KABUL, KOMPAS.com - Sejumlah remaja putri yang tergabung dalam tim robotika Afghanistan menciptakan ventilator dari onderdil mobil di tengah wabah virus corona.
Gadis-gadis itu menjadi pemberitaan pada 2017, ketika mereka memenangkan penghargaan dalam kompetisi internasional yang digelar di AS.
Kini, tim robotika yang semuanya adalah remaja putri itu berpacu dengan waktu menciptakan ventilator dari onderdil mobil di tengah virus corona.
Baca juga: Penyerang di RS Bersalin Afghanistan Sengaja Targetkan Para Ibu yang Baru Melahirkan
Dilansir BBC Rabu (20/5/2020), mereka harus segera menyelesaikan dan mengirimkan alat bantu pernapasan itu pada akhir Mei nanti.
Afghanistan, yang bertahun-tahun diland konflik, hanya mempunyai 400 ventilator dan harus digunakan untuk 38,9 juta populasinya.
Sejauh ini, Kabul melaporkan 7.650 kasus positif Covid-19 dengan 178 korban meninggal. Namun, pemerintah situasinya bisa lebih buruk.
Sebabnya, sistem kesehatan mereka begitu lemah. "Sangat penting jika kami bisa menyelamatkan satu nyawa dengan usaha kami," terang anggota tim, Nahid Rahimi (17).
Dikenal sebagai "Afghan Dreamers", gadis-gadis itu berasal dari Provinsi Herat, lokasi di mana kasus pertama negara itu ditemukan.
Negara itu menjadi hotspot bagi wabah karena letaknya yang berbatasan dengan Iran, episentrum Covid-19 yang berada di Timur Tengah.
Baca juga: Korban Serangan Milisi di Rumah Sakit Afghanistan Meningkat Jadi 24 Orang
Tim yang usianya bervariasi antara 14-17 tahun itu membuat alat bantu pernapasan itu dari mobil Toyota Corolla bekas, dengan rantainya dari motor Honda.
Afghan Dreamers menerangkan, ventilator mereka akan memberi sedikit bantuan bagi pasien di ruang gawat darurat ketika alat utama sedang tidak ada.
"Saya merasa bangga jadi bagian dalam tim yang berusaha melakukan sesuatu untuk mendukung dokter dan perawat. Merekalah pahlawan saat ini," ujar kapten tim, Somaya Faruqi.
Kekurangan alat bantu pernapasan menjadi isu utama di seluruh dunia, dengan harga per unit yang bisa mencapai 50.000 dollar AS (Rp 735,2 juta).
Bagi Afghan Dreamers, mereka mengklaim bisa menciptakan alat bantu itu dengan banderol yang kurang dari 600 dollar AS, atau Rp 8,8 juta.
Baca juga: Milisi Serang Rumah Sakit di Afghanistan, 14 Orang, Termasuk 2 Bayi, Tewas
Dengan toko ditutup dan kota Herat berada dalam keadaan lockdown, maka mereka harus pergi hingga ke provinsi lain untuk mendapatkan suku cadang.