MINSK, KOMPAS.com - Presiden otoriter Belarus Alexander Lukashenko menodongkan senapan laras panjang ke massa, untuk membubarkan demonstrasi pada Minggu (23/8/2020).
Tak hanya itu, pemimpin yang dijuluki "diktator terakhir Eropa" tersebut juga mengenakan rompi antipeluru saat keluar dari helikopter yang mendarat di kediamannya.
"Mereka berlarian seperti tikus!" kata Lukashenko menggambarkan bagaimana demonstran yang berkumpul di dekatnya lari kocar-kacir saat ia menodongkan senjata.
Baca juga: Ricuh Pilpres Belarus, Lukashenko Perintahkan Militer Siap Tempur di Perbatasan
Puluhan ribu rakyat Belarus turun ke jalanan ibu kota Minsk pada Minggu (23/8/2020), untuk memprotes klaim Presiden Alexander Lukashenko yang memenangkan masa jabatan keenamnya dalam pemilu yang disengketakan.
Lukashenko lalu mengirim polisi antihuru-hara yang terkenal kejam untuk membubarkan demo.
Video dari kantor berita Belta yang dikutip Daily Mail Senin (24/8/2020) menunjukkan, helikopter pemerintah mendarat di lapangan dan Lukashenko turun memegang senapan otomatis tipe Kalashnikov.
Meski begitu tak ada amunisi yang terlihat di senjatanya, yang menunjukkan Lukashenko hanya bertujuan memeragakan agresi.
"Mereka kabur. Mereka tahu tindakannya akan keras," katanya dikutip dari Daily Mail.
Baca juga: Oposisi Belarus: Tak akan Calonkan Diri Jika Digelar Pemilu Baru
Kemarin lebih dari 100.000 demonstran yang dibalut bendera merah-putih oposisi Belarus memadati Lapangan Kemerdekaan.
Mereka berjalan melalui ibu kota sambil berteriak, "Kami tidak akan lupa, kami tidak akan memaafkan". Mobil-mobil yang lewat pun memberikan dukungan dengan membunyikan klakson.
Para pejabat setempat telah mengeluarkan peringatan kepada rakyat Belarus agar tidak berpartisipasi dalam "demonstrasi ilegal".
Kemudian Kementerian Pertahanan Belarus mengatakan, akan melakukan intervensi untuk melindungi tugu peringatan "suci" Perang Dunia II. Beberapa stasiun kereta bawah tanah di Minsk juga ditutup.
Baca juga: Uni Eropa Tolak Kemenangan Lukashenko, Sanksi ke Belarus Segera Berlaku
"Lukashenko ingin semua orang pergi dan hidup seperti dulu. Tapi tidak akan seperti dulu lagi," ucap Nikita (28).
Uni Eropa telah menolak hasil pemilu dan berjanji memberi sanksi ke warga Belarus yang bertanggung jawab atas penipuan surat suara.
Mereka juga akan menindak kekerasan polisi yang membuat hampir 7.000 orang ditangkap, dan muncul tuduhan penyiksaan yang mengerikan dalam tahanan polisi.
Menteri Urusan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell memperingatkan, Belarus tidak boleh jadi "Ukraina kedua" dan mengatakan perlu berurusan dengan Lukashenko yang merupakan pemimpin terlama di Eropa.
Pria berusia 65 tahun itu telah berkuasa di Belarus selama 26 tahun, tepatnya sejak 20 Juli 1994.
Baca juga: Oposisi Belarus: Rezim Presiden Alexander Lukashenko Bakal Jatuh dalam 2 Pekan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.