Semangkuk nasi campur Bali dengan bebek betutu gaya Twalen hadir di hadapan saya,
bersama dengan minuman es gula batu berwarna magenta tipis.
Aroma rempah dan gurih langsung semerbak saat saya membuka penutupnya. Saya tersenyum.
Tampilannya sungguh menggoda dan penuh dengan hasutan akan sesuatu yang sedap.
Bebek betutu yang disuwir terlihat lembab; lawar sayur terlihat segar namun juga agak buram, tanda sudah dibumbui dengan agresif; sambal matah tak mendominasi dan hadir berdampingan dengan sambal mbe yang berkilap minyak.
Begitu juga sate lilit yang tak kuning cerah namun lebih kecoklatan. Semuanya tampak menjanjikan. Sampai akhirnya saya melahap suapan pertama.
Alamak, saya tidak bisa mengingat kapan terakhir kali di Jakarta dan sekitarnya menyantap masakan Bali yang sedap. Selain dari yang saya beli di Pura Amerta Jati di Cinere yang dibuat oleh ibu-ibu di hari Sabtu pagi.
Nasi campur bebek betutu Twalen ini sungguh menawan. Tiap komponen hadir secara tepat dalam konteks rasa, tekstur, aroma hingga porsi.
Mereka tidak saling mendominasi namun saling menari dalam harmoni. Pedasnya tidak dominan, asin gurih juga tak menjadi pemeran utama.
Sambal matah memberikan tekstur renyah ringan bersamaan dengan lawar.
Sementara kacang goreng menghadirkan tekstur renyah agresif serta aroma tanah yang khas.
Semuanya makin cantik ketika dibarengi dengan lembutnya bebek betutu yang masih lembab serta nasi putih yang pulen.
Sungguh sebuah santapan yang eksotis dan menggairahkan, membuat saya tak menunggu waktu lama untuk menghabiskannya.
Belum lagi sate lilit yang menggunakan ikan tenggiri dengan tendensi rasa lebih manis, betul-betul cakap.
Selain nasi campur Bali bebek betutu, Twalen juga menjual ayam betutu serta sate lilitnya saja.
Memang yang mereka sajikan tidak banyak, namun lebih baik seperti ini, sedikit namun fokus.
Saya heran mengapa Twalen tidak memasukkan bisnisnya dalam platform online food
delivery.