KOMPAS.com - Setelah Covid-19 dinyatakan sebagai penyakit darurat kesehatan dan wabah internasional pada 30 Januari, para ilmuwan mulai meneliti dan mengerjakan vaksin.
Meski negara-negara kaya menggaungkan 'nasionalisme vaksin' yang semakin menjadi perhatian, beberapa organisasi internasional termasuk WHO justru memberikan dukungan mereka untuk Covid-19 Global Access (COVAX).
Hal itu mendorong negara-negara lain menandatangani kesepakatan yang telah dirancang untuk menyediakan 2 miliar dosis vaksin pada akhir tahun 2021.
Dan, mengutip Stuff, sejauh ini sebanyak 172 negara termasuk Australia telah menandatangani inisiatif tersebut.
Dengan itu, mereka harus berkomitmen pada 18 September besok dan mulai membayar biaya untuk penelitian vaksin pada 9 Oktober mendatang.
Meski begitu, Amerika Serikat memilih keluar dari inisiatif itu dan berusaha melakukan upaya sendiri, disusul dengan Rusia dan China yang belum memberikan komitmennya.
Baca juga: Saat WHO Peringatkan tentang Bahaya Nasionalisme Vaksin...
Melansir Indian Express, ketika suatu negara berhasil mengamankan dosis vaksin untuk warganya atau penduduknya dan memprioritaskan pasar domestiknya sendiri sebelum tersedia di negara lain, hal itu dikenal sebagai 'nasionalisme vaksin'.
Upaya itu dilakukan melalui perjanjian pra-pembelian antara pemerintah dan produsen vaksin.
Misalnya, Amerika Serikat, Inggris, Jepang, dan Uni Eropa telah menghabiskan puluhan miliar dollar untuk kesepakatan dengan pembuat vaksin kenamaan seperti Pfizer Inc, Johnson & Johnson dan AstraZeneca Plc bahkan sebelum keefektifan vaksinnya terbukti.
Baca juga: WHO: Nasionalisme Vaksin Hambat Penghentian Pandemi Covid-19
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mendorong semua negara untuk mendukung COVAX dengan Direktur Jenderalnya, Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan bahwa itu adalah "cara tercepat untuk mengakhiri pandemi".
Tentunya, langkah COVAX bisa dikatakan menuju arah yang benar. Inisiatif ini secara efektif menciptakan komitmen pasar terdepan dan terbesar di dunia untuk vaksin, melebihi kesepakatan apa pun yang dibuat suatu negara secara independen.
Negara-negara berpenghasilan rendah yang telah menandatangani rencana tersebut juga akan mendapatkan akses ke vaksin yang aman dan terjangkau yang mungkin tidak dapat mereka akses selama bertahun-tahun.
Meskipun WHO dan mitra utamanya, aliansi vaksin global GAVI dan Koalisi untuk Inovasi Kesiapsiagaan Epidemi, mendapat ucapan selamat atas peluncuran inisiatif ini, namun vaksin COVAX tidak seperti yang diklaim banyak orang.
COVAX terdampak dengan adanya nasionalisme vaksin yang digalakan oleh negara-negara kaya dengan kesepakatan vaksin independen mereka.
Baca juga: 75 Negara Ingin Bergabung dengan Skema COVAX untuk Vaksin Corona
Berikut ini dampak dari adanya nasionalisme vaksin terhadap COVAX:
1. Karena adanya nasionalisme vaksin, maka persediaan COVAX terbatas. Kesepakatan negara-negara kaya seperti AS, Inggris, Kanada, dan Jepang dengan produsen vaksin mereka, akan membuat harga vaksin relatif lebih mahal sehingga berpotensi membuat vaksin semakin tidak terjangkau banyak negara miskin.
2. Komitmen untuk 2 miliar dosis pada akhir tahun 2021 terlalu kecil, mengingat sebagian besar vaksin yang saat ini dalam uji klinis Fase 3 memerlukan hingga dua atau tiga dosis untuk memberikan kekebalan.
Ketika dibagi di antara semua negara yang telah mendaftar ke COVAX, itu berarti setiap negara akan menerima pasokan yang sangat kecil.
Akibatnya, hal tersebut dapat mendorong pemerintah untuk mencari kesepakatan independen tambahan untuk memenuhi permintaan penduduk mereka.
3. Meskipun COVAX dengan bijak tidak meletakkan fokusnya pada satu hal saja, namun juga mendukung 9 vaksin lain yang berada dalam pengembangan dan juga evaluasi, 2 miliar dosis itu kemungkinan akan bersumber dari banyak produsen.
Masalahnya, akibat dari itu adalah beberapa pemerintah mungkin tidak suka dengan rencana alokasi berdasarkan langkah tersebut. Apalagi jika satu vaksin terbukti lebih efektif dibanding yang lain.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.