Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Filosofi Bubur Merah Putih Khas Tahun Baru Islam, Representasi Perempuan dan Lelaki

Kompas.com - 20/08/2020, 08:05 WIB
Syifa Nuri Khairunnisa,
Yuharrani Aisyah

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Bubur merah putih jadi salah satu sajian yang kerap ditemui di banyak perayaan masyarakat Jawa. Salah satunya perayaan Tahun Baru Islam.

Baca juga: 8 Makanan khas Tahun Baru Islam di Indonesia, dari Bubur Suro sampai Apem

Kehadiran bubur merah putih dalam berbagai perayaan adalah sebagai sesaji. Menurut sejarawan Heri Priyatmoko, sesaji memang jadi salah satu tradisi dalam perayaan atau selamatan yang dilakukan masyarakat Jawa.

“Sesaji itu sarana untuk memohon keselamatan, kelancaran, dan hal-hal penangkal bala kepada Gusti Allah atau Tuhan. Jadi tidak bisa dimaknai sebagai klenik,” ujar Heri ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (11/8/2020).

“Jadi mereka percaya pada Tuhan tapi dengan cara itu tadi, menyajikan aneka sesaji. Salah satunya bubur merah putih,” lanjutnya.

Erat dengan kehidupan awal manusia

Sejarah bubur merah putih ternyata bisa ditarik jauh hingga masa pra-Islam, tepatnya di era Hindu. Bubur merah putih, kata Heri, bahkan sudah ada sebelum masa Serat Centhini.

Keberadaan bubur pada era Hindu ini tercatat bahkan pada prasasti. Itu dibuktikan, kata Heri, lewat adanya catatan tentang cara mengolah jenang atau bubur.

Jenang dianggap jadi makanan yang erat dengan kehidupan manusia yang paling awal. Pasalnya, jenang atau bubur jadi makanan pertama yang dikonsumsi oleh manusia ketika masih bayi. Bahkan sebelum nasi.

“Kemudian kok bisa masuk ke dalam wilayah religi dan ritual? Karena makanan itu bisa hadir bukan hanya pada kepentingan sehari-hari tapi kepentingan religi juga sama,” kata Heri.

Ilustrasi bubur merah putihavelyn / shutterstock Ilustrasi bubur merah putih

Makna bubur merah putih

Sebagai sebuah sesaji, bubur merah putih membawa makna tertentu yang terdapat pada warnanya yang unik.

Warna merah pada bubur merah putih, kata Heri, jadi simbol indung telur. Sementara warna putih menjadi simbol dari sperma.

Kedua warna tersebut jadi representasi perempuan dan laki-laki dalam kehidupan. Tak itu saja, bubur merah putih juga bisa diartikan sebagai simbol kehidupan baru.

Ritual memasak dan pendamping sesaji

Sebagai sebuah sesajen, bubur merah putih juga memiliki beberapa ritual khusus yang harus dilakukan kala membuat bubur merah putih.

Salah satunya adalah sang pembuat bubur merah putih harus dalam keadaan bersih dan suci. Dalam hal ini misalnya, tidak boleh sedang dalam keadaan datang bulan.

Ilsutrasi ayam ingkungoshdr / shutterstock Ilsutrasi ayam ingkung

“Ini mitosnya ya. Tapi kemudian fakta di balik itu adalah masalah kebersihan. Faktanya biar bisa fokus memasak dan kebersihannya terjaga,” jelas Heri.

Sementara untuk pendamping bubur merah putih, Heri menyebut seperti halnya sesajen lain biasanya bubur merah putih juga disajikan bersama dengan rokok kretek, uang koin, dan ayam ingkung.

Pendamping tersebut disebut juga sebagai pengantar doa. Bubur merah putih, rokok kretek, uang koin, dan ayam ingkung ini kemudian diletakkan dalam takir yang merupakan wadah yang terbuat dari daun pisang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com