KOMPAS.com - Kisah tentang vampir hampir selalu ada di setiap perubahan zaman dengan evolusinya yang begitu kompleks.
Pada umumnya, terminologi vampir hari ini dikenal memiliki keterkaitan erat dengan Dracula. Tokoh fiktif yang terdapat di dalam novel berjudul serupa, karya Bram Stoker.
Novel yang ditulis oleh kritikus drama Irlandia itu diterbitkan pada tahun 1897 dan menginspirasi banyak gagasan tentang terminologi vampir di setiap karya seni mau pun sastra dan perfilman.
Di dunia perfilman, novel Dracula sudah diangkat menjadi film terkenal berjudul sama yang dibintangi Keanu Reeves dan Gary Oldman pada tahun 1992.
Sementara pada tahun 2008, sebuah film dari novel Twilight juga mengangkat cerita yang sama yakni tentang vampir meski dikemas lebih modern.
Namun, apakah sosok vampir peminum darah manusia benar-benar ada? Ataukah, vampir hanya menjadi bagian dari fantasi manusia?
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Vampir Pertama Kali Muncul di Layar Lebar
Sebuah teori populer di kalangan para kritikus mengatakan bahwa karakter Count Dracula dalam novel Dracula didasarkan pada sosok Vlad III atau yang lebih dikenal dengan nama Vlad the Impaler (Vlad Sang Penyula).
Vlad lahir di Transylvania pada abad ke-15 dan dikenal sebagai Draculea yang berarti 'Anak Dracul'.
Melansir Britannica, ayah Vlad bermarga Dracul setelah diangkat ke sebuah ordo ksatria yang disebut Ordo Naga.
Nama Dracul berasal dari bahasa Latin 'draco' yang artinya 'naga'. Adapun dalam bahasa Romania modern, nama 'drac' tela berevolusi maknanya menjadi 'iblis'.
Nama itulah yang diperkirakan dipilih Bram Stoker dalam penokohan karakter novelnya, Dracula.
Namun, bukan berarti tokoh fiktif Dracula dengan tokoh nyata Vlad memiliki kesamaan. Vlad menusuk musuh-musuhnya di tiang sula, untuk mengonsolidasi kekuatan politiknya di Walachia.
Meski ada rumor yang mengklaim bahwa ketika para korban yang sekarat di tiang sula disaksikan oleh Vlad, pria itu akan mencelupkan roti ke dalam darah mereka dan memakannya di hadapan mereka. Namun, pernyataan itu belum terbukti benar adanya.
Jadi, apakah Vlad benar-benar mengonsumsi darah sehingga dapat disamakan dengan tokoh fiktif Dracula karya Stoker?
Para kritikus berpendapat bahwa hal itu kemungkinan berasal dari sumber lain, di mana Vlad yang berjuluk Dracul hanya memberi inspirasi bagi Stoker untuk menamai karakter tokoh novelnya.
Baca juga: Biografi Tokoh Dunia: Bram Stoker, Penulis Novel Horor Dracula
Vampir atau monster pengisap darah rupanya sudah menjadi bagian dari cerita rakyat setidaknya selama 800 tahun.
Bangsa Slavia, adalah komunitas pertama yang memberi kata 'vampir' atau Oupir dalam bahasa Rusia kuno.
Penamaan itu ditulis pertama kali di abad ke-11 dan menjadikan kepercayaan bangsa tersebut akan vampir lebih awal ketimbang kedatangan agama Kristen dan terus bertahan meskipun ada upaya dari gereja untuk menghilangkan kepercayaan pagan tersebut.
Kepercayaan tentang vampir yang digambarkan sebagai orang yang kembung dengan gigi serta kuku yang tajam bermula dari salah penafsiran penyakit seperti rabies, pellagra serta dekomposisi.
Pada proses dekomposisi mayat, gas yang membengkak di tubuh akan mengalirkan darah keluar dari mulut yang memungkinkan mayat akan tampak seperti baru saja hidup dan 'mengonsumsi' darah.
Oleh karenanya, fenomena itu memunculkan banyak ritual yang bertujuan mencegah agar orang yang telah mati tidak akan kembali bangkit sebagai vampir.
Saat itu, orang-orang mengubur mayat dengan bawang putih atau biji poppy, serta memantau pemakaman mereka.
Tak cukup itu, orang-orang juga membakar mayat, menusuk dengan kayu atau bahkan memutilasi untuk memastikan agar mayat tidak 'hidup' kembali.
Pengetahuan masyarakat tentang vampir kian meluas sampai abad ke-18, ketika Serbia terjebak dalam pertarungan 2 kekuatan besar; Monarki Habsburg dan Kekaisaran Ottoman.
Dalam sebuah catatan perang, tentara Austria dan pejabat pemerintahan mereka menemukan adanya ritual penguburan lokal yang aneh; pemakaman massal dengan tiang salib yang digantungi roncean bawang putih.
Karena laporan tentang ritual itu dipublikasikan secara luas, histeria tentang 'mayat yang bangkit sebagai vampir' menjadi tidak terkendali.
Sampai akhirnya pada 1755, Permaisuri Austria terpaksa mengirim dokter pribadinya untuk menyelidiki dan mengakhiri rumor soal vampir itu dengan menyodorkan sanggahan ilmiah yang komprehensif.
Kepanikan tentang vampir pun mereda, namun terminologi itu sudah terlanjur mengakar pada imajinasi orang-orang Eropa Barat.
Dua karya sastra seperti "The Vampyre" pada 1819 oleh William Polidori serta "Carmilla" oleh Joseph Sheridan Le Fanu pada 1872 menjadi bukti 'kelanggengan' imajinasi tersebut.
Dan, tak hanya menjadi bukti bahwa vampir masih menjadi sesuatu yang diyakini oleh orang-orang, karya-karya tersebut rupanya juga memengaruhi Bram Stoker yang kemudian menerbitkan masterpiece-nya, Dracula.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.