Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Berharap Solusi Damai di Selat Taiwan

Hal itu tertuang dalam buku putih China berjudul, “The Taiwan Question and China’s Reunification in the New Era”, Agustus 2022. Komitmen tersebut kemudian dipertegas lagi dalam kongres Partai Komunis China (PKC) pada 16 Oktober 2022, bahwa China tidak mengesampingkan opsi militer terkait persoalan Taiwan.

Dirilisnya buku putih tersebut merupakan bagian dari respons China atas kunjungan Nancy Pelosi, ketua DPR Amerika Serikat (AS), ke Taiwan pada 2 Agustus 2022. China juga melakukan latihan militer yang mengelilingi zona perbatasan laut dan udara Taiwan. Disebutkan, latihan ini merupakan salah satu yang terbesar dengan menggunakan peluru jarak jauh dan peluncuran uji coba rudal konvensional.

Masalah Taiwan dan Dukungan AS

Di sisi lain, kehadiran Nancy Pelosi membawa pesan bahwa AS berkomitmen mendukung demokrasi Taiwan. China selalu merespon dengan latihan militer setiap kali ada intervensi dari pihak eksternal atau great power seperti AS terhadap Taiwan.

Contohnya, krisis uji coba misil 1995-1996, menyusul kunjungan mantan Presiden Taiwan Lee Teng-hui ke AS. Hal itu membuktikan betapa sensitifnya hubungan lintas-selat itu, situasi bisa memburuk hanya dalam semalam (Jiang, 2017). Selat Taiwan memisahkan Pulau Taiwan dengan daratan China (lebarnya 160km).

Kunjungan Nancy Pelosi menarik perhatian global karena dilakukan di tengah perang Rusia-Ukraina yang dimulai sejak 24 Februari 2022. Beberapa pakar mengemukakan bahwa ketegangan berikutnya setelah perang Rusia-Ukraina tertuju ke Selat Taiwan.

Memang harus diakui, perang Rusia-Ukrania agak berbeda dengan ketegangan di Selat Taiwan, seperti yang berulangkali dinyatakan China. China menganggap, masalah Taiwan merupakan persoalan domestik. Namun, di sisi lain, ada persamaan, misalnya faktor dukungan AS dan Barat.

Pada berbagai kesempatan, Presiden AS, Joe Biden, menyatakan secara terbuka bahwa AS akan membela Taiwan jika China menginvasi Taiwan. Hal itu misalnya dinyatakan Biden saat ditanya wartawan dalam kunjungannya ke Jepang. Biden mengatakan, AS akan bersedia menggunakan kekuatan untuk mempertahankan Taiwan melawan China (3 Mei 2022).

Pada kesempatan yang lain, ketika wawancara dengan wartawan CBS dalam program “60 Minutes”, Biden mengatakan pasukan AS akan membela Taiwan yang demokratis jika terjadi invasi China. Ini pernyataannya yang keempat dan paling eksplisit tentang masalah tersebut sejak Biden menjabat (japantimes.co.jp, 19 September 2022).

Terkait bantuan ke Ukrania, AS sejauh ini hanya mengirimkan bantuan senjata dan keuangan ke negara itu. Menurut Biden, jika China menginvasi Taiwan, AS akan menurunkan personel militernya.

China kemudian melakukan latihan militer lanjutan pada akhir Desember 2022, lagi-lagi karena dukungan AS terhadap Taiwan yang mengesahkan Undang-Undang Otorisasi Pertahanan Nasional (NDAA) yang baru. Dalam undang-undang keamanan baru tersebut diatur tentang bantuan keamanan dan penyediaan senjata jalur cepat senilai 10 miliar dollar.

Sebagai bagian dari UU tersebut, ada desakan dari AS agar Taiwan mempersiapkan diri terhadap segala kemungkinan potensi invasi China terhadap Taiwan. Salah satunya adalah memperpanjang masa wajib militer bagi anak-anak muda Taiwan, dari 4 bulan menjadi 1 tahun penuh yang biayanya ditanggung sepenuhnya negara.

Hal itu akan dimulai di awal tahun 2024. Sebagian kalangan anak-anak muda, sebenarnya kurang menyukai hal itu. Namun, Pemerintah Taiwan tidak bisa mengelak, karena hal itu juga permintaan AS.

Wajib militer itu boleh dikatakan sebagai persiapan pertahanan diri jika Taiwan nanti berhadapan langsung dengan China. Taiwan ingin benar-benar siap tanpa atau dengan bantuan negara lain.

China dengan kata lain merasa diganggu terus oleh AS. Seperti sebuah takdir dalam perebutan dominasi dalam sistem politik internasional. China sangat khawatir dengan keamanannya.

Sebaliknya, AS merasa tidak nyaman dengan meningkatnya kemampuan China di segala bidang; ekonomi, militer, teknologi, dan lain sebagainya. Dalam laporan terbaru, Departemen Pertahanan AS memprediksi bahwa dalam lima tahun ke depan hanya China yang berpotensi menyaingi kemampuan AS, bukan Rusia, dan isu Taiwan merupakan salah satu titik hotspot persaingan AS-China.

Sejak saat itu, ROC menerapkan yurisdiksi efektif atas Taiwan dan sejumlah pulau lain yang dikelola ROC, dan China daratan membentuk pemerintahan Republik Rakyat China (PRC) pimpinan Mao Zedong. Dalam hal ini, pihak berwenang di Beijing tidak pernah menjalankan kedaulatan atas Taiwan atau pulau lain yang dikelola ROC (taiwan.gov.tw).

Sampai tahun 1971, pemerintahan ROC yang mewakili China dalam kedudukannya sebagai salah satu anggota dewan keamanan tetap Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Namun setelah itu digantikan pemerintahan China (PRC) dan ROC keluar dari PBB.

