Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

PM Malaysia Muhyiddin Yassin Rencanakan Pemilu Dini untuk Lumpuhkan Mahathir

Sumber yang merupakan orang kepercayaan Muhyiddin memberitahu Nikkei Asian Review dalam wawancara yang dirilis Senin (06/07/2020), PM ke-8 Malaysia itu membidik Maret 2021 untuk membubarkan parlemen atau Dewan Rakyat.

Pembubaran parlemen oleh Yang di-Pertuan Agong otomatis memicu pemilu dini, dua tahun lebih cepat dari jadwal yaitu pada Mei 2023.

Rawannya Mayoritas Tipis Muhyiddin

Isu pemilu dini memang sudah bergaung sejak 2 bulan terakhir di tengah ketidakpastian politik yang membelah Malaysia, sejak Perikatan Nasional pimpinan Muhyiddin berkuasa pada 1 Maret.

Pemerintahan PM Muhyiddin Yassin hanya menguasai 114 kursi, dengan kata lain mayoritas tipis 2 kursi di parlemen.

Angka ini sangat rawan karena kubu koalisi oposisi Pakatan Harapan (PH) yang memegang 108 kursi sedang sibuk bergerilya melobi parlementarian dari PN untuk berpindah haluan.

Muhyiddin juga sadar benar mustahil baginya untuk terus memerintah hingga 2023 dengan mayoritas tipis, terutama untuk meloloskan anggaran tahunan yang harus dibahas di parlemen.

Tentunya pemilu dini dapat menjadi bumerang berupa kekalahan.

Namun, kubu Muhyiddin sangat optimis karena dukungan tinggi pemilih, terutama dari suku Melayu yang sejauh ini puas dengan kinerjanya khususnya dalam mengatasi wabah Covid-19.

Blok suku Melayu juga merasa pemerintahan PM berusia 73 tahun itu jauh lebih memprioritaskan kepentingan mereka dibanding pemerintahan Pakatan Harapan pimpinan mantan Perdana Menteri Mahathir Mohamad.

Survei terbaru menunjukan tingkat kepuasan warga Melayu terhadap Muhyiddin mencapai angka menakjubkan yaitu 91 persen.

Hanya 35 persen warga Melayu yang puas dengan Mahathir, hal yang sangat ironis karena politisi veteran berusia 94 tahun itu dikenal sebagai pejuang keistimewaan hak-hak Melayu. 

Tak ketinggalan, bersatunya tiga partai Melayu, yaitu Partai Pribumi Bersatu Malaysia (PPBM) pimpinan Muhyiddin serta Partai Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO) dan Partai Islam se-Malaysia (PAS) akan mencegah terpecahnya suara pemilih Melayu seperti pada pemilu May 2018.

Kisruh Perpecahan Pakatan Harapan

Faktor lain yang mendorong Muhyiddin untuk menggelar pemilu dini adalah kisruh perpecahan yang sedang melanda Pakatan Harapan.

Koalisi oposisi sampai saat ini tidak kunjung sepakat mengenai siapa yang akan dicalonkan sebagai Perdana Menteri.

Pertemuan terakhir dewan presidensial Pakatan menyepakati Presiden Partai Keadilan Rakyat (PKR) Anwar Ibrahim sebagai calon PM.

Namun pencalonan Anwar ditentang oleh Mahathir Mahathir yang bersikukuh Anwar tidak akan dapat memenangkan suara blok suku Melayu.

Mahathir sendiri bukan lagi bagian dari Pakatan, namun tetap bersekutu dengan Pakatan bersama dengan 4 parlementarian lain dari mantai partainya Bersatu dan partai regional Warisan yang berkuasa di negara bagian Sabah. Persekutuan politik ini kerap disebut Pakatan Plus. 

Politisi berjuluk Dr M itu awalnya menominasikan dirinya sebagai calon PM dengan janji akan menyerahkan kekuasaan kepada Anwar setelah 6 bulan memerintah. Namun usul ini ditolak Anwar dan PKR.

Sebagai jalan tengah, Mahathir memilih mundur dari bursa PM dan mencalonkan Pemimpin Partai Warisan yang juga Menteri Besar Sabah Shafie Apdal sebagai calon PM Pakatan di mana Anwar dan putra Mahathir Mukhriz Mahathir menjadi Deputi PM.

Ide ini juga ditanggapi dingin oleh Anwar Ibrahim.

Panas dinginnya hubungan Mahathir dan Anwar dinilai akan mempersulit upaya Pakatan untuk merebut kembali Putrajaya dari tangan Muhyiddin,

Parlemen dijadwalkan bersidang pekan depan di mana keretakan koalisi Pakatan akan diuji lebih lanjut melalui mosi untuk mengganti Ketua Parlemen yang diajukan Muhyiddin dan mosi tidak percaya yang dilempar Mahathir terhadap pemerintahan Muhyiddin.

https://www.kompas.com/global/read/2020/07/07/172910670/pm-malaysia-muhyiddin-yassin-rencanakan-pemilu-dini-untuk-lumpuhkan

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke