Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pentingnya Fortifikasi Pangan, Cegah Penyakit hingga Perbaiki Ekonomi

KOMPAS.com - Setidaknya, ada tiga produk pangan wajib fortifikasi di Indonesia saat ini, yaitu garam, terigu, dan minyak goreng.

Fortifikasi merupakan penambahan zat gizi mikro pada bahan pangan untuk meningkatkan nutrisinya.

Ketiga bahan pangan tersebut difortifikasi dengan zat gizi berbeda dengan fokus kesehatan yang juga tidak sama.

Fortifikasi yodium dilakukan pada garam, berfokus pada masyarakat umum dan ibu hamil.

"Garam itu penting diforfikasi dengan yodium karena diperlukan oleh ibu hamil. Tujuannya agar janin bisa mendapat suplai yodium dan membantu pembentukan otak," kata Rozy Jafar, Deputy Country Director Nutrition International Indonesia.

Rozy menekankan bahwa fungsi yodium bukan hanya untuk mengatasi cebol dan penyakit gondok, seperti yang selama ini dipahami masyarakat Indonesia.

Nutrition International (NI) memfokuskan fortifikasi garam beryodium di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

"Targetnya akan menjadi general karena semua orang mengonsumsi garam," ujar Herrio Hattu, Country Director Nutrition International Indonesia dalam acara Small Group Media Interview: Fortifikasi Tepung Terigu di Jakarta, Selasa (27/6/2023)

  • 3 Jenis Bahan Pangan Fortifikasi, Ada Garam Beryodium untuk Ibu Hamil
  • Hari Pangan Sedunia 2022, Lakukan Ini untuk Cegah Limbah Makanan
  • 7 Cara Hemat Uang untuk Belanja Makanan, Hadapi Kenaikan Harga Pangan

Zat besi dalam terigu

Lain hal dengan garam, fortifikasi terigu dilakukan dengan penambahan zat besi. Program ini sudah dimulai sejak 1998 di Indonesia.

Fortifikasi terigu bertujuan menurunkan angka anemia di Indonesia. Jadi, targetnya menyeluruh pada masyarakat Indonesia, secara khusus untuk perempuan dan ibu hamil.

"Indonesia termasuk salah satu negara di Asia Tenggara, bahkan dunia, yang cukup awal melaksanakan fortifikasi terigu," kata Rozy Jafar, Deputy Country Director Nutrition International Indonesia.

Hanya ada lima produsen terigu besar di Indonesia pada 25 tahun silam. Kini, namanya bahkan masih eksis di pasaran.

Fortifikasi terigu dengan zat besi yang mudah diserap tubuh, akhirnya diwajibkan pada 2018, meski sempat ditangguhkan selama dua tahun akibat Covid-19.

NI menilai, fortifikasi bahan pangan akan berdampak pada kesehatan dan ekonomi Indonesi selama 10 tahun ke depan.

"Dari hasil studi ini untuk 2023, bila tidak adanya hal yang dilakukan untuk mengatasi anemia, kekuarangan zat besi, zinc, dan folat, diperkirakan kerugian 10 tahun ke depan sebesar 28.6 miliar dolar Amerika Serikat (AS)," jelas Surabhi Mittal, Economist, Nutrition International Asia.

Studi yang sama juga dilakukan untuk memperkirakan dampak kesehatan dan produktivitas dari fortifikasi bahan pangan, khususnya terigu.

Surabhi menyampaikan, kekurangan zat besi di Indonesia memberikan dampak yang sangat berat karena mencakup 87 persen dari konsekuensi ekonomi yang dihadapi.

Semakin tingginya konsumsi terigu, fortifikasi diharapkan meningkatkan manfaat bagi masyarakat Indonesia pada 2032.

"Total benefit selama 10 tahun ke depan adalah 2.651 dolar AS dengan total biaya 181 dolar AS," kata Surabhi.

Pemaparan studi tersebut menjelaskan, ada kaitan kuat antara kesehatan dan ekonomi yang bisa diatasi melalui fortifikasi pangan terigu.

Mengingat bahwa perhitungan ini dilandaskan pada berkurangnya tingkat kematian dan meningkatnya produktivitas masyarakat Indonesia.

  • Hadapi Krisis Ketahanan Pangan, Bappenas Ajak Masyarakat Tanam Hidroponik
  • Aksata Pangan, Food Bank di Medan yang Selamatkan 32 Ton Makanan
  • Makanan Berbasis Nabati untuk Pemenuhan Pangan Dunia

https://www.kompas.com/food/read/2023/07/05/093600675/pentingnya-fortifikasi-pangan-cegah-penyakit-hingga-perbaiki-ekonomi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke