Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Bangkitnya Songkol, Makanan Khas Manggarai yang Sempat Dilupakan

LABUAN BAJO, KOMPAS.com- Masyarakat Manggarai Barat punya makanan tradisional berbahan tepung singkong bernama songkol.

Songkol mulai diperkenalkan kepada wisatawan mancanegara dan nusantara, seiring Manggarai Barat ditetapkan sebagai kawasan pariwisata super premium. 

Boe Berkelana, masyarakat Manggarai Barat sekaligus pemandu di Manggarai Barat menjelaskan, sebelum mengenal beras orang-orang Manggarai Raya (Manggarai, Manggarai Barat dan Timur) hanya makan jagung dan umbi-umbian.

Masyarakat Manggarai mengolah jagung atau latung dalam bahasa setempat menjadi beberapa jenis makanan.

Sebut saja lenco, rebok, wesang, luwuk, latung cero, latung tuk, latung bombo, dan lainnya.

Sementara singkong diolah menjadi lemet, songkol, sobol, jojong, dan lain-lain.

Namun, seiring perkembangan zaman beberapa makanan tersebut sudah jarang ditemui dalam keseharian masyarakat.

Sebab masyarakat lokal lebih memilih beras sebagai makanan pokok ketimbang umbi-umbian.

Beberapa di antaranya memang masih bisa dinikmati, khususnya wilayah pelosok. Namun, songkol salah satu makanan tradisional Manggarai yang hampir dilupakan.

Songkol di Manggarai Barat, boleh jadi penyebutannya berbeda untuk Manggarai Tengah dan Timur, makanan ini dibuat dari tepung singkong kering (tete kilu).


Tepung singkong kering dimasak menggunakan periuk dari tanah liat (lewing tanah) dan bambu (tobong).

Potongan bambu yang telah berisi tepung singkong diletakkan di mulut periuk. Uap air panas dari periuk tanah masuk ke lubang-lubang kecil di dasar bambu.

Beberapa wilayah pelosok Manggarai Barat, mengganti bambu dengan anyaman tikar berbentuk kerucut yang seukuran dengan mulut periuk tanah.

Tak mudah mendapati songkol di Labuan Bajo, pun wilayah Manggarai Barat secara umum.

"Dulu biasanya makan songkol dengan ikan. Ikan kering (nakeng dango) bakar. Ikan-ikan dibeli di Amba Warloka (pasar warloka kini)", lanjut Berkelana sebagaimana kisah yang diterimanya dari seorang Ibu di Kampung Melo, Desa Melo, Kecamatan Mbeliling.


Berkelana menjelaskan, sejak dulu memang, orang-orang Manggarai tinggal di gunung-gunung. Mereka membuka ladang, berkebun dari bukit ke bukit. Hidup dari apa yang ditumbuhkan tanah.

Satu-satunya pasar rakyat yang ada di Manggarai Barat kala itu adalah Amba Warloka (pasar Warloka) di pesisir selatan Labuan Bajo.

Orang-orang dari wilayah Mbeliling dan Sano Nggoang membeli ikan, garam, dan kebutuhan lainnya di pasar ini.

Mereka berjalan kaki berpuluhan kilo meter. Amba Warloka adalah tempat berjumpanya orang-orang dari gunung dan orang-orang dari laut, khususnya orang-orang yang mendiami Pulau Rinca (Kampung Kerora dan Kampung Rinca).

Hingga kini, Amba Warloka masih bertahan dan praktik barter antar penjual dan pembeli masih dilakukan.

Kesadaran akan pelestarian makanan tradisional dan penghargaan akan pengetahuan loka; menjadi motivasi beberapa pihak untuk memulai langkah kecil.

Mereka menjadikan songkol sebagai makanan lokal yang enak dan membanggakan dengan improvisasi pada tata cara penyajian.

"Mai ga, hang Songko, mari sesama saudara dan saudari, biasakan diri makan songkol dan sobol," itulah kalimat ajakan bagi muda-mudi untuk mau kembali menyantap singkong dan umbi0umbian. 

https://www.kompas.com/food/read/2020/11/10/220200275/bangkitnya-songkol-makanan-khas-manggarai-yang-sempat-dilupakan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke