di Universitas Bahasa dan Budaya Beijing, dikutip AP.
“Demokrat tampak kurang militan, jadi mereka mungkin lebih berhati-hati untuk mencegah konflik militer yang terbatas dan lebih memperhatikan komunikasi manajemen krisis dengan China,” kata Shi Yinhong dari Universitas Renmin di Beijing, salah satu akademisi hubungan internasional paling terkemuka di Negeri "Panda".
Pejabat intelijen AS percaya para pemimpin China tidak ingin Trump terpilih kembali, menurut pernyataan oleh William Evanina, pejabat kontra-intelijen tertinggi.
Trump selama ini telah mengguncang para pemimpin China dengan menaikkan tarif ekspor China pada 2018. Gedung Putih telah mengesampingkan Huawei, mereka teknologi global pertama China dari jaringan telekomunikasi generasi selanjutnya dengan alasan keamanan.
Akses Huawei ke komponen dan teknologi Amerika terputus, mengancam akan melumpuhkan penjualan globalnya.
Selain itu, Trump juga berusaha melarang perusahaan media sosial China di Amerika Serikat dengan alasan khawatir dapat mengumpulkan banyak informasi pribadi tentang orang-orang AS.
Juga memblokir perusahaan agar tidak berurusan dengan WeChat, layanan pesan populer di China seperti WhatsApp.
Baca juga: Hakim AS Tangguhkan Upaya Trump Larang Aplikasi TikTok