Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

September 1970: Black September, Peperangan Yordania Melawan Organisasi Pembebasan Palestina

Serangan itu merupakan upaya kerajaan yang dipimpin Raja Hussein dari Dinasti Hashemite untuk merebut lagi wilayah mereka dari PLO.

Dilansir AFP Selasa (15/9/2020), berikut merupakan secuplik kronologi Black September yang berimplikasi pada kemenangan Yordania itu.

Orang Palestina yang Radikal

Kekalahan negara Arab dalam Perang Enam Hari 1967, berdampak pada kemenangan Israel atas Tepi Barat dan kawasan lain, membuat pergerakan Palestina menjadi lebih radikal.

Yasser Arafat, yang kemudian menjadi Ketua PLO pada 1969, mendirikan kamp pelatihan dan militer bagi 40.000 pengikutnya, gerilyawan fedayeen, di Yordania.

Saat itu, Yordania menampung ratusan ribu pengungsi dari Palestina yang harus keluar dari tempatnya setelah Israel dibentuk pada 1948.

Namun, keputusan Yasser Arafat tersebut malah membuat PLO sekaan mendirikan negara di dalam negara dan memberikan kesulitan.

Suasana menjadi tidak aman dengan kabar penembakan menjadi lebih sering di jalanan Amman. Raja Hussein, yang tengah kesulitan mengontrol faksi di militernya, lolos dari upaya pembunuhan.

Pada pertegahan 1970-an, Yordania dan Mesir menerima usul AS, berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB 242, mengenai pengakuan akan Israel.

Tetapi, Palestina menolak proposal tersebut.

Penindakan yang sengit

Pada awal September 1970, Front Populer untuk Pembebasan Palestina (PFLP), gerakan Marxis yang dipimpin George Habash, membajak lima pesawat.

Mereka kemudian menyruh tiga di antatanya mendarat di padang pasir, dan kemudian meledakannya setelah menyuruh ratusan penumpang keluar, dan menyandera puluhan lainnya.

Pada 17 September, Raja Hussein yang berang memerintahkan 50.000 tentara untuk menendang para gerilyawan Palestina dari kerajaannya.

Divisi tank, dengan wajah prajuritnya dihitamkan, membombardir kamp pengungsi dan pusat pelatihan di pinggiran ibu kota Amman.

Keesokan harinya, pertempuran meluas hingga ke Irbid, Zarka, dan al-Ramtha di kawasan utara, disokong oleh serangan artileri.

Suriah pun tak tinggal diam. Mereka mengerahkan kendaraan lapis baja di bagian utara, membuat Hashemite sibuk menghadapi dua medan sekaligus.

Jurnalis AFP yang saat itu berada di lokasi menuliskan, tidak ada rumah yang selamat. Rata-rata hancur karena terjangan peluru dan senjata berat.

"Kamp Wahdat di Amman, yang berfungsi sebagai benteng PFLP, kini hanya seonggok puing-puing yang berasap," tulis si jurnalis saat itu.

Dalam pertempuran tersebut, Amman melaporkan 3.000 milisi Palestina, tentara mereka, dan warga sipil tewas, dengan PLO mengklaim jumlahnya puluhan ribu.

Palestina terusir

Pada 27 September 1970, setelah 10 hari konflik berdarah, sebuah gencatan senjata ditandantangani di ibu kota Mesir, Kairo.

Berdasarkan perjanjian tersebut, sandera tersisa yang ditawan oleh PFLP dibebaskan dua hari kemudian. Namun ada hal lain yang menjadi sorotan.

Merujuk kepada kesepakatan itu, para pejuang Palestina harus tinggal di Yordania. Tak pelak, perang pun berkobar lagi pada Januari serta Maret 1971.

Perdana Menteri Wasfi al-Tel kemudian memaksa Yasser Arafat dan para pengikutnya keluar pada Juli 1971, di mana mereka mengungsi ke Lebanon.

"(Pengusiran) itu tidak terhindarkan. Sebab, pada akhirnya apakah mereka atau kami yang malah terusir dari sini," tegas Raja Hussein.

Pada 1980-an, pada akhirnya sang raja dan Arafat melakukan perdamaian. Namun hingga raja meninggal pada 1999, hubungan mereka tetap diwarnai kecurigaan.

Organisasi Black September

Pada 28 November 1971, PM Tel, yang merupakan tangan kanan raja, dibunuh oleh kelompok radikal Palestina yang tergabung dalam Organisasi Black September.

Grup tersbeut melancarkan berbagai serangan. Namun yang paling mematikan adalah insiden menimpa atlet Israel di Olimpiade Muenchen, 1972.

Pada 5 September 1972, delapan pelaku masuk ke dalam kampung atlet. Mereka menembak mati dua orang dan menyandera smebilan lainnya.

Dalam pernyataannya, mereka mengancam bakal membunuh seluruh tawanan kecuali 232 orang Palestina yang ditahan dibebaskan.

Kepolisian Jerman Barat segera merespons dengan menggelar operasi penyelamatan. Namun, operais itu malah menjadi insiden baru.

Semua sembilan sandera, lima dari delapan pelaku, dan seorang petugas tewas. Peristiwa ini disikapi dengan kemarahan oleh Tel Aviv.

Perdana Menteri Golda Meir kemudian membentuk gugus tugas kecil bernama Komite X, dan merumuskan apa yang disebut sebagai "Operasi Murka Tuhan".

https://www.kompas.com/global/read/2020/09/15/160426270/september-1970-black-september-peperangan-yordania-melawan-organisasi

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke