Gulafroz Ebtekar merupakan wakil kepala investigasi kriminal di kementerian dalam negeri, dan dianggap role model perempuan Afghanistan.
Oleh milisi, dia dijadikan target setelah menghabiskan lima hari di Bandara Internasional Hamid Karzai Kabul untuk mengamankan evakuasi.
"Saya sudah mengirim ke kedutaan di banyak negara demi menyelamatkan saya dan keluarga, namun tak ada jawaban," ungkapnya.
Gulafroz, perempuan pertama yang lulus dari akademi kepolisian dengan gelar master, menceritakan awalnya dia bertemu dengan seorang tentara AS di bandara Kabul.
Dengan bahasa Inggris yang sedikit terbata-bata, Gulafroz mengatakan dia dan keluarganya tidak aman terus di ibu kota.
Si tentara AS tersebut kemudian mengecek dokumennya. Gulafroz saat itu membawa paspor, KTP, maupun sertifikat kepolisian.
"Si tentara menanyakan kami mau ke mana. Saya menjawab ke mana saja tak penting. Saya ingin ke negara aman supaya saya dan keluarga aman," kata dia.
Prajurit AS itu kemudian menjawab "Okay", dengan salah satunya menunjukkan jalan. Gulafroz berujar awalnya dia hendak dibawa ke pesawat.
Di saat mengantar itulah, terjadi bom bunuh diri yang menewaskan 13 tentara AS dan ratusan warga Afghanistan, dengan ISIS-K mengeklaim pelakunya.
Dilansir Daily Mail, di tengah kepanikan tersebut mereka diminta untuk menjauh. Namun Gulafroz menolaknya.
"Saat itulah si prajurit mengangkat senjata dan mengusir kami. Jadi, kami kembali ke jalanan. Saya tidak ingin hidup saat itu," tuturnya.
Perempuan yang diyakini berusia 34 tahun itu mendapatkan gelar master dari akademi kepolisian di Rusia.
Tetapi, pemerintah "Negeri Beruang Merah" menolak membantu karena Gulafroz tak mempunyai paspor atau tanda pengenal penduduk mereka.
Di tengah penolakan itu, dia kembali rumah dan mendapat kabar dari ibunya bahwa Taliban tengah mencarinya.
Dia kemudian berpindah-pindah untuk menghindari kejaran milisi. Total dia sudah pindah sebanyak tiga kali.
Ketika dia mencoba memberanikan diri kembali untuk mencapai bandara, Taliban malah menyiksanya dengan batu dan senjata.
Milisi sempat memeringatkannya enam bulan lalu melalui surat bahwa dia seharusnya tidak bekerja sebagai polisi.
"Mereka menulis bahwa saya tidak mempunyai hak untuk mendeklarasikan mengenak hak untuk perempuan," ujar Gulafroz.
Dia menjelaskan Taliban akan pernah berubah. Kelompok tersebut tidak ingin wanita bisa bebas dan berpartisipasi di publik.
Gulafroz menuturkan dia adalah satu-satunya wanita yang lulus dari akademi kepolisian dengan gelar master, dan memegang jabatan tinggi.
"Setelah saya, 4.000 orang perempuan mendaftar. Saya tidak takut berbicara terbuka karena saya terbeban apa pun.
https://www.kompas.com/global/read/2021/09/01/163239570/disiksa-secara-brutal-oleh-taliban-polisi-wanita-top-ini-bersembunyi