KABUL, KOMPAS.com - Pemimpin tertinggi Taliban Hibatullah Akhundzada menyerukan pada Jumat (1/7/2022) agar dunia berhenti memberi tahu mereka bagaimana menjalankan Afghanistan.
Dia pun bersikeras bahwa hukum syariah adalah satu-satunya model untuk negara Islam yang sukses.
"Mengapa dunia mencampuri urusan kita?" tanyanya dalam pidato selama satu jam yang disiarkan oleh radio pemerintah sebagaimana dilansir AFP.
"Mereka mengatakan 'mengapa kamu tidak melakukan ini, mengapa kamu tidak melakukan itu?' Mengapa dunia ikut campur dalam pekerjaan kita?"
Akhundzada tidak pernah difilmkan atau difoto di depan umum sejak Taliban kembali berkuasa pada Agustus lalu. Dia dikatuhi tak lain hanya melalui satu foto tunggal tak bertanggal dan beberapa rekaman audio pidato, dan hampir tidak memiliki jejak digital.
Namun para analis mengatakan mantan hakim pengadilan syariah tersebut memiliki pegangan yang kuat pada gerakan tersebut. Dia juga menyandang gelar "Panglima Setia".
Pemimpin Taliban itu jarang meninggalkan Kandahar, tempat kelahiran dan jantung spiritual Taliban.
Dalam kemunculannya yang langka ini, dia berpidato di depan pertemuan besar para ulama di ibu kota Afghanistan yang dipanggil untuk mengikuti kekuasaan kelompok garis keras itu.
Lebih dari 3.000 ulama berkumpul di Kabul sejak Kamis (1/6/2022) untuk pertemuan tiga hari khusus laki-laki. Penampilan Akhundzada telah dikabarkan selama berhari-hari - meskipun media dilarang meliput acara tersebut.
Kedatangannya di aula pertemuan disambut dengan sorak-sorai dan nyanyian, termasuk "Hidup Imarah Islam Afghanistan", nama Taliban untuk negara itu.
Akhundzada tidak menyebutkan subjek yang banyak disorot dunia internasional soal hak-hak perempuan dalam pidatonya.
Sebagian besar kotbahnya terbatas pada menyuruh umat beriman untuk secara ketat, menjalankan prinsip-prinsip agaman dalam kehidupan dan pemerintahan.
Aktivis hak-hak perempuan mengecam kurangnya partisipasi mereka.
"Perempuan harus menjadi bagian dari keputusan tentang nasib mereka," kata Razia Barakzai kepada AFP, Kamis (30/6/2022).
Kemunculan Akhundzada terjadi seminggu setelah gempa kuat melanda bagian timur negara itu, menewaskan lebih dari 1.000 orang dan menyebabkan puluhan ribu kehilangan tempat tinggal.
Parahnya kerusakan membuat Taliban telah mengajukan permohonan bantuan kepada dunia internasional.
Masalah pendidikan perempuan tidak disebut
Tidak ada wanita yang menghadiri pertemuan ulama tersebut. Tetapi sumber Taliban mengatakan kepada AFP minggu ini bahwa masalah pelik seperti pendidikan anak perempuan - yang telah membagi pendapat dalam gerakan itu - akan dibahas.
Sejak kembalinya Taliban, gadis-gadis sekolah menengah telah dilarang mengenyam pendidikan dan perempuan diberhentikan dari pekerjaan pemerintah.
Perempuan Afghanistan juga dilarang bepergian sendiri, dan diperintahkan untuk mengenakan pakaian yang menutupi segala sesuatu kecuali wajah mereka.
Taliban juga melarang memutar musik non-religius, melarang penggambaran sosok manusia dalam iklan, memerintahkan saluran TV untuk berhenti menayangkan film dan sinetron yang menampilkan wanita tanpa busana tertutup.
Kelompok ekstremis itu juga mengatakan kepada pria Afghanistan bahwa mereka harus mengenakan pakaian tradisional dan menumbuhkan janggut mereka.
Di Jenewa pada Jumat (1/7/2022), kepala hak asasi manusia PBB mendesak Taliban untuk melihat ke negara-negara Muslim lainnya, untuk mendapatkan inspirasi dalam meningkatkan hak-hak perempuan dalam konteks agama.
Dalam pertemuan dewan PBB mendesak yang membahas situasi perempuan dan anak perempuan di Afghanistan, Michelle Bachelet mengatakan "hak-hak mereka mengalami kemunduran paling signifikan dan cepat dalam dalam sejarah beberapa dekade."
"Saya sangat mendorong otoritas de facto untuk terlibat dengan negara-negara mayoritas Muslim dengan pengalaman dalam mempromosikan hak-hak perempuan dan anak perempuan, sebagaimana dijamin dalam hukum internasional, dalam konteks agama itu," katanya.
Akhundzada mengatakan Taliban memenangkan Afghanistan, tetapi tergantung pada "ulama" - para cendekiawan agama - untuk bisa menasihati para penguasa baru tentang cara menerapkan hukum syariah dengan benar.
"Sistem syariah berada di bawah dua bagian - ulama dan penguasa," katanya.
“Jika para ulama tidak menasihati penguasa untuk berbuat baik, atau para penguasa menutup pintu terhadap para ulama, maka kita tidak akan memiliki sistem Islam.”
Diyakini berusia 70-an, Akhundzada berbicara dengan nada terukur yang kuat, kadang-kadang batuk atau berdeham.
https://www.kompas.com/global/read/2022/07/02/124500970/muncul-pasca-gempa-dasyat-pemimpin-taliban-minta-dunia-jangan-ikut-campur