BANGKOK, KOMPAS.com - Jaksa Agung Thailand pada Selasa (4/8/2020) memerintahkan penyelidikan baru, atas kasus tabrak lari yang dilakukan cucu pendiri Red Bull, Vorayuth "Boss" Yoovidhya.
Bulan lalu pengadilan mencabut semua dakwaan yang diarahkan ke Yoovidhya, dan membuatnya bebas dari hukuman.
Publik "Negeri Gajah Putih" pun marah besar usai mendengar putusan itu.
Baca juga: Tabrak Lari Pakai Ferrari dan Tewaskan Polisi, Cucu Bos Red Bull Bebas Dakwaan
Yoovidhya dituduh menewaskan seorang polisi pada 2012, ketika mobil Ferrari-nya mengalami kecelakaan di kawasan elite Bangkok.
Kasus ini telah berlangsung selama bertahun-tahun, dan Yoovidhya yang merupakan cucu pendiri Red Bull Chaleo Yoovidhya serta salah satu pewaris kekayaan keluarga, sempat melarikan diri dari Thailand pada 2017.
Kemudian bulan lalu polisi dan jaksa mengatakan, semua dakwaan kepada pria berusia 38 tahun itu dibatalkan, termasuk tuduhan mengemudi secara sembrono yang menyebabkan kematian.
Kantor berita AFP mewartakan, pencabutan dakwaan berdasarkan bukti baru.
Baca juga: Jet Tempur F-15 Hampir Tabrak Mahan Air Iran, Penumpang Boleh Tuntut AS
Tak pelak, putusan pengadilan ini memicu kemarahan rakyat Thailand, dan tagar #BoycottRedBull pun sempat jadi trending topic di Twitter.
Kasus Yooovidhya dianggap sebagai contoh bagaimana miliarder negara tersebut bisa kebal hukum.
Di bawah tekanan yang meningkat, Kejaksaan Agung Thailand, polisi, dan Perdana Menteri masing-masing membuka penyelidikan kenapa tuduhan itu bisa dicabut.
Jejak kokain terdeteksi di tubuh Yooovidhya setelah kecelakaan itu, menurut laporan polisi.
Baca juga: Pesawat Jatuh Tabrak Rumah di Jerman, Meledak dan Keluar Bola Api
Pekan lalu polisi mengatakan ke komite parlemen, mereka tidak mengangkat tuduhan narkoba karena dokter gigi Yoovidhya berujar kokain itu diberikan untuk perawatan gigi.
Kejaksaan Agung mengatakan, "Setuju untuk terlebih dahulu memberi tahu penyelidik polisi, untuk mengajukan dakwaan terhadapnya atas penggunaan... kokain," kata wakil juru bicara Kejaksaan Agung, Prayut Bejaguna.
"Mereka juga harus membuka penyelidikan baru atas tuduhan mengemudi sembrono yang menyebabkan kematian, dengan 7 tahun tersisa di undang-undang pembatasan," lanjutnya dikutip dari AFP.