STOCKHOLM, KOMPAS.com - Tindakan lockdown sepertinya tidak memiliki pengaruh besar kepada penduduk Swedia.
Pasalnya, hampir lebih dari separuh rumah-rumah di Swedia, hanya diisi oleh satu penduduk saja.
Itu artinya, masyarakat Swedia sudah terbiasa hidup mandiri dan kurang begitu sosial terhadap satu sama lain.
Misalnya saja, seorang pelatih asal Swedia, Cajsa Wiking yang merasa tidak terlalu terpengaruh dengan prospek menghabiskan waktu sendiri di rumah.
Dia sudah biasa menghabiskan waktunya sendirian di apartemennya di Uppsala.
"Kami cukup pandai tinggal di rumah dan tidak terlalu sosial dibandingkan budaya lain. Sehingga, membuat (lockdown) terasa lebih mudah bagi kami," katanya.
Wiking mengaku, dengan sendirian di rumah, dia sudah terbiasa mengatur lemarinya, berolahraga di dalam rumah dan banyak membaca buku.
Baca juga: Cara Kontroversial Swedia Lawan Virus Corona
Dilansir dari BBC, pada umumnya orang Eropa, usia anak yang boleh keluar dari rumah orangtuanya dimulai dari usia 26 tahun.
Namun di Swedia, anak usia 18 dan 19 tahun sudah bisa tinggal di apartemen sendiri.
Tinggal di rumah atau apartemen sendiri di Swedia sudah merupakan budaya yang menjadikan hal itu proporsi tertinggi di Eropa.
Terbiasa di rumah dipercaya beberapa ahli mampu membendung penyebaran virus corona. Terlebih lagi, beberapa negara di Eropa sedang mengalami puncak wabah.
Lebih tidak memungkinkan lagi bagi keluarga besar di Swedia untuk berkumpul satu atap.
Seorang profesor ahli bidang penyakit menular di Universitas Uppsala mengatakan, "Jika dalam satu rumah tangga terdapat beberapa generasi, tentu akan mempercepat penyebaran virus.
Tapi banyak orang lajang di Stockholm, dan beberapa kota besar di Swedia. Sehingga agak memperlambat laju penyebaran sedikit."
Selain terbiasa tinggal mandiri di rumah atau apartemen, rupanya budaya Swedia lainnya di tempat umum juga tidak terlalu sosial.
Misalnya, orang Swedia akan menghindari duduk dekat dengan orang lain di transportasi umum.
Baca juga: WHO Gunakan Istilah Physical Distancing, Ini Bedanya dengan Social Distancing
Mereka bahkan tidak biasa memulai obrolan ringan dengan orang asing di toko-toko mau pun kafe.
Menurut seorang penulis budaya Swedia, Lola Akinmade Åkerström, Jarak sosial sudah turun menurun berada dalam tradisi masyarakat Swedia.
Secara alami, masyarakat Swedia sudah saling memberi ruang fisik bagi satu sama lain, jauh sebelum virus corona melanda negeri itu.
Bahkan rasa sakit kepala ringan saja membuat warga Swedia merasa lebih nyaman tinggal di rumah. Apalagi jika merasakan gejala ringan virus corona.
Di banyak perusahaan di Swedia bahkan meminta pegawainya untuk istirahat di rumah jika mereka memiliki batuk atau demam. Hal itu dilakukan untuk mengurangi penyebaran penyakit di antara pegawai perusahaan.
Padahal, dibandingkan negara lain, upah kerja di Swedia jauh lebih 'murah hati'.
Baca juga: Kuliah S2 di Swedia, Beasiswa Ini Tawarkan Gratis Kuliah dan Tunjangan Hidup
Di Swedia, penanganan terhadap virus corona jauh berbeda daripada negara Eropa lainnya. Selain sekolah untuk siswa di bawah 16 tahun masih tetap dibuka, pusat belanja dan pub juga masih beroperasi.
Restoran masih menawarkan layanan meja dan takeaway, meski mereka telah diminta berhenti melayani pemesanan di konter. Dan acara yang dihadiri lebih dari 50 orang telah dilarang.
Perusahaan angkutan umum Stockholm SL mengatakan bahwa pihak mereka mencatat jumlah penumpang kereta bawah tanah dan kereta komuter turun 50 persen sejak pekan lalu.
Tiga perempat orang Swedia saling menjaga jarak satu meter dari yang lain dalam beberapa waktu.
Orang Swedia juga belum melakukan panic buying seperti yang dilakukan warga negara lain.
Meski begitu, tidak semua orang Swedia menganggap serius virus corona. Menurut Wiking, dia masih melihat banyak orang (yang mengunggah foto di media sosial) mengadakan pesta ulang tahun dengan sekitar 50 tamu.
Di foto itu tampak mereka berkumpul, bermain-main, mengira tidak ada masalah dengan virus corona.
"Jadi saya pikir, pasti masih ada masalah di sini. Meski berbeda dengan negara lain," kata Wiking.
Seorang produser TV, Christoffer Carringer (29) di Stockholm juga mengatakan kalau kebanyakan orang yang dia kenal kini telah bekerja dari rumah.
"Orang-orang sangat tertarik untuk mencoba bertemu. Mungkin karena kurang interaksi sosial yang dialami melalui pekerjaan," ujar Christoffer.
Teman-teman Christoffer lainnya juga berusaha bertanggung jawab dengan pergi ke pub hanya berdua atau bertiga dan menghindari tempat yang paling ramai.
Baca juga: Duterte Perintahkan Polisi Tembak Mati Perusuh Lockdown Virus Corona
Beberapa ahli virologi seperti Profesor Björn Olsen meminta pihak berwenang Swedia untuk mengikuti negara lain dengan menutup semua akses secepat mungkin.
Olsen rupanya tidak setuju dengan prediksi Otoritas Kesehatan Masyarakat Swedia bahwa populasi akan cepat membangun kekebalan (herd immunity).
Alasan itu dinilai Olsen akan memakan waktu lebih lama dari setahun. Dia juga sangsi kalau tingkat infeksi akan turun selama bulan-bulan musim panas yang lebih hangat.
Sementara itu, lebih dari dua pertiga orang Swedia sebenarnya sudah bekerja secara daring dari rumah dalam beberapa waktu.
Negara Nordik memang dikenal sebagai salah satu ekonomi digital paling maju di Uni Eropa dan memiliki latar belakang inovasi yang kuat.
Menurut The Swedish Internet Foundation, sekitar sepertiga orang bekerja dari ruumah di Swedia, pada setiap hari atau tiap minggunya.
Broadband yang cepat dan tersebar luas telah bekerja sama dengan kebijakan sosial dan perusahaan yang memperjuangkan pekerjaan fleksibel jarak jauh sebagai bagian dari gaya hidup yang lebih seimbang dan lebih setara dalam gender.
Di Swedia sendiri kini tercatat memiliki 4.947 kasus infeksi akibat virus corona dengan angka kematian mencapai 239 jiwa. Sebanyak 103 orang dilaporkan sembuh dari penyakit ini.
Baca juga: Dokter Ai Fen, Pengungkap Pertama Virus Corona, Dikabarkan Menghilang
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.