Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Viral, Video Biksu Padukan Teks Ajaran Buddha dengan Beatbox

Kompas.com - 09/08/2020, 08:22 WIB
Miranti Kencana Wirawan

Penulis

Sumber Gulf News

TOKYO, KOMPAS.com - Seorang musisi asal Jepang sekaligus biksu Buddha, Akasaka Yogetsu menjadi viral setelah memadukan nyanyian religius dengan beatboxing.

Untuk melantunkan teks dari ajaran Buddha 'Sutra Hati', dia memadukannya dengan beatbox dan remix seperti disjoki (DJ). Videonya viral di YouTube dan telah ditonton lebih dari setengah juta kali sejak diunggah pada Mei lalu.

Di dalam videonya, pria berusia 37 tahun itu memakai jubah formal yang biasa digunakan para biksu Buddha.

Baca juga: Biksu Buddha di Thailand Ciptakan Masker Wajah dari Plastik Daur Ulang

Video berdurasi sekitar 11 menit ini direkam di studio, menampilkan suara Akasaka melalui perangkat beatbox yang disebut Loopstation dan dia pun melantunkan syair religius beriringan dengan musik yang mengalir.

Gagasan itu dikatakan Akasaka datang  kepadanya selama keadaan darurat yang diberlakukan di Jepang selama wabah virus corona.

Selama itulah pekerjaannya sebagai musisi sekaligus biksu yang mengurusi pemakaman dan upacara peringatan menjadi jarang dilakukan karena berkurang secara drastis.

"Semuanya dibatalkan. Jadi saya tidak punya pekerjaan, saya tidak punya penghasilan. Dan bagi saya, itu benar-benar menyebalkan, tetapi pada saat yang sama, saya pikir ini adalah kesempatan yang sangat bagus untuk memikirkan diri sendiri atau memikirkan tentang masa depan agama Buddha," katanya kepada media Perancis AFP.

"Saya mencoba menemukan cara saya sendiri untuk menyampaikan ajaran Buddha kepada orang-orang, tidak hanya di Jepang tetapi juga di seluruh dunia."

Baca juga: Robot Biksu, Cara Kuil Buddha Berusia 400 Tahun di Jepang Gaet Kaum Muda

Mengubah pandangan

Akasaka telah lama tertarik pada musik dan agama. Dia mulai melakukan beatboxing sekitar 15 tahun yang lalu, membeli mesin looping pada2009 untuk membantunya membuat lapisan-lapisan suara.

Selama bertahun-tahun dihabiskannya di Amerika Serikat dan Australia, dia kadang-kadang juga mengamen untuk menghasilkan uang.

Dia mulai tertarik agama beberapa saat kemudian, awalnya menolak saran dari ayahnya - yang menjadi biksu Buddha di usia 50-an, ketika Akasaka masih di sekolah menengah.

"Di Jepang, sangat umum bahwa putra seorang biksu menggantikan ayah mereka... Jadi ayah saya terkadang bertanya apakah saya ingin menjadi biksu dan menggantikannya. Dan saya selalu berkata tidak, saya tidak tertarik menjadi biksu," ujar Akasaka.

Tetapi setelah dia berusia 30 tahun, Akasaka mulai mempertimbangkan kembali tawaran ayahnya dan memikirkan tentang makna hidup dan mati.

Baca juga: Sedang Meditasi, Biksu Ini Tewas Diinjak Gajah Liar

Akasaka akhirnya menghabiskan lebih dari dua tahun pelatihan untuk menjadi seorang biksu.

Di Jepang, tidak jarang para biksu menjalankan kewajiban agama dan mempertahankan karir non-religius, seperti pekerjaan Akasaka sebagai musisi.

Baru-baru ini dia mengorganisir sesi live streaming musiknya, meminta sumbangan untuk membantunya melewati pandemi.

Namun dia juga berharap dengan menggabungkan dua hasratnya, dia dapat menawarkan perspektif baru tentang agama Buddha kepada orang-orang yang lebih muda, khususnya di Jepang, di mana menurutnya agama tersebut sebagian besar terkait dengan upacara kematian dan pemakaman.

"Kebanyakan dari mereka percaya bahwa ajaran Buddha adalah untuk orang yang sudah meninggal saja. Tapi sebenarnya tidak," katanya.

"Jadi mungkin, jika musik saya menarik minat orang-orang yang lebih muda, itu akan menjadi kesempatan yang baik bagi mereka untuk mengetahui tentang Buddhisme," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Perang di Gaza, Jumlah Korban Tewas Capai 35.000 Orang

Perang di Gaza, Jumlah Korban Tewas Capai 35.000 Orang

Global
143 Orang Tewas akibat Banjir di Brasil, 125 Lainnya Masih Hilang

143 Orang Tewas akibat Banjir di Brasil, 125 Lainnya Masih Hilang

Global
Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Global
Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Global
Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Global
PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

Global
Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Global
4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

Global
Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Global
Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Global
Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Global
Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Global
Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Global
Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Global
Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com