Itu tidak berarti kelelawar harus disalahkan. Campur tangan manusia yang semakin meningkat terhadap makhluk-makhluk liar inilah yang menjadi akar masalahnya.
Kebanyakan wabah penyakit yang muncul dapat dikaitkan dengan kerusakan alam oleh manusia.
Ketika hutan atau padang rumput dihancurkan untuk peternakan, untuk menanam kedelai atau untuk membangun jalan dan permukiman, hewan liar dipaksa untuk semakin dekat dengan manusia dan ternak, yang kemudian memberikan kesempatan bagi virus untuk melompat.
"Tidak dapat disangkal bahwa kelelawar, seperti banyak kelompok hewan lainnya, menghadirkan risiko nyata sebagai inang penyakit yang berpotensi berbahaya," kata Ricardo Rocha dari Universitas Porto, Portugal.
Baca juga: Laboratorium di Wuhan Teliti Kelelawar dari Goa Diduga Asal Virus Corona
Tetapi dia menunjukkan bahwa ketika mengontrol jumlah spesies kelelawar (1.400 atau lebih), jumlah virus yang menginfeksi manusia mirip dengan kelompok mamalia lain, seperti burung, hewan peliharaan, dan hewan pengerat.
Para ilmuwan memperkirakan bahwa tiga dari setiap empat penyakit menular baru atau yang muncul pada manusia berasal dari hewan.
Peringatan soal bahaya ini datang pada 2002, ketika penyakit misterius, Sars, muncul di China, menimbulkan korban meninggal hampir 800 orang di seluruh dunia.
Pada 2017, para peneliti mengidentifikasi koloni kelelawar tapal kuda yang hidup di gua-gua terpencil di Provinsi Yunnan, China, yang menyimpan potongan genetik virus Sars manusia.
Mereka kemudian memperingatkan bahwa penyakit serupa bisa muncul lagi, dan mereka terbukti benar.
Baca juga: 5 Jenis Hewan yang Memakan Nyamuk, dari Capung, Ikan hingga Kelelawar
Rocha mengatakan alih-alih menyalahkan satu spesies atau lainnya, manusia perlu menilai kembali hubungannya dengan alam. Dia menunjukkan bahwa kelelawar sangat penting untuk ekosistem yang sehat dan kesejahteraan manusia.
Kelelawar menekan jumlah serangga yang berkerumun di perkebunan. Tanaman di daerah tropis mengandalkannya untuk penyerbukan, termasuk kakao, vanili, dan durian. Dan mereka menyebarkan benih pohon yang ditemukan di hutan hujan, yang membantu memerangi perubahan iklim.
David Robertson dari Universitas Glasgow mengatakan akan mengakibatkan "hasil yang mengerikan" jika kelelawar terus ditanggapi dengan persepsi buruk sebagai makhluk yang jahat, karena penyebaran penyakit dari hewan ke manusia lebih banyak tentang manusia yang merambah ke wilayah mereka daripada sebaliknya.
Penyebab Covid-19 kemungkinan telah beredar pada kelelawar selama beberapa dekade dengan kemampuan untuk juga menginfeksi spesies hewan lain.
Ada laporan-laporan terpisah tentang reaksi terkait Covid-19 terhadap kelelawar, termasuk pembunuhan yang sesungguhnya terjadi atau yang disengaja di Peru, India, Australia, China, dan Indonesia.
Baca juga: Tak Hanya Kelelawar, Potensi Penyebaran Virus Corona juga Ada pada Tikus
Para ilmuwan memperingatkan bahwa beberapa tindakan yang salah arah dapat menimbulkan konsekuensi serius bagi spesies kelelawar yang rentan dan bahkan meningkatkan risiko penyebaran penyakit.