BEIJING, KOMPAS.com – Matahari buatan China kembali memecahkan rekor dengan berhasil menyala selama sekitar 17 menit dengan suhu 70 juta derajat Celsius.
Matahari buatan yang dinamakan Experimental Advanced Superconducting Tokamak (EAST) tersebut merupakan reaktor fusi nuklir yang digadang menjadi sumber energi masa depan.
Xinhua melaporkan, inti matahari diyakini memiliki suku sekitar 15 juta derajat Celsius.
Oleh karenanya, suhu yang bisa dicapai matahari buatan China itu dalam percobaan terbaru itu setara lima kali lebih panas daripada matahari betulan.
Rekor terbaru tersebut diumumkan pada Jumat (31/12/2021) oleh peneliti di Institut Fisika Plasma dari Akademi Ilmu Pengetahuan China (ASIPP), Gong Xianzu.
Melansir RT, Selasa (4/1/2022), EAST dirancang untuk meniru proses fusi nuklir yang dilakukan oleh matahari.
Matahari buatan China ini memanfaatkan medan magnet untuk menghasilkan plasma panas dari fusi nuklir.
Sejak pertama kali beroperasi, EAST telah menjadi platform uji terbuka bagi para ilmuwan China dan internasional untuk melakukan eksperimen terkait fusi nuklir.
Berbagai eksperimen EAST dilakukan di ibu kota Provinsi Anhui, Hefei, wilayah timur China.
Sebelumnya, pada Mei 2021, EAST juga diuji dan mencatatkan rekor menghasilkan suhu 120 juta derajat Celsius selama 101 detik.
Pada Juni 2021, EAST kembali diuji dan menghasilkan suhu 160 juta derajat Celcius. Suhu yang dihasilkan ini sepuluh kali lebih panas dari matahari.
Melansir SCMP, fusi nuklir adalah sumber energi bintang. Untuk menciptakan kembali proses itu di bumi dan menjaganya agar tidak meledak adalah tantangan yang serius.
Sebab, gas panas yang dibentuk oleh fusi atom dapat membakar atau melelehkan semua yang tersentuh.
Sedangkan reaksi nuklir menghasilkan sejumlah besar partikel berkecepatan tinggi yang dapat merusak bangunan atau jaringan manusia jika tidak memuat dengan benar.
Terlepas dari tantangan yang sangat serius itu, China melanjutkan pembangunan China Fusion Engineering Test Reactor (CFETR).
Pembangunan reaktor eksperimental tersebut membutuhkan waktu setidaknya 10 tahun. Reaktor ini akan menggunakan medan magnet yang sangat kuat untuk menampung gas atau plasma panas.
Dibangunnya CFETR bertujuan untuk memecahkan masalah teknik yang terlibat dalam pembangunan pembangkit listrik komersial.
Reaktor komersial perlu dijalankan bertahun-tahun bahkan hingga puluhan tahun. Oleh karena itu, para peneliti mencoba menemukan solusi itu EAST beserta reaktor HL-2M.
Ilmuwan utama proyek reaktor fusi nuklir HL-2M, Zhong Luwu dari Southwestern Institute of Physics mengatakan pada China National Radio, bahwa perangkat tersebut menggunakan beberapa teknologi paling canggih yang ditemukan di China.
Zhong mengatakan bahwa HL-2M dapat menahan pengeboman berulang oleh partikel limbah yang dapat dihasilkan oleh gas panas, yang membawa energi dalam jumlah besar.
Akan tetapi, profesor fisika nuklir dari Peking University Wang Yugang mengatakan, beberapa partikel radioaktif yang dihasilkan oleh reaksi fusi nuklir tidak dapat dibendung oleh medan magnet HL-2M.
"Tidak apa-apa untuk dioperasikan dalam jangka pendek," kata Wang.
Energi fusi nuklir telah lama diharapkan dapat mengatasi masalah kekurangan energi, yang secara teori, hidrogen dari air laut dapat digunakan sebagai bahan bakar.
Pengembangan fusi nuklir sebagai sumber energi alternatif telah dimulai sejak 1960-an hingga 1990-an.
Sejumlah penelitian fusi telah dibangun di seluruh dunia. Tetapi dalam beberapa dekade terakhir, fasilitas baru yang bertambah hanya sedikit karena kurangnya kemajuan dan memudarnya harapan itu.
Selain China, proyek eksperimen reaktor fusi nuklir terbesar di dunia sebelumnya adalah International Thermonuclear Experimental Reactor (ITER) di Perancis, tetapi mengalami penundaan.
https://www.kompas.com/global/read/2022/01/06/193100870/mengenal-matahari-buatan-china-rutin-cetak-rekor-baru