Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

PBB: Sanksi untuk Myanmar Harus Hati-hati Menargetkan Individu Dalang Kudeta

JENEWA, KOMPAS.com - PBB memperingatkan pada Jumat (12/2/2021) bahwa sanksi untuk kudeta Myanmar harus "dengan hati-hati ditargetkan", untuk menghindari merugikan orang-orang rentan.

"Setiap sanksi yang dipertimbangkan seharusnya berhati-hati menargetkan spesifik individu yang kredibel diduga telah melanggar hak-hak masyarakat," kata wakil kepala hak asasi PBB Nada al-Nashif seperti yang dilansir dari AFP pada Jumat (12/2/2021).

"Para pemimpin kudeta ini adalah fokus yang cocok untuk diberi tindakan semacam itu," ujarnya.

Al-Nashif berbicara di hadapan Dewan Hak Asasi Manusia di Jenewa, menyatakan kekhawatirannya setelah Washington mengumumkan sanksi terhadap para jenderal di balik kudeta pekan lalu di Myanmar. Kemudian, negara lain sedang mempertimbangkan tindakan serupa.

Dia berpidato di sesi khusus dewan yang segera diminta oleh Inggris dan Uni Eropa untuk membahas situasi di Myanmar, setelah militer di sana merebut kendali negara (kudeta) pada 1 Februari.

Sanksi AS mengargetkan Min Aung Hlaing dan para jenderal senior lainnya, dengan Presiden Joe Biden mengumumkan memotong akses militer Myanmar terhadap dana simpanan 1 miliar dollar AS (Rp 13,9 triliun).

Dunia menyaksikan

Kerusuhan besar berlangsung berhari-hari di seluruh kota Myanmar untuk menuntut dikembalikannya pemerintahan Aung San Suu Kyi yang digulingkan.

Kekhawatiran kemudian muncul terhadap taktik polisi yang keras dalam membubarkan demonstran yang sebagian besar melakukan protes dengan damai.

"Dunia sedang menonton," kata al-Nashif memperingatkan.

"Perintah kejam telah dikeluarkan pada pekan ini untuk mencegah aksi damai dan kebebasan berekspresi. Kehadiran polisi dan militer di jalan-jalan telah tumbuh secara progresif selama beberapa hari terakhir," ungkapnya.

"Mari kita perjelas. Penggunaan sembarangan terhadap senjata mematikan atau tidak mematikan untuk melawan aksi massa damai adalah tindakan yang tidak dapat diterima," tandasnya.

Selama sesi pada Jumat ini (12/2/2021), para diplomat akan mempertimbangkan rancangan resolusi yang menuntut pembebasan segera Suu Kyi, yang pada 1 Februari merupakan pemimpin sipil negara secara de facto.

Suu Kyi telah ditahan dengan puluhan dari anggota partainya, National League for Democracy (NLD), termasuk presiden Win Myint.

Akhir jabatan Win Myint menandai satu dekade pemerintahan sipil di Myanmar dan memicu kecaman internasional.

Teks resolusi yang dimaksudkan PBB juga menuntut "pemulihan pemerintahan yang dipilih secara demokratis", dan "pencabutan segera dan permanen pembatasan internet, telekomunikasi, dan media sosial".

Selain itu, mendesak junta militer memberikan "akses penuh dan tidak terbatas" ke Myanmar kepada pengamat hak asasi PBB.

Sementara, rancangan resolusi PBB itu berhenti menyerukan sanksi terhadap para jenderal di balik kudeta.

Mengutip AFP, pengamat mungin telah menyarankan posisi yang lebih kuat itu perlu dihindari dalam teks resolusi PBB, untuk mendapatkan dukungan yang lebih luas di dewan, di mana dukungan konsensus lebih disukai.

https://www.kompas.com/global/read/2021/02/12/195545370/pbb-sanksi-untuk-myanmar-harus-hati-hati-menargetkan-individu-dalang

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke