Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Seperti Apa Kehidupan 'Suku Tikus' Di Bawah Tanah Kota Beijing?

Kompas.com - 06/08/2020, 19:50 WIB
Miranti Kencana Wirawan

Penulis

BEIJING, KOMPAS.com - Jutaan pekerja berpenghasilan rendah yang dikenal sebagai 'Suku Tikus' tinggal di sebuah terowongan yang terdiri dari 3 lantai di bawah tanah kota Beijing.

Tempat itu disebut Dixia Cheng atau 'The Dungeon', dibangun di bawah kota Beijing. Dulunya, tempat itu merupakan area perlindungan dari bom selama Perang Dingin. Luasnya, sekitar 30 mil persegi (77,6 kilometer persegi).

Kebanyakan dari orang-orang yang tinggal di dalamnya adalah para pekerja migran dan kawula muda yang berharap bisa melejitkan karir di kota terpenting di China itu.

Jumlah penduduknya semakin meningkat, melansir New York Post, Kamis (6/8/2020) totalnya mencapai 1 juta orang.

Baca juga: Hadapi Kiamat, Pria Kanada Ubah 42 Bus Sekolah Jadi Bunker

Banyak tempat di area itu kekurangan pencahayaan namun harganya sepertiga lebih murah dibandingkan tempat tinggal di atasnya.

Banyak juga orang yang telah hidup di area itu selama beberapa dekade dengan beberapa orang lainnya mulai keluar karena sudah cukup 'tabungan' untuk membeli apartemen 'di atas' tanah.

Tempat tinggal para 'Suku Tikus' secara teknis ilegal menurut keputusan pemerintah Beijing pada 2010. Beberapa warga bahkan telah diusir meski kini sebagian besar lainnya diizinkan tinggal.

Baca juga: Potret Muram Kehidupan Bawah Tanah Eropa Timur...

Kapan terowongan itu dibuat?

Pembangunan terowongan itu dimulai pada 1969 selama puncak ketegangan dan kekhawatiran akan konflik skala penuh antara China dan Uni Soviet.

Mao Zedong, yang saat itu menjadi ketua Partai Komunis China, mengatakan kepada warga untuk "menggali terowongan yang dalam, menyimpan makanan, dan bersiap untuk perang".

Selama sepuluh tahun berikutnya, sekitar 300.000 orang, kebanyakan warga sipil, membangun jaringan luar biasa, yang pada penyelesaiannya menampung 10.000 bunker atom, gudang, dan pabrik serta restoran, teater, dan fasilitas olahraga.

Otoritas China memperkirakan kompleks tersebut dapat menampung seluruh populasi Beijing, pada saat itu sekitar enam juta orang.

Terowongan tidak pernah digunakan untuk tujuan yang dimaksudkan, tetapi selama beberapa dekade berikutnya telah diperbarui oleh komunitas lokal untuk menampung hotel-hotel murah dan bisnis lainnya.

Baca juga: Denmark Akan Bangun Terowongan Terendam Terpanjang di Dunia, Tembus ke Jerman

Salah seorang warga laki-laki bernama Wei mengatakan dirinya tinggal di area itu bersama 9 orang lainnya.

"Saya merasa baik-baik saja karena saya khawatir jatuh miskin," ujar Wei. Dia menceritakan kalau banyak dari temannya tinggal di apartemen di atas tanah namun itu terlalu membuat mereka nyaman.

"Tempat ini memaksa saya untuk bekerja lebih keras."

Menurut Annette Kim, seorang profesor di University of Southern California yang telah mempelajari kehidupan 'Suku Tikus' itu mengatakan bahwa tempat itu menjadi solusi alternatif untuk masalah yang dihadapi oleh banyak orang di kota itu.

Meskipun masa depan tempat itu masih belum pasti, beberapa penduduk setempat dilaporkan bekerja dengan desainer untuk mengubah terowongan yang kosong menjadi ruang komunitas yang lebih hidup.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Militer Israel Ambil Alih Kendali Penyeberangan Rafah dari Gaza ke Mesir, Ada Maksud Apa?

Militer Israel Ambil Alih Kendali Penyeberangan Rafah dari Gaza ke Mesir, Ada Maksud Apa?

Global
Rafah, Kota Oasis di Sinai-Gaza yang Terbelah Perbatasan Kontroversial

Rafah, Kota Oasis di Sinai-Gaza yang Terbelah Perbatasan Kontroversial

Internasional
Hari Ke-12 Sidang Uang Tutup Mulut, Trump Diperingatkan Bisa Dijatuhi Hukuman Penjara

Hari Ke-12 Sidang Uang Tutup Mulut, Trump Diperingatkan Bisa Dijatuhi Hukuman Penjara

Global
Remaja Ini Temukan Cara Baru Buktikan Teorema Pythagoras Pakai Trigonometri, Diremehkan Para Ahli

Remaja Ini Temukan Cara Baru Buktikan Teorema Pythagoras Pakai Trigonometri, Diremehkan Para Ahli

Global
Dituduh Mencuri, Tentara AS Ditangkap di Rusia

Dituduh Mencuri, Tentara AS Ditangkap di Rusia

Global
Isi Usulan Gencatan Senjata di Gaza yang Disetujui Hamas, Mencakup 3 Fase 

Isi Usulan Gencatan Senjata di Gaza yang Disetujui Hamas, Mencakup 3 Fase 

Global
Sisa-sisa Kerangka Manusia Ditemukan di Bunker Perang Dunia II

Sisa-sisa Kerangka Manusia Ditemukan di Bunker Perang Dunia II

Global
Protes Gaza Kampus AS: Rusuh di MIT, Wisuda Sejumlah Kampus Pertimbangkan Keamanan

Protes Gaza Kampus AS: Rusuh di MIT, Wisuda Sejumlah Kampus Pertimbangkan Keamanan

Global
Warga Kuba Terpikat Jadi Tentara Rusia karena Gaji Besar dan Paspor

Warga Kuba Terpikat Jadi Tentara Rusia karena Gaji Besar dan Paspor

Internasional
Warga Rafah Menari dan Bersorak Mendengar Hamas Terima Usulan Gencatan Senjata di Gaza...

Warga Rafah Menari dan Bersorak Mendengar Hamas Terima Usulan Gencatan Senjata di Gaza...

Global
Rangkuman Hari Ke-803 Serangan Rusia ke Ukraina: Atlet Ukraina Tewas | Tentara Latihan Senjata Nuklir

Rangkuman Hari Ke-803 Serangan Rusia ke Ukraina: Atlet Ukraina Tewas | Tentara Latihan Senjata Nuklir

Global
5 Orang Tewas di Rafah dalam Serangan Udara Israel Semalam

5 Orang Tewas di Rafah dalam Serangan Udara Israel Semalam

Global
Juara Angkat Besi Eropa Ini Tewas dalam Perang Membela Ukraina

Juara Angkat Besi Eropa Ini Tewas dalam Perang Membela Ukraina

Global
Israel Bersumpah Lanjutkan Serangan di Rafah, sebab Gencatan Senjata Tak Pasti

Israel Bersumpah Lanjutkan Serangan di Rafah, sebab Gencatan Senjata Tak Pasti

Global
Taiwan Kembangkan Sistem Satelit Serupa Starlink Milik Elon Musk

Taiwan Kembangkan Sistem Satelit Serupa Starlink Milik Elon Musk

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com