Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Tak Ada Warisan Amerika di Afghanistan

Menurut Biden, patokanya adalah Osama Bin Laden. Pertanyaannya, Osama sudah tamat sepuluh tahun lalu (2011), lantas mengapa Amerika masih ada di sana sampai 2021?

Bukankah ketika itu Joe Biden masih berkuasa bersama Obama, merayakan kematian Osama di Gedung Putih, persis seperti kesumbringahan wajah Hillary Clinton ketika mengetahui Kolonel Khaddafi digeruduk pemberontak Libya yang didukung Amerika.

Tanpa menginjakan kaki di Libya, tanah bekas kekuasaan Kolonel Khaddafi berakhir dengan perang saudara plus dilengkapi latar regional great game yang menakutkan dari tentara-tentara bayaran Jenderal Khalifa Attar. Apalagi dengan menginjakkan kaki seperti di Aghanistan dan Irak.

Lantas setelah lelah, dengan santai mengatakan target sudah tercapai sepuluh tahun lalu, kami lupa, kini baru ingat. Jadi kami pulang sekarang. Terdengar agak menyebalkan bukan?

Lalu mengapa menurut Bush Yunior tidak? Karena targetnya belum tercapai, katanya. Target Joe Biden terlalu dangkal.

Meletakkan bangunan pemerintahan baru di atas puing-puing pemerintahan lama, yang bersesuaian dengan nilai-nilai Amerika dan tidak lagi dijadikan tempat bersembunyinya musuh-musuh non state Amerika.

Bagi Bush, perang di Afghanistan adalah bagian dari American Crussades. Dan layaknya Ronald Reagen, Amerika harus menjadi "arsenal of democracy." Terdengar sangat ambisius dan American-centris.

Tapi nampaknya Bush bekilah belaka, persis politisi bekingan Military Industrial Complex Amerika lainya.

Bush menginvasi Irak dengan menargetkan senjata pemusnah massal yang katanya milik Sadam Husein.

Targetnya jauh lebih dangkal. Namun kedangkalan yang dibangun atas kebohongan akan tetap tak tercapai.

Tak ada senjata pemusnah massal. Tak ada kaitan Saddam dengan Abu Musab Al Zarkawi. Bukan karena tak ditemukan, tapi memang tak ada.

Pentagon mengirim agen FBI ahli Psikologi Game ke penjara Saddam Hussein, George Piro, untuk menjawab dua pertanyaan itu, yakni soal senjata pemusnah massal dan relasi Saddam dengan Abu Musab Al Zarkawi.

Tapi enam bulan lamanya bergaul dengan Saddam di penjara untuk mendapatkan jawaban meyakinkan. Kedua jawabanya ternyata negatif.

George Piro menolak menyaksikan langsung hukuman gantung Saddam Hussein. Ia dikabarkan menangis di depan tivi di apartemennya menjelang Saddam dieksekusi pengadilan pemerintahan Syiah Irak.

Bush dan timnya pura-pura bodoh dan belaga bodoh mengatasnamakan senjata pemusnah massal.

Tanggal 7 Juni 1981, skuadron 69 Israel dalam “operation opera” terbang ke bagian tenggara kota Baghdad, meluluhlantakan reaktor nuklir Sadam Husein yang hampir jadi.

Amerika mengetahui persis operasi itu, karena diberitahu setelah operasi selesai, persis seperti operasi penghancuran reaktor nuklir Suriah tahun 2007.

Tahun 2003, Amerika tetiba amnesia, atau pura-pura amnesia. Ada senjata pemusnah massal di Irak, katanya. What!

Jadi dengan begitu, jika targetnya adalah nation building, baik Afghanistan maupun Irak, keduanya gagal.

Amerika telah kalah. Sama dengan Vietnam, berdarah-darah tapi gagal mencegahnya menjadi komunis. Bagi penganut paham idealisme politik luar negeri, Bush sudah benar.

Tahun 2017 lalu, mantan adviser Gedung Putih, Elliots Abram, seorang neoconservative, menulis dalam bukunya, "Realism and Democracy. American Foreign Policy after Arab Spring, "Must we, should we, choose sides in a struggle that will belong and complicated and cause us trouble with rulers who might otherwise be useful allies? My own answer is yes, for practical as well as moral reasons."

Abram menyerang kebijakan-kebijakan realis Jimmy Carter dan memberi apresiasi pada Ronald Reagen, Bush senior dan yunior.

Introduction bukunya hampir seratus halaman dengan kutipan paling banyak dari pidato Reagen dan Bush terkait pentingnya mengekspor demokrasi dan hak asasi manusia.

Tahun 2019 lalu, Sean McFate menuliskan unek-uneknya atas perang di Irak di dalam buku "The New Rule of War.”

Dan memang, katanya, Amerika tak pernah menang lagi perang setelah perang dunia kedua. Targetnya tak pernah tercapai.

Vietnam, Grenada, Guatemala, Afghanistan, dan Irak, semuanya memalukan, menghamburkan uang pembayar pajak dan menyia-nyiakan banyak nyawa.

Sehebat apapun pasukan dan teknologi Amerika, tulis Sean, tapi setiap perang tak pernah bisa diduga apa yang akan terjadi di lapangan.

