Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Referendum Tolak Kelapa Sawit Indonesia Masuk Mahkamah Konstitusi Swiss

Kompas.com - 23/06/2020, 23:06 WIB
Krisna Diantha Akassa,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

ZURICH, KOMPAS.com - Halaman depan dihiasi air mancur. Sejuk muncratan airnya, mengundang warga untuk mendekat. Halaman belakang ada jalan paving stone.

Auto frei, bebas kendaraan bermotor. Tak ada polisi. Tanpa pagar kawat verduri. Aman, damai, dan teratur. Begitulah suasana sehari sehari Bundeshaus, Gedung Parlemen Swiss.

Kedamaian itu terusik dengan datangnya mobil Peugeot kombi berplat nomor Jenewa. Kendaraan berwarna metalik silver itu berhenti di samping gedung Bundeshaus.

Baca juga: Pemasaran Produk Kelapa Sawit Indonesia Mulai Ditolak di Swiss

Menurunkan beberapa kotak kardus, sekaligus meletakkan di depan pintu masuk Bundeskanzlei, Mahkamah Konstitusi Swiss.

Kotak tersebut berjumlah 26 buah, sesuai dengan jumlah kanton (provinsi) di Swiss. Isinya, 59.200 tanda tangan.

"Jika disetujui, setelah diteliti keabsahannya, tentunya, referendum penolakan produk kelapa sawit Indonesia, hanya soal waktu,“ tutur Mathias Stalder, sekretaris Uniterre, kepada Kompas.com .

Mathias yakin, referendum, penentuan nasib pemasaran produk kelapa sawit, akan disetujui Makahmah Konstitusi Swiss.

Seperti biasa, ritual penyerahan kotak berisi tanda tangan untuk meminta referendum, diisi orasi dari Uniterre.

Isinya, bagaimana industri kelapa sawit menghancurkan lingkungan hidup. Sekaligus tentang keberuntungan yang diperoleh perusahaan besar. Ada puluhan wartawan, tidak terkecuali televisi Swiss dan kantor berita media arus utama.

Ronja Jansen, Presiden Juso (Jung Sozialdemokratische Partei Schweiz), berharap referendum ini akan menjadi kenyataan.

Baca juga: Detik-detik Satpam Tewas Dibunuh Maling, Berawal Saat Pergoki Pencurian Kelapa Sawit

"Apa yang diakibatkan oleh Industri Kelapa Sawit sangat fatal. Lingkungan hidup di Indonesia rusak, dan juga pada akhirnya berpengaruh ke pemanasan global,“ katanya kepada Kompas.com.

Ronja sendiri berada dalam dilema, karena induk partai politiknya, Sozialdemokratische Partei Schweiz (SP), ikut meneken kontrak persetujuan perdangan dengan Indonesia. "Tapi saya disini tidak mewakili SP,“ katanya.

Meski dalam perjanjian kerja sama itu ditekankan tidak ada lagi perusakan lingkungan, Ronja ragu pemerintah Indonesia bisa bersikap tegas.

"Bagaimana pengaturannya nanti. Dan bagaimana sanksinya kalau tidak ditepati perjanjiannya. Ini juga harus dipikirkan,“ imbuhnya.

Perjanjian kerjasama antara Indonesia dan Swiss, imbuh Ronja, hanya menguntungkan industri besar. "Lebih banyak mudharatnya ketimbang keuntungannya. Saya berharap, referendum akan disetujui dan rakyat Swiss yang akan menentukan,“ katanya.

Baca juga: Dukung Upaya Pemerintah, Industri Kelapa Sawit Bantu Perangi Corona

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Otoritas Keselamatan Udara AS Selidiki Pemeriksaan Pesawat Boeing

Otoritas Keselamatan Udara AS Selidiki Pemeriksaan Pesawat Boeing

Global
Kesalahan Teknis. Boeing Tunda Peluncuran Kapsul Luar Angkasanya

Kesalahan Teknis. Boeing Tunda Peluncuran Kapsul Luar Angkasanya

Global
5 Teknologi Tertua di Dunia yang Masih Digunakan

5 Teknologi Tertua di Dunia yang Masih Digunakan

Global
AS, Inggris, dan Sebagian Besar Negara Uni Eropa Tak Akan Hadiri Putin

AS, Inggris, dan Sebagian Besar Negara Uni Eropa Tak Akan Hadiri Putin

Global
Israel Larang Al Jazeera, Kantor Ditutup dan Siaran Dilarang

Israel Larang Al Jazeera, Kantor Ditutup dan Siaran Dilarang

Global
Militer Israel Ambil Alih Kendali Penyeberangan Rafah dari Gaza ke Mesir, Ada Maksud Apa?

Militer Israel Ambil Alih Kendali Penyeberangan Rafah dari Gaza ke Mesir, Ada Maksud Apa?

Global
Rafah, Kota Oasis di Sinai-Gaza yang Terbelah Perbatasan Kontroversial

Rafah, Kota Oasis di Sinai-Gaza yang Terbelah Perbatasan Kontroversial

Internasional
Hari Ke-12 Sidang Uang Tutup Mulut, Trump Diperingatkan Bisa Dijatuhi Hukuman Penjara

Hari Ke-12 Sidang Uang Tutup Mulut, Trump Diperingatkan Bisa Dijatuhi Hukuman Penjara

Global
Remaja Ini Temukan Cara Baru Buktikan Teorema Pythagoras Pakai Trigonometri, Diremehkan Para Ahli

Remaja Ini Temukan Cara Baru Buktikan Teorema Pythagoras Pakai Trigonometri, Diremehkan Para Ahli

Global
Dituduh Mencuri, Tentara AS Ditangkap di Rusia

Dituduh Mencuri, Tentara AS Ditangkap di Rusia

Global
Isi Usulan Gencatan Senjata di Gaza yang Disetujui Hamas, Mencakup 3 Fase 

Isi Usulan Gencatan Senjata di Gaza yang Disetujui Hamas, Mencakup 3 Fase 

Global
Sisa-sisa Kerangka Manusia Ditemukan di Bunker Perang Dunia II

Sisa-sisa Kerangka Manusia Ditemukan di Bunker Perang Dunia II

Global
Protes Gaza Kampus AS: Rusuh di MIT, Wisuda Sejumlah Kampus Pertimbangkan Keamanan

Protes Gaza Kampus AS: Rusuh di MIT, Wisuda Sejumlah Kampus Pertimbangkan Keamanan

Global
Warga Kuba Terpikat Jadi Tentara Rusia karena Gaji Besar dan Paspor

Warga Kuba Terpikat Jadi Tentara Rusia karena Gaji Besar dan Paspor

Internasional
Warga Rafah Menari dan Bersorak Mendengar Hamas Terima Usulan Gencatan Senjata di Gaza...

Warga Rafah Menari dan Bersorak Mendengar Hamas Terima Usulan Gencatan Senjata di Gaza...

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com