BEIRUT, KOMPAS.com - Yel-yel gerakan Arab Spring bergema di Beirut, ibu kota Lebanon, buntut dari ledakan dahsyat pada Selasa (4/8/2020).
Para pengunjuk rasa Lebanon menyerbu kantor kementerian pemerintah di Beirut dan merusak kantor Asosiasi Bank Lebanon pada Sabtu (8/8/2020).
Liputan dari tv lokal menyiarkan demonstran merangsek masuk ke gedung Kementerian Energi dan Ekonomi.
Mereka meneriakkan yel-yel "rakyat ingin rezim lengser", yang identik dengan yel-yel saat gerakan Arab Spring 2011.
Mereka juga membentangkan spanduk bertuliskan, "Pergilah, kau pembunuh."
Baca juga: Soal Penyelidikan Ledakan Lebanon, Begini Permintaan Trump
Belasan pengunjuk rasa juga menerobos masuk ke gedung Kementerian Luar Negeri, di mana mereka membakar foto Presiden Michel Aoun yang menurut mereka harus disalahkan atas insiden ini.
"Kami tetap di sini. Kami menyerukan kepada rakyat Lebanon untuk menduduki semua gedung kementerian," kata seorang demonstran dengan megafon, yang diwartakan Reuters.
Para pengunjuk rasa mengatakan, politisi harus mengundurkan diri dan dihukum karena kelalaian yang mereka katakan menyebabkan ledakan terbesar yang pernah melanda Beirut.
Lebih dari 150 orang tewas dalam insiden itu, dan 6.000 lainnya luka-luka. Insiden tersebut menambah telak pukulan di dunia politik dan perekonomian Lebanon.
Sekitar 10.000 orang berkumpul di Martyrs Square, dan beberapa di antaranya melempar batu ke polisi.
Baca juga: Penggalangan Dana Internasional untuk Lebanon Terkumpul 300 Juta Dollar AS
Seorang polisi tewas dalam bentrokan ini, kata seorang juru bicara. Polisi itu tewas akibat jatuh ke lorong lift di sebuah gedung usai dikejar pengunjuk rasa.
Palang Merah pada Sabtu mengatakan, mereka merawat 117 orang karena luka-luka di lokasi demo, sedangkan 55 lainnya dilarikan ke rumah sakit. Kemudian polisi yang terluka akibat lemparan batu dirawat oleh petugas medis di ambulans.
Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) di Beirut mengatakan, pemerintah AS mendukung hak para demonstran untuk melakukan protes damai, dan mendesak semua yang terlibat untuk menahan diri dari kekerasan.
Kedubes AS juga berkicau di Twitter, bahwa rakyat Lebanon "berhak mendapat pemimpin yang mendengarkan mereka dan mengubah arah untuk menanggapi tuntutan masyarakat akan transparansi dan akuntabilitas."
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.