Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Teroris Penembak Masjid Selandia Baru Tertawa saat Melakukan Aksinya

Kompas.com - 24/08/2020, 15:36 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Editor

CHRISTCHURCH, KOMPAS.com - Persidangan kasus terorisme dengan terdakwa Brenton Harrison Tarrant mulai digelar di Kota Christchurch, Selandia Baru, Senin (24/08). Jaksa menyebutkan pria asal Australia itu sempat tertawa saat melakukan aksinya.

Terdakwa melakukan serangan terhadap jamaah salat Jumat di Masjid Al Noor dan Mushala Linwood di Christchurch, menewaskan 51 orang dan melukai 40 lainnya.

Brenton yang kini berusia 29 tahun tampak tak menunjukkan ekspresi ketika Jaksa Penuntut Umum (JPU), Barnaby Hawes membacakan tuntutannya.

Baca juga: Teroris Penembak Masjid Selandia Baru Mengaku Ingin Bunuh Orang Sebanyak Mungkin

Jaksa Barnaby menggambarkan kebengisan terdakwa saat melepaskan tembakan berkali-kali ke arah jamaah pria, perempuan dan anak-anak. Termasuk mereka yang sudah terluka parah dan menangis minta tolong.

Tuntutan jaksa menyatakan setelah serangan itu, Brenton sempat menyampaikan ke polisi bahwa dia ingin "membunuh sebanyak mungkin orang" dan menghancurkan setiap masjid yang ada.

"Dia bermaksud menanamkan rasa takut pada orang-orang yang dia gambarkan sebagai penjajah," kata Jaksa Hawes.

Istilah penjajah yang dimaksudkan terdakwa, menurut Barnaby adalah umat Islam dan warga non-Eropa lainnya.

"Dia mengaku ingin menurunkan jumlah imigran secara fisik dengan menyingkirkan para penjajah itu serta menciptakan suasana ketakutan dan perubahan," katanya.

Baca juga: Sidang Terdakwa Penembakan Masjid Christchurch Brenton Tarrant Tak Boleh Disiarkan Langsung

"Dia mengaku ingin menembak lebih banyak orang lagi daripada yang telah dilakukannya," ujar Jaksa Hawes.

Dalam sidang hari pertama ini, terungkap jika setelah melakukan aksinya di Al Noor dan Linwood Islamic Center, terdakwa sedang dalam perjalanan ke masjid ketiga ketika berhasil dicegat dan ditangkap polisi.

Menembaki yang sudah terluka

Disebutkan pula dalam persidangan jika Brenton yang berasal dari Australia memulai aksinya dengan menembaki empat pria yang sedang dalam perjalanan ke masjid Al Noor, saat ia sedang memasuki gerbang masjid.

Berkali-kali disebutkan dalam persidangan jika Brenton bukan hanya menembaki mereka yang mencoba melarikan diri, tapi juga mendekati para korbannya dan langsung menembak mereka ketika korban sudah terbaring dalam posisi tengkurap.

Disebutkan, pada saat terdakwa menyusuri koridor dari pintu masuk masjid ke ruang salat, para jamaah bertumpuk di dua pintu keluar, berusaha mati-matian untuk melarikan diri.

Baca juga: Suasana Hening Saat 50 Nama Korban Tewas Penembakan di Masjid Selandia Baru Dibacakan

Brenton dipastikan melepaskan 32 kali tembakan senjata mesin secara berurutan ke salah satu grup, sebelum mengarahkan moncong senjatanya ke grup jamaah lainnya.

Pada saat inilah, ada salah seorang bernama Naeem Rashid, yang "berlari ke arah terdakwa" saat dia mengalihkan pandangan.

Terdakwa teroris Brenton Tarrant akan dijatuhi vonis pada 24 Agustus 2020 setelah mengaku bersalah atas 51 dakwaan pembunuhan, 40 dakwaan percobaan pembunuhan dan 1 dakwaan terorisme.AP via ABC INDONESIA Terdakwa teroris Brenton Tarrant akan dijatuhi vonis pada 24 Agustus 2020 setelah mengaku bersalah atas 51 dakwaan pembunuhan, 40 dakwaan percobaan pembunuhan dan 1 dakwaan terorisme.