Ada saja gaya dan metode baru yang diperkenalkan lawan. Amerika tak menyangka akan ada Abu Musab Al Zarkawi, yang menjadi anomali Al Qaeda, lalu berbuah ISIS.

Amerika layaknya Rusia yang menyepelekan Ukraina dengan menarget waktu satu minggu untuk menaklukan Kiev. Sampai hari ini, belum ada tanda-tanda Rusia akan menang.

Dikatakan Amerika membuat ISIS, secara tak sengaja iya, karena keteledoran atau kesombongan.

Bagaimana bisa semua tentara Saddam dipecat begitu saja, lalu menaikkan penguasa Syiah di Irak yang dipercayakan menggantung Saddam di pengadilan, live di tivi seluruh dunia. Darah Suni mana yang tidak mendidih.

Bagi Abu Musab Al Zarkawi, yang ditolak oleh Osama saat berniat bergabung dengan Al Qaeda di Afganistan, perang baru dimulai ketika Saddam jatuh.

Bom meledak di mana-mana, tak hanya menarget Amerika, tapi membabi buta, termasuk spot-spot Syiah.

Dan perang sipil dimulai. Tiga tahun kemudian, Zarkawi dihantam bom Amerika. Tapi tak ada yang menyangka, Al Zarakwi hanya anomali yang menjembatani kehati-hatian bom Al Qaeda menuju keberingasan ISIS Al Bagdadi.

ISIS, kata Pangeran Al Faisal kepada Jhon Kerry, adalah jawaban Suni atas keteledoran Amerika memberi kemenangan kepada Syiah di Irak.

Apapun maksudnya, di mata Pangeran Al Faisal, Amerika telah membuka katup pengaman yang bisa membahayakan dunia, utamanya Amerika. Jadi jangan salahkan Wahabi. Boleh jadi maksudnya seperti itu.

Ya, mungkin tak ada yang berani melawan Amerika terang-terangan, tapi banyak yang berani melakukannya secara gelap-gelapan.

Siapa saja atau negara mana saja, bisa menjadi pendonor para teroris pun para tentara bayaran, atau pendonor kampanye sayap super kanan seperti Donald Trump, yang siap merusak demokrasi Amerika dari dalam.

Jadi dalam parameter Sean Mcfate, Bush sudah kalah. Sean menulis, "Winning is not about who killed more enemies or seized more territory. Those factors are irrelevant. The only thing that matters is where you are when the war is over. Did you achieve the objectives you set at the beginning? If the answer is no, then you can’t claim victory."

Faktanya, tak ada nation building di Afghanistan dan Irak, semuanya hanya kelabilan yang dikampanyekan sebagai keberhasilan.

Tak ada pemerintahan yang berhasil, tapi kabur atau takut bernegosiasi di saat lawanya datang. Kabur dan berantakan adalah karena tidak ada "nation building."

Selama 20 tahun yang ada hanya pemerintahan boneka, hidup dari dana pendonor, proyek-proyek dikerjakan sendiri oleh kontraktor luar atau NGO, pengangguran tetap saja tinggi, korupsi meraja lela, warlord-warlord masih menjadi warlord, tak sedikitpun ter-civilianisasi.

Jadi memang tak ada nation building. Jangan salahkan rakyat Afghanistan akhirnya menoleransi kembalinya Taliban.

Pemimpin dipilih langsung tahun 2004, Karzai menolak adanya partai, Washington manut. Tak ada partai politik, berarti tak ada instrumen untuk men-civilianisasi para warlord.

Apa jalan satu-satunya bagi Taliban untuk kembali? Hanya peperangan, karena itulah kemampuan dan skill mereka, sama seperti sejarah para warlord Afghanistan terdahulu. Tak ada yang diubah oleh Amerika.

Taliban tak bisa berubah menjadi partai dan ikut aturan main demokrasi karena tak ada konstestasi partai.

Di mana letak kehebatan negara kampium demokrasi, sampai lupa urgensi partai untuk membangun demokrasi.

Karzai kala itu tak menginginkan adanya oposisi kuat, hanya oposisi perorangan. Karena itu Karzai menolak adanya partai politik.

Dari Karzai ke Ghani, kondisinya sama saja. Bush, Obama, Trump, dan Biden, tak pernah mempersoalkan sisi itu.

Joe Biden boleh jadi ingin “refocus,” kembali mengangkat tema pemerintahan Obama, "Pivot to Asia," alias siap-siap untuk great strategic competition dengan Negeri Tirai Bambu.

Tapi meninggalkan lahan lama yang keadaannya lebih buruk dari sebelumnya adalah sebuah kekalahan tak bertanggung jawab lainnya yang boleh jadi akan dicatat oleh Sean McFate di dalam bukunya nanti.

Intinya, memang tak ada warisan Amerika di Afghanistan.

https://www.kompas.com/global/read/2022/05/24/061000170/tak-ada-warisan-amerika-di-afghanistan

Terkini Lainnya

Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Global
Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Global
Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Global
PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

Global
Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Global
4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

Global
Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Global
Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Global
Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Global
Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Global
Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Global
Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Global
Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Global
Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Global
Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke