Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kontroversi Penghapusan Pramuka sebagai Ekstrakurikuler Wajib

Pramuka tidak hanya dianggap sebagai sekadar kegiatan tambahan di sekolah, melainkan sebagai ikon yang memiliki peran vital dalam pembentukan karakter siswa.

Keputusan ini bukan hanya mencuri perhatian para praktisi pendidikan, tetapi juga menjadi sorotan utama bagi para pemerhati pendidikan, akademisi, dan masyarakat secara luas.

Pramuka selama ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya sekolah di Indonesia. Hal ini bukan hanya karena kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam Pramuka seperti baris-berbaris, kemah, atau permainan yang melatih ketangguhan fisik, tetapi juga karena nilai-nilai yang ditanamkan dalam setiap kegiatan tersebut.

Pramuka telah dikenal sebagai wadah efektif untuk mengembangkan kepemimpinan, kemandirian, kerja sama tim, dan nilai-nilai moral yang penting bagi perkembangan siswa.

Oleh karena itu, keputusan menghapusnya sebagai ekstrakurikuler wajib bukanlah sesuatu yang bisa diabaikan begitu saja. Hal ini berpotensi merusak proses pembentukan karakter siswa yang telah dibangun selama ini, yang sudah berlangsung.

Menurut Direktur Eksekutif Pusat Kajian Kebijakan Pendidikan (Puskapdik) Satibi Satori (Kompas.tv,1/4/2024), Pramuka bukan sekadar kegiatan ekstrakurikuler biasa, melainkan budaya positif yang telah membentuk karakter siswa dalam hal kepemimpinan dan kemandirian.

"Kami sangat menyayangkan Pemendikbud No 12 Tahun 2024 ini. Pramuka telah membentuk peserta didik dalam hal kepemimpinan dan kemandirian siswa," ujarnya dengan penuh kepedihan.

Pernyataan Satibi tersebut mencerminkan kekhawatiran mendalam akan dampak dari kebijakan yang diambil oleh pemerintah.

Dia menegaskan bahwa penghapusan Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib dapat mengurangi kesempatan siswa untuk mengembangkan keterampilan kepemimpinan dan kemandirian yang sangat penting.

Dengan demikian, kebijakan tersebut dinilai tidak hanya merugikan siswa secara langsung, tetapi juga mengancam keberlangsungan pembentukan karakter yang menjadi fokus utama pendidikan di Indonesia.

Penghapusan Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib dipandang sebagai langkah mundur dalam pendidikan karakter siswa.

Keterampilan sosial, kepemimpinan, dan kerja tim merupakan aspek penting yang tidak hanya diperlukan dalam dunia pendidikan, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari dan di masa depan.

Dengan menghapuskan Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib, hal ini dapat mengurangi kesempatan siswa untuk mengembangkan aspek-aspek tersebut secara holistik.

Pramuka telah terbukti sebagai sarana efektif dalam membentuk kepribadian siswa melalui berbagai kegiatan seperti kemah, latihan baris-berbaris, dan permainan kelompok.

Keputusan ini dapat berdampak pada kurangnya pengalaman langsung siswa dalam situasi kehidupan nyata, yang dapat mempersiapkan mereka untuk tantangan di masa depan.

Untuk mengatasi dampak negatif dari penghapusan Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib, solusi konstruktif dapat diterapkan. Salah satunya adalah menjadikan Pramuka tetap sebagai ekstrakurikuler wajib untuk tingkat SD dan SMP.

Langkah demikian akan memastikan bahwa setiap siswa memiliki kesempatan sama untuk mengembangkan keterampilan sosial, kepemimpinan, dan kerja tim sejak usia dini.

Sementara itu, di tingkat SMA/SMK, Pramuka dapat menjadi pilihan bagi para murid, memberikan mereka fleksibilitas untuk mengeksplorasi minat dan bakat mereka yang beragam.

Dengan demikian, pendekatan ini tidak hanya mempertahankan nilai-nilai positif dari Pramuka dalam pembentukan karakter siswa, tetapi juga memberikan ruang bagi perkembangan yang lebih luas dan inklusif dalam pendidikan di Indonesia.

Selama ini, Pramuka telah menjadi bagian integral dari proses pendidikan di Indonesia yang sangat diterima oleh masyarakat luas selama bertahun-tahun.

Kehadirannya tidak hanya memperkaya pengalaman pendidikan siswa, tetapi juga membantu dalam pembentukan karakter mereka.

Oleh karena itu, pemerintah seharusnya mempertimbangkan dukungan terhadap kebijakan yang menjadikan Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib di tingkat dasar dan menengah.

Langkah ini tidak hanya akan memastikan kesinambungan nilai-nilai positif yang telah dimiliki Pramuka, tetapi juga memberikan kesempatan yang sama bagi semua siswa untuk mengakses pengalaman berharga dalam ke-Pramuka-an.

Di sisi lain, memberikan fleksibilitas bagi tingkat SMA/SMK untuk memilih Pramuka sebagai opsi ekstrakurikuler akan memungkinkan adanya variasi dalam pilihan kegiatan sesuai dengan minat dan bakat individu siswa.

Tidak diragukan lagi bahwa kebijakan pendidikan memiliki dampak jangka panjang yang signifikan terhadap masa depan bangsa.

Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk mendengarkan kritik-kritik konstruktif yang disampaikan oleh para pakar, praktisi, dan pemerhati pendidikan.

Dengan mendengarkan berbagai sudut pandang, pemerintah dapat merancang kebijakan lebih inklusif dan berkualitas, yang mampu membawa dampak positif bagi pendidikan Indonesia secara keseluruhan.

Partisipasi masyarakat dalam memberikan masukan dan kritik merupakan salah satu bentuk nyata dari keterlibatan dalam proses demokrasi, dan pemerintah seharusnya membuka diri untuk menerima dan mempertimbangkan setiap suara yang membangun.

Kritik terhadap kebijakan pemerintah, seperti dalam hal penghapusan Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib, adalah bagian yang tak terpisahkan dari proses demokrasi yang sehat.

Kajian ini dan suara kritik yang dibawanya menjadi representasi dari beragam pandangan dan keprihatinan masyarakat terhadap masa depan pendidikan di Indonesia.

Semoga kritik ini dapat didengar oleh pemerintah sebagai panggilan untuk merefleksikan kembali kebijakan yang diambil, demi kemajuan karakter bangsa melalui kegiatan ekstrakurikuler Pramuka yang telah terbukti bermanfaat.

https://www.kompas.com/edu/read/2024/04/03/055649171/kontroversi-penghapusan-pramuka-sebagai-ekstrakurikuler-wajib

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke