Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Cara Korea Selatan Atasi Sampah Plastik, Produsen dan Konsumen Punya Kewajiban Ini

Director of Daejeon Green Environment Center Prof. Yong-Chul Jang mengatakan, Asia memiliki area polusi sampah yang sangat tinggi di dunia.

“Mengapa terjadi pencemaran plastik? Karena ekonomi kita sangat bergantung pada ekonomi yang linier dengan plastik. Yang berarti produksi massal, konsumsi massal, dan pembuangan massal,” kata dia dalam Workshop Keempat Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea Batch 2, yang diselenggarakan oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) bersama Korea Foundation, beberapa waktu lalu.

Yong mengatakan banyak negara yang masih berjuang untuk mengatasi persoalan sampah plastik.

“Di dunia, 80 persen plastik masuk ke tempat pembuangan akhir. Namun hanya 9 persen yang didaur ulang,” ungkapnya.

Meski begitu, beberapa negara sudah mulai melakukan daur ulang sampah plastik dan dijadikan sebagai bahan bakar tambahan. 

“Banyak negara yang menggunakan sampah plastik ini sebagai bahan bakar tambahan energi,” ujar dia.

Yong mengatakan ada kendala yang dihadapi sejumlah negara dalam pengelolaan sampah plastik.

“Ini karena tingkat pengumpulan sampah yang rendah dan kurangnya kesadaran. Jadi ada beberapa penghalang dalam pengelolaan sampah, terutama di negara-negara Asia,” ungkapnya.

Mengatasi sampah dengan sistem EPR

Yong mengatakan sistem Extended Producer Responsibility (EPR) menjadi salah satu solusi utama memerangi limbah plastik. Sistem EPR ini diadopsi banyak negara maju sejak akhir tahun 1990an.

“Sistem ini adalah memperluas tanggung jawab produsen. Itu berarti produsen harus lebih bertanggung jawab atas produk mereka. Tidak hanya menjual tapi harus mengumpulkan sampah plastik dan mendaur ulang. Itulah konsep dan definisi EPR,” terang dia.

Yong mengatakan ada beberapa jenis sampah yang menjadi target EPR. Namun yang paling utama adalah sampah plastik.

“Kemasan plastik, elektronik, ban kendaraan, dan baterai, itu adalah target EPR yang umum. Tapi plastik adalah salah satu item utama dalam target EPR," katanya. 

“Bahkan negara berpendapatan menengah dan rendah tertarik dengan kebijakan EPR ini,” kata dia.

Jurus Korea Selatan atasi sampah plastik

Yong mengatakan Korea Selatan telah mengadaptasi sistem EPR sejak tahun 2003. Hampir 20 tahun menerapkan EPR.

“Jadi tahun depan 20 tahun pengoperasian EPR. Begitu banyak logam, botol kaca dan botol PET (polyethylene terephthalate), dan banyak bahan kemasan plastik, masuk dalam sistem EPR ini. Termasuk juga elektronik dan baterai juga ada dalam target dengan sistem EPR,” kata dia.

Yong menjelaskan produsen dan konsumen memiliki tanggung jawab dalam penerapan EPR di Korea Selatan. Produsen wajib mengumpulkan dan mendaur ulang 80 persen sampah dari produknya.

“Katakanlah produsen manufaktur. Anda mengirimkan botol PET ke pasar. Misalkan Anda menjual 10.000 ton botol PET di pasar. Maka Anda harus mengumpulkan dan mendaur ulang 80 persen atau 8.000 ton yang harus dikumpulkan untuk didaur ulang. Jika tidak, Anda akan mendapatkan hukuman dari pemerintah,” jelasnya.

Pemerintah Korea Selatan juga meminta agar produsen mengurangi kemasan botol berwarna untuk produk-produknya.

“Botol plastik bening lebih disarankan,” ungkap Yong.

Selain itu, konsumen juga diwajibkan untuk memilah sampah untuk nantinya dibawa ke tempat pengumpulan sampah.

“Jika tidak, mereka akan mendapatkan sanksi dari pemerintah daerah berupa denda maksimal sekitar 1.000 dollar AS. Jadi ada sejumlah besar denda yang harus mereka bayar jika tidak mengikuti peraturan,” ungkapnya.

Yong menyebut warga Korea Selatan memiliki kesadaran yang tinggi terkait lingkungan hidup. Selain itu, pemerintah pusat dan daerah juga telah membuat pedoman terkait sampah bagi konsumen dan rumah tangga.

“Jadi setiap kota memiliki infrastruktur pemisahan sampah untuk rumah tangga dan kami telah menerapkan praktik pemisahan pemilahan yang sangat bersih,” beber dia.

Hingga 2021, Korea Selatan telah mendaur ulang sampah plastiknya hingga ratusan ribu ton. Hasil daur ulang sampah itu salah satunya dijadikan sebagai sumber pembangkit listrik.

“Sampai tahun 2021 tercatat, Korea Selatan sudah mendaur ulang sampah plastik sebanyak 943.000 ton,” kata Yong.

Mengurangi sampah di Indonesia

Indonesia pun tak luput dari persoalan sampah. Tidak sulit untuk menemukan sampah plastik di sejumlah wilayah.

Deputi Bidang Perekonomian, Kementerian PPN/Bappenas Republik Indonesia, Amalia Adininggar Widyasanti, mengatakan pengurangan sampah perlu didukung oleh ekosistem dan melibatkan semua pihak.

“Kita tidak bisa melakukannya sendiri. Maksud saya karena ketika kita melakukannya sendiri dan kemudian ketika ada pengumpulan sampah, dan rantai pengolahan sampah tidak didukung maka itu akan sia-sia,” katanya.

Dia menyebut Provinsi Bali saat ini cukup baik dalam pengelolaan sampah. Dalam hal ini, pemisahan sampah rumah tangga sudah dilakukan.

“Ada seperti hari-hari khusus untuk mengumpulkan sampah organik. Kemudian di hari lain sampah nonorganik,” tuturnya.

Amalia mengatakan perlu dibangun ekosistem dan komitmen dari masyarakat agar sukses mengolah sampah.

“Salah satu yang terpenting adalah mengubah pola pikir masyarakat secara bersama-sama. Jadi harus kerja sama. Ini tidak bisa menjadi upaya individu. Tapi sekali lagi kita bisa mulai dari komunitas kecil,” tuturnya.

Director of Daejeon Green Environment Center Prof. Yong-Chul Jang tanpa kesadaran yang baik dan pengumpulan sampah yang sesuai maka orang akan tetap membuang sampah semaunya.

“Saya pikir untuk Indonesia mungkin harus ada semacam proyek demontrasi pengelolaan untuk menyesuaikan situasi yang ada,” kata dia.

Kemudian dia menekankan pentingnya melibatkan sejumlah pemangku kepentingan. Dengan begitu pengurangan sampah bisa dilakukan.

“Tidak hanya konsumen dan rumah tangga tetapi juga produsen dan pemerintah daerah, dan seluruh warga negara. Saya pikir itu saran dari saya,” jelas Yong.

https://www.kompas.com/global/read/2022/12/08/143000670/cara-korea-selatan-atasi-sampah-plastik-produsen-dan-konsumen-punya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke