Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Filosofi Apem pada Tahun Baru Islam, Simbol Kesederhanaan dan Kebersamaan

Kompas.com - 19/08/2020, 16:06 WIB
Syifa Nuri Khairunnisa,
Yuharrani Aisyah

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Masyarakat Jawa biasanya menyajikan kue apem untuk merayakan Tahun Baru Islam.

Kue apem biasa ditemukan dalam gunungan yang akan diarak untuk merayakan Tahun Baru Islam di daerah Jawa Tengah. Nantinya, gunungan apem tersebut akan diperebutkan oleh masyarakat karena dipercaya dapat menjadi berkah.

Baca juga: 8 Makanan khas Tahun Baru Islam di Indonesia, dari Bubur Suro sampai Apem

Sementara masyarakat Karanganyar, Jawa Tengah juga punya tradisi yang melibatkan apem yakni tradisi Wahyu Kliyu, melempar apem ke tikar yang telah dilapisi daun pisang. Tradisi ini untuk memohon anugerah kepada Tuhan.

Apem ada sejak pra-Islam

Namun ternyata, apem tidak hanya bisa ditemukan dalam perayaan Tahun Baru Islam saja tapi juga banyak perayaan dan selamatan lain. Salah satunya adalah ritual Ruah atau bersih desa sebelum Ramadan.

Sejarawan Heri Priyatmoko menjelaskan bahwa apem bahkan sudah ada sejak masa Pra-Islam dan jadi salah satu elemen dalam berbagai ritual masyarakat Jawa. Salah satu alasannya adalah karena bahan pembuatan apem yang mudah didapatkan.

“Artinya enggak perlu ribet. Enggak perlu cari kemana-mana. Makanan tradisional yang bahannya ada di sekitar meraka,” kata Heri ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (11/8/2020).

“Makanya itu mudah sekali hadir enggak hanya saat Suro (Tahun Baru Islam) tapi juga perayaan lain,” sambung dia.

Warga berebut kue apem di Masjid Al Akbar Surabaya, Jumat (3/4/2019)KOMPAS.com/ACHMAD FAIZAL Warga berebut kue apem di Masjid Al Akbar Surabaya, Jumat (3/4/2019)

Apem adalah simbol kesederhanaan pada Tahun Baru Islam

Apem kemudian bisa identik dengan perayaan Tahun Baru Islam karena apem adalah sebuah sesaji yang selalu lekat dengan segala macam perayaan yang dilakukan masyarakat Jawa.

Sejak masa pra-Islam, sesaji berupa apem telah ada dalam berbagai bentuk ritual masyarakat. Kemudian Islam masuk ke Jawa, dan muncul perayaan Tahun Baru Islam, kebiasaan menyajian sesaji berupa apem tersebut tidak hilang dan tetap dilakukan.

“Hanya saja yang disembah bukan lagi roh, pepunden, penunggu tapi adalah Tuhan dengan sarana apem tadi,” terang Heri.

“Orang Jawa selalu mempunyai filosofi atau pengharapan. Apem ini adalah bentuk pengharapan. Tafsirnya beraneka ragam. Boleh dikatakan apem ini bagian dari simbol kebersamaan dan kesederhanaan,” lanjutnya.

Disebut sebagai simbol kesederhanaan karena apem dibuat dari bahan yang sederhana, serta pengolahannya pun sederhana. Kue apem sendiri dibuat tepung beras, gula, santan, dan tape singkong.

Lalu apem juga disebut dengan simbol kebersamaan karena bisa mengumpulkan banyak orang dalam perayaan tersebut.

Ratusan warga mengelilingi tumpeng besar berisi ribuan butir kue apem di alun-alun Jombang Jawa Timur, Jumat (3/5/2019) petang. Menyambut Ramadhan, Pemkab Jombang setiap tahun menggelar kegiatan gerebek apem, sebagai penanda dan pengingat datangnya bulan ramadhan.                     KOMPAS.com/MOH. SYAFII Ratusan warga mengelilingi tumpeng besar berisi ribuan butir kue apem di alun-alun Jombang Jawa Timur, Jumat (3/5/2019) petang. Menyambut Ramadhan, Pemkab Jombang setiap tahun menggelar kegiatan gerebek apem, sebagai penanda dan pengingat datangnya bulan ramadhan.

Penamaan apem dipengaruhi budaya India dan Arab

Penamaan kue apem di Nusantara konon dipengaruhi oleh dua kebudayaan besar yakni India dan Arab. Istilah ini merujuk pada kata ‘afuan, afwan, affan, atau afuwwun’ dalam bahasa Arab yang berarti maaf atau pengampunan.

“Dalam konteks ini, apem dipandang sebagai simbol permohonan ampun atas berbagai kesalahan. Orang Jawa menyederhanakan kata Arab ini dengan ‘apem’,” kata Travelling Chef Wira Hardiansyah ketika dihubungi Kompas.com, Rabu (19/8/2020).

“Tujuan penggunaannnya adalah agar masyarakat terdorong untuk selalu memohon ampun kepada Sang Pencipta,” lanjutnya.

Kue apem diyakini merupakan variasi dari kue Khamir di Arab yang biasa disantap untuk sarapan dan samilan sore hari.

Khamir berbentuk bundar, pipih, berwarna coklat, dan hampir menyerupai kue apem atau serabi tapi lebih besar dan bantet. Namun cara pembuatannya berbeda dari kue apem di Indonesia.

Kue apem yang jadi elemen penting dalam perayaan Tahun Baru Islam dijadikan simbol permohonan ampun kepada Tuhan atas perbuatan dosa setahun lalu.

“Sebelum kue Apem dibagi-bagikan selepas sholat jama’ah Maghrib ataupun Isya’, para jama’ah lantunkan kalimat-kalimat tayyibah – dalam hal ini adalah tahlil dan istighosah,” jelas Chef Wira.

“Dengan harapan supaya dalam menjalankan kedepanya merasa tenang dan berlapang dada, sebab Allah memaafkan segala dosa yang telah mereka perbuat,” pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com