Naeem sudah berjarak sekitar satu meter dari Tarrant sebelum dia kembali berbalik.

Brenton kemudia melepaskan empat kali tembakan kepada Naeem dan melanjutkan tembakannya dari jarak dekat, setelah Naeem jatuh terlentang "dengan lengan dan lutut ke dada" sebagai upaya melindungi diri.

Menurut Jaksa Barnaby, "tindakan Naeem Rashid tersebut memungkinkan sejumlah jamaah lainnya meloloskan diri" dari pembantaian yang dilakukan terdakwa.

Mereka yang berhasil lolos termasuk seorang remaja pria berusia 16 tahun, yang sudah keluar dari masjid dan coba bersembunyi, namun kemudian ditembak mati oleh Tarrant.

Baca juga: Abdul Aziz, Pahlawan yang Kejar Teroris Penembak Masjid Selandia Baru

Setelah mengambil tambahan peluru dari mobilnya, terdakwa kembali ke dalam masjid mendatangi tumpukan orang yang sebagian di antaranya sudah tewas.

Tarrant membidik mereka yang masih bergerak, termasuk "dua tembakan langsung" ke bayi berusia tiga tahun yang "memegangi kaki ayahnya".

Bayi tersebut tewas di tempat kejadian, merupakan korban paling muda dari aksi terdakwa teroris ini.

Janna Ezat, ibu dari Hussein Al-Umari yang tewas ditembak Brenton Tarrant, memberikan pernyataan dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tinggi Christchurch, Selandia Baru, pada 24 Agustus 2020.REUTERS PHOTO/POOL/JOHN KIRK-ANDERSON Janna Ezat, ibu dari Hussein Al-Umari yang tewas ditembak Brenton Tarrant, memberikan pernyataan dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tinggi Christchurch, Selandia Baru, pada 24 Agustus 2020.

"Tertawa-tawa dalam aksinya"

Setelah keluar dari masjid Al Noor, Brenton kemudian menuju ke lokasi kedua di Linwood dan menembaki sejumlah orang yang dia anggap sebagai orang Islam dalam perjalanan itu.

Menurut Jaksa Barnaby, selama perjalanan "terdakwa berbicara mengomentari dan tertawa-tawa mengenai kejadian yang sedang berlangsung tersebut".

Begitu sampai di Mushala Linwood, ia melakukan serangan seperti yang dilakukannya di Masjid Al Noor.

Baca juga: Tuhan, Semoga Pria Ini Kehabisan Peluru

Dia menembak berulang kali ke siapa pun yang menghalangi jalannya, kemudian mendekati mereka yang sudah terluka parah, termasuk seorang pria yang meringkuk dan memohon dengan iba agar tidak ditembak, serta seorang perempuan yang sudah tengkurap di tanah.

Di Linwood pun ada aksi heroik dari seorang jamaah pria yang berlari ke arah Brenton sembari berteriak. Lalu ada jamaah lain yang mengambil senjata yang dibuang Brenton dan melemparkannya ke mobil terdakwa saat melarikan diri dari lokasi kejadian.

Lemparan senjata ini menyebabkan kaca jendela mobil Tarrant hancur.

Selama penyerangan di dua lokasi, terdakwa memasang kamera go-pro di helm yang dia kenakan dan menyiarkannya secara langsung di salah satu media sosial.

Dia juga mengaktifkan lampu sorot di helmnya "untuk menciptakan kebingungan" saat dia mendekati jamaah yang akan dibunuhnya.

Selain sejumlah senjata mesin berkecepatan tinggi, Brenton juga membawa empat kontainer bensin yang dimodifikasi, yang menurut jaksa dimaksudkan untuk digunakan membakar masjid setelah penembakan.

Belum diketahui mengapa pria asal Australia ini tidak merealisasikan rencana membakar masjid itu. Namun menurut pemeriksaan polisi, Brenton mengaku menyesal karena tidak melakukannya.

Baca juga: Korban Penembakan di Masjid Selandia Baru: Jangan Sedih, Aku Baik-baik Saja...

Sempat melakukan pengintaian

Jaksa Barnaby dalam tuntutannya menyebutkan jika terdakwa mengajukan izin kepemilikan senjata api di Selandia Baru pada September 2017.

Ada waktu sekitar satu setengah tahun sejak ia mengajukan kepemilikan senjata dengan aksi yang dilakukannya.

Dalam periode itu ia diketahui mulai mengumpulkan senjata, memodifikasinya agar lebih mematikan, mengasah keterampilan menembaknya serta menyusun rencana serangan.

Disebutkan dalam persidangan bahwa pada Januari 2019, dua bulan sebelum serangan 15 Maret, Tarrant pergi ke Christchurch dalam misi "pengintaian".

Dia memarkir mobilnya tepat di seberang Masjid Al Noor lalu menggunakan drone untuk mengamati bangunan di jalan Deans Avenue, termasuk mengamati pintu masuk dan keluar masjid.

Baca juga: Video Penembakan Masjid di Christchurch Masih Beredar di Facebook

Jaksa Barnaby mengatakan pada saat itu terdakwa "membuat catatan terperinci" tentang masjid, "untuk memastikan jumlah jamaah maksimum yang akan hadir" ketika dia melakukan kejahatan.

Kemudian pada tanggal 15 Maret 2019, Brenton meninggalkan rumah sewanya di Dunedin dan berangkat ke Christchurch.

Lalu, terjadilah peristiwa yang dalam kata-kata Perdana Menteri Jacinda Ardern disebut sebagai "hari paling kelam" di Selandia Baru.

Sebelum pembantaian itu, Brenton mengirimkan manifesto yang ditulisnya, yang berjudul The Great Replacement" ke Parlemen Selandia Baru, selain juga dimuat di situs kelompok ekstremis kulit putih dan ke berbagai media.

Dalam sidang juga terungkap Brenton sempat menghubungi keluarganya di Australia, memberitahu mereka bagaimana menghadapi polisi dan media setelah pembataian tersebut.

Baca juga: Korban Tewas Penembakan Masjid di Selandia Baru Bertambah Jadi 51 Orang

Maysoon Salama (tengah), ibu dari Ata Mohammad Ata Elayyan, yang terbunuh dalam penembakan di masjid pada 15 Maret 2019, memberikan keterangan dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tinggi Christchurch, Selandia Baru, pada 24 Agustus 2020.REUTERS PHOTO/POOL/JOHN KIRK-ANDERSON Maysoon Salama (tengah), ibu dari Ata Mohammad Ata Elayyan, yang terbunuh dalam penembakan di masjid pada 15 Maret 2019, memberikan keterangan dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tinggi Christchurch, Selandia Baru, pada 24 Agustus 2020.

Kesaksian korban

Selama sidang vonis yang dijadwalkan berlangsung empat hari, pengadilan akan mendengarkan kesaksian dari lebih 60 korban selamat.

Imam masjid Al Noor, Gamal Fouda (45) merupakan penyintas pertama yang menyampaikan keterangannya.

Ia mengaku melihat langsung dan tak akan pernah lupa bagaimana "kebencian seorang teroris yang telah dicuci otaknya".

"Saya ingin mengatakan kepada teroris ini, kau telah tersesat dan disesatkan," kata Fouda.

Baca juga: Ledakan Bom Sri Lanka Disebut Balasan atas Penembakan Masjid Selandia Baru

"Kami ini masyarakat yang cinta damai dan penuh kasih. Kami tak sepantasnya menjadi sasaran Anda. Jika ada hasil dari tindakan jahatmu itu, tak lain bahwa kami justru semakin menyatu," katanya.

Imam Gamal juga menyampaikan pesan kepada sanak keluarga Brenton Tarrant dan warga Australia lainnya.

"Saya sampaikan kepada keluarga teroris ini bahwa mereka telah kehilangan seorang putra dan kami juga kehilangan banyak anak dari masyarakat kami. Saya menghormati mereka karena mereka menderita sebagaimana kami pun menderita," katanya.

"Australia adalah tetangga kita dan kita semua melawan kebencian dan rasisme," ucap Imam Gamal.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Global
Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Global
Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Global
PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

Global
Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Global
4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

Global
Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Global
Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Global
Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Global
Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Global
Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Global
Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Global
Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Global
Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Global
Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com