Berdasarkan konsensus tahun 1992, ROC dan PRC menyepakati kebijakan satu China (One China Policy) atau “One Country Two System”. Namun, kedua belah pihak menginterpretasikannya secara berbeda.

Seiring dengan pertumbuhan ekonomi China yang terus meningkat, pihak pemerintahan PRC ingin menyatukan kembali China dan Taiwan di bawah prinsip One China Policy atau One Country Two System.

Persoalannya mayoritas rakyat Taiwan tidak ingin bersatu dengan China. Survei yang dilakukan dari tahun ke tahun mayoritas penduduk Taiwan mengidentifikasi diri sebagai orang Taiwan bukan China.

Ketegangan yang masih terus akan berlanjut di Selat Taiwan tentu mengkhawatirkan semua pihak. China dan Taiwan, berdasarkan pernyataan kedua belah pihak, tidak menginginkan adanya perang, namun China sesuai dengan perkembangan terakhir seperti yang disebutkan di atas berkomitmen untuk unifikasi kedua belah pihak di masa mendatang.

Indonesia tentunya sangat berkepentingan agar ketegangan di Selat Taiwan tidak berlanjut, apalagi sampai terjadi perang, sebab ada sekitar 300.000 pekerja Indonesia dan 13.804 pelajar Indonesia di Taiwan. Tidak terbayang bagaimana sulitnya evakuasi seandainya terjadi perang.

Pilihan terbaik saat ini tentu tetap mempertahankan status quo selama waktu tertentu hingga kedua belah pihak menemukan formula yang tepat untuk perdamaian sejati. Pada sisi lain, masa depan Taiwan sangat tergantung pada AS. Sejauh ini AS tampaknya mempertahankan kebijakan ambigu terhadap hubungan lintas selat.

Provokasi sedikit saja dari AS bisa meletupkan bara api kapan saja di Selat Taiwan. AS tentunya tidak menginkan juga unifikasi Taiwan-China sebab akan menjadikan China menjelma menjadi negara yang benar-benar superpower. AS menghindari hal itu, sebab AS ingin duduk sendiri dalam hierarki sistem internasional.

Kita hanya berharap perdamaian menjadi cita-cita bersama di kawasan ini dan mengesampingkan perang. Taiwan bukan Ukraina Asia.

https://www.kompas.com/global/read/2023/02/01/152827070/berharap-solusi-damai-di-selat-taiwan

Terkini Lainnya

Israel Kerahkan Tank ke Rafah, Ambil Alih Kontrol Perbatasan

Israel Kerahkan Tank ke Rafah, Ambil Alih Kontrol Perbatasan

Global
Serangan Rusia di Sumy Ukraina Tewaskan 1 Warga Sipil, 2 Anak Luka-luka

Serangan Rusia di Sumy Ukraina Tewaskan 1 Warga Sipil, 2 Anak Luka-luka

Global
Otoritas Keselamatan Udara AS Selidiki Pemeriksaan Pesawat Boeing

Otoritas Keselamatan Udara AS Selidiki Pemeriksaan Pesawat Boeing

Global
Kesalahan Teknis. Boeing Tunda Peluncuran Kapsul Luar Angkasanya

Kesalahan Teknis. Boeing Tunda Peluncuran Kapsul Luar Angkasanya

Global
5 Teknologi Tertua di Dunia yang Masih Digunakan

5 Teknologi Tertua di Dunia yang Masih Digunakan

Global
AS, Inggris, dan Sebagian Besar Negara Uni Eropa Tak Akan Hadiri Putin

AS, Inggris, dan Sebagian Besar Negara Uni Eropa Tak Akan Hadiri Putin

Global
Israel Larang Al Jazeera, Kantor Ditutup dan Siaran Dilarang

Israel Larang Al Jazeera, Kantor Ditutup dan Siaran Dilarang

Global
Militer Israel Ambil Alih Kendali Penyeberangan Rafah dari Gaza ke Mesir, Ada Maksud Apa?

Militer Israel Ambil Alih Kendali Penyeberangan Rafah dari Gaza ke Mesir, Ada Maksud Apa?

Global
Rafah, Kota Oasis di Sinai-Gaza yang Terbelah Perbatasan Kontroversial

Rafah, Kota Oasis di Sinai-Gaza yang Terbelah Perbatasan Kontroversial

Internasional
Hari Ke-12 Sidang Uang Tutup Mulut, Trump Diperingatkan Bisa Dijatuhi Hukuman Penjara

Hari Ke-12 Sidang Uang Tutup Mulut, Trump Diperingatkan Bisa Dijatuhi Hukuman Penjara

Global
Remaja Ini Temukan Cara Baru Buktikan Teorema Pythagoras Pakai Trigonometri, Diremehkan Para Ahli

Remaja Ini Temukan Cara Baru Buktikan Teorema Pythagoras Pakai Trigonometri, Diremehkan Para Ahli

Global
Dituduh Mencuri, Tentara AS Ditangkap di Rusia

Dituduh Mencuri, Tentara AS Ditangkap di Rusia

Global
Isi Usulan Gencatan Senjata di Gaza yang Disetujui Hamas, Mencakup 3 FaseĀ 

Isi Usulan Gencatan Senjata di Gaza yang Disetujui Hamas, Mencakup 3 FaseĀ 

Global
Sisa-sisa Kerangka Manusia Ditemukan di Bunker Perang Dunia II

Sisa-sisa Kerangka Manusia Ditemukan di Bunker Perang Dunia II

Global
Protes Gaza Kampus AS: Rusuh di MIT, Wisuda Sejumlah Kampus Pertimbangkan Keamanan

Protes Gaza Kampus AS: Rusuh di MIT, Wisuda Sejumlah Kampus Pertimbangkan Keamanan

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke