Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fenomena Bukber Jadi Ajang Pamer, Dosen UMM Berikan Pendapatnya

Kompas.com - 19/03/2024, 16:44 WIB
Mahar Prastiwi

Penulis

KOMPAS.com - Selama bulan Ramadhan, tentu kamu pernah mendapatkan undangan bukber atau buka bersama bersama teman satu circle hingga rekan kerja.

Tradisi bukber ini sudah menjadi sebuah tradisi bahkan menjadi ajang reuni dengan kawan lama.

Namun saat bukber, tak jarang justru menjadi ajang memamerkan diri kepada kawan-kawannya yang lain.

Fenomena bukber menjadi ajang pamer ini menarik perhatian dosen Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Awan Setia Dharmawan, S.Sos., M.Si.

"Orang bukber itu membawa kepentingan yang berbeda. Ada yang murni ingin menjalin silaturahmi atau justru show off dengan menampilkan apa yang dipunya. Ini merupakan salah satu bentuk ekspresi diri selama masih dalam batas yang wajar," terang Awan seperti dikutip dari laman UMM, Selasa (19/3/2024).

Baca juga: Agar Badan Tidak Lemas Saat Puasa, Dosen Unesa Sarankan Hal Ini

Sebagai ajang pembuktian

Menurutnya, terdapat beberapa alasan mengapa orang menjadikan bukber sebagai ajang pamer. Salah satunya adalah sebagai upaya balas dendam dari pengalaman masa lalu.

"Mungkin dulu sempat di-bully dan sekarang ingin membuktikannya. Tapi, ini secara tidak langsung atau eksplisit," papar awan.

Selain itu, momen berkumpul dalam bukber seringkali dijadikan platform untuk menegaskan siapa diri seseorang di hadapan orang lain.

Ini sejalan dengan konsep personal branding yang bertujuan untuk mengendalikan atau mempengaruhi bagaimana citra diri seseorang dilihat oleh orang lain.

Dalam perspektif sosiologis, lanjut Awan, fenomena pamer dalam bukber dapat dipahami sebagai bagian dari teori hyper consumption.

Di mana masyarakat cenderung mengonsumsi barang lebih dari kebutuhan untuk mengekspresikan identitas dan status sosialnya.

Baca juga: Dosen UM Surabaya Jelaskan Cara Menjaga Jantung Tetap Sehat Saat Puasa

Tampil menarik di medsos

Dia menambahkan, fenomena ini semakin dipicu dengan kebutuhan untuk berfoto dan mengunggahnya di media sosial.

Ini memunculkan tekanan untuk tampil menarik dalam setiap kesempatan.

Bahkan, jika itu berarti harus mengeluarkan uang untuk membeli barang-barang baru atau mempersiapkan bukber dengan segala kemewahan.

Ironisnya, hal tersebut dapat memunculkan rasa iri di kalangan individu tertentu karena merasa terpinggirkan atau tidak mampu mengikuti gaya hidup yang lainnya.

Namun, yang lebih penting adalah bagaimana individu dapat mengelola emosinya di tengah tekanan sosial tersebut.

"Bahkan, kadang ada pertanyaan yang lebih personal, seperti ‘Kapan lulus? Penghasilanmu berapa? Kerja di mana?’. Pertanyaan itu efeknya bisa mengerikan. Seperti halnya menutup komunikasi kembali atau justru bