Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Warga Iran Menanti Hasil Pilpres AS dengan Cemas

TEHERAN, KOMPAS.com  - Pejabat-pejabat terkemuka di Iran mengatakan hasil pemilu AS mendatang bukan masalah tapi banyak warganya di sana menanti dengan cemas.

Melansir Arab News, hasil pemilu bisa saja melanjutkan kekuasaan Donald Trump dengan kampanye "tekanan maksimumnya". 

Atau memenangkan Joe Biden yang meningkatkan kemungkinan AS kembali ke kesepakatan nuklir Iran tahun 2015.

Di bawah kepemimpinan tertinggi Ayatollah Ali Khamenei yang berusia 81 tahun, anti-Amerikanisme mengakar sejak revolusi Islam Iran 1979. Kedua capres AS sama-sama dipandang 'menjijikkan'.

"Amerika memiliki permusuhan yang mengakar terhadap bangsa Iran dan apakah Trump atau Biden yang terpilih, itu tidak akan berdampak pada kebijakan utama AS untuk menyerang bangsa Iran," kata ketua parlemen Mohammad Bagher Qalibaf pada bulan September, menurut kantor berita semi resmi Fars.

Namun sejauh ini, Khamenei sendiri belum berkomentar soal pemilu, meski minat masyarakat Iran meningkat.

Radio yang dikelola pemerintah menyiarkan ulang siaran BBC berbahasa Farsi yang menampilkan debat calon presiden AS secara langsung bahkan ketika Iran terus menargetkan jurnalis penyiar Inggris.

Kepentingan itu diduga termasuk aparat keamanan Iran juga. Pejabat AS menuduh republik Islam itu mengirim surel kepada para pemilih dan berusaha mengintimidasi mereka agar memilih Trump.

Hal itu diperkirakan sebagai upaya menghubungkan presiden dengan campur tangan saat pemilu untuk menyebarkan kekacauan, seperti campur tangan Rusia dalam pemilu Amerika 2016. Teheran sendiri membantah terlibat.

Pusat pemungutan suara milik negara itu, ISPA mengatakan bulan ini bahwa sebanyak 55 persen orang percaya hasil pemilu akan banyak mempengaruhi Iran.

Lebih dari setengah berharap Trump akan menang, sementara yang kelima mengatakan Biden. ISPA mengatakan telah mensurvei lebih dari 1.600 orang melalui telepon, tanpa memberikan margin of error (jumlah kesalahan yang biasa terjadi saat pengambilan sampel dalam survei).

Jika Trump kembali terpilih, skemanya jelas; kampanye tekanannya akan terus diperpanjang termasuk sanksi kepada Khamenei dan pejabat senior lainnya.

Beberapa sanksi memang bersifat simbolis, Khamenei sendiri hanya sekali melakukan perjalanan ke Amerika dan tidak punya rekening bank AS namun sanksi lain dari AS membuat kehancuran ekonomi dan menerjun bebaskan mata uang lokal.

Sebagai langkah perlindungan, Iran mengalirkan dana ke mata uang asing, real estat, logam mulai dan pasar saham yang mencapai rekor tertingginya Agustus lalu.

Sementara Biden, telah membuka kemungkinan untuk kembali ke kesepakatan nuklir di mana Teheran setuju untuk membatasi pengayaan uraniumnya sebagai barter atas diangkatnya sanksi ekonomi AS.

Penandatangan lainnya yang dilakukan Inggris, Perancis, Jerman, Rusia dan China, tetap berkomitmen pada kesepakatan tersebut dan mengizinkan embargo senjata PBB terhadap Iran berakhir sebagai bagian dari kesepakatan itu.

Walaupun, Gedung Putih cenderung mendorong untuk tetap mempertahankan embargo senjata.

Setelah Trump menarik diri dari kesepakatan itu pada 2018 dan menerapkan sanksi yang melumpuhkan, Iran secara terang-terangan meninggalkan perjanjian batasan pengayaan uranium.

Iran menegaskan program nuklirnya bertujuan untuk perdamaian dan masih memungkinkan bagi inspektur Badan Energi Atom Internasional (IAEA) untuk memantau situs atomnya.

Meski begitu, di masa lalu Iran juga mengancam akan meninggalkan perjanjian non-proliferasi nuklir atau bahkan mengusir pengawas internasional.

Baru-baru ini Iran memulai konstruksi di bawah tanah situs nuklir, kemungkinan membangun pabrik perakitan sentrifugal baru setelah serangan sabotase yang dilaporkan di sana awal tahun ini.

https://www.kompas.com/global/read/2020/10/30/213246870/warga-iran-menanti-hasil-pilpres-as-dengan-cemas

Terkini Lainnya

Perang di Gaza, Jumlah Korban Tewas Capai 35.000 Orang

Perang di Gaza, Jumlah Korban Tewas Capai 35.000 Orang

Global
143 Orang Tewas akibat Banjir di Brasil, 125 Lainnya Masih Hilang

143 Orang Tewas akibat Banjir di Brasil, 125 Lainnya Masih Hilang

Global
Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Global
Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Global
Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Global
PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

Global
Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Global
4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

Global
Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Global
Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Global
Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Global
Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Global
Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Global
Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Global
Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke