Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Odemus Bei Witono
Direktur Perkumpulan Strada

Odemus Bei Witono, Direktur Perkumpulan Strada, Mahasiswa Doktoral Filsafat STF Driyarkara Jakarta

Kontroversi Penghapusan Pramuka sebagai Ekstrakurikuler Wajib

Kompas.com - 03/04/2024, 05:56 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KEPUTUSAN yang baru saja diambil oleh pemerintah untuk menghapus Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib di sekolah-sekolah menjadi topik yang sangat kontroversial dan menimbulkan gelombang kritik tajam.

Pramuka tidak hanya dianggap sebagai sekadar kegiatan tambahan di sekolah, melainkan sebagai ikon yang memiliki peran vital dalam pembentukan karakter siswa.

Keputusan ini bukan hanya mencuri perhatian para praktisi pendidikan, tetapi juga menjadi sorotan utama bagi para pemerhati pendidikan, akademisi, dan masyarakat secara luas.

Pramuka selama ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya sekolah di Indonesia. Hal ini bukan hanya karena kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam Pramuka seperti baris-berbaris, kemah, atau permainan yang melatih ketangguhan fisik, tetapi juga karena nilai-nilai yang ditanamkan dalam setiap kegiatan tersebut.

Pramuka telah dikenal sebagai wadah efektif untuk mengembangkan kepemimpinan, kemandirian, kerja sama tim, dan nilai-nilai moral yang penting bagi perkembangan siswa.

Oleh karena itu, keputusan menghapusnya sebagai ekstrakurikuler wajib bukanlah sesuatu yang bisa diabaikan begitu saja. Hal ini berpotensi merusak proses pembentukan karakter siswa yang telah dibangun selama ini, yang sudah berlangsung.

Menurut Direktur Eksekutif Pusat Kajian Kebijakan Pendidikan (Puskapdik) Satibi Satori (Kompas.tv,1/4/2024), Pramuka bukan sekadar kegiatan ekstrakurikuler biasa, melainkan budaya positif yang telah membentuk karakter siswa dalam hal kepemimpinan dan kemandirian.

"Kami sangat menyayangkan Pemendikbud No 12 Tahun 2024 ini. Pramuka telah membentuk peserta didik dalam hal kepemimpinan dan kemandirian siswa," ujarnya dengan penuh kepedihan.

Pernyataan Satibi tersebut mencerminkan kekhawatiran mendalam akan dampak dari kebijakan yang diambil oleh pemerintah.

Dia menegaskan bahwa penghapusan Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib dapat mengurangi kesempatan siswa untuk mengembangkan keterampilan kepemimpinan dan kemandirian yang sangat penting.

Dengan demikian, kebijakan tersebut dinilai tidak hanya merugikan siswa secara langsung, tetapi juga mengancam keberlangsungan pembentukan karakter yang menjadi fokus utama pendidikan di Indonesia.

Penghapusan Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib dipandang sebagai langkah mundur dalam pendidikan karakter siswa.

Keterampilan sosial, kepemimpinan, dan kerja tim merupakan aspek penting yang tidak hanya diperlukan dalam dunia pendidikan, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari dan di masa depan.

Dengan menghapuskan Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib, hal ini dapat mengurangi kesempatan siswa untuk mengembangkan aspek-aspek tersebut secara holistik.

Pramuka telah terbukti sebagai sarana efektif dalam membentuk kepribadian siswa melalui berbagai kegiatan seperti kemah, latihan baris-berbaris, dan permainan kelompok.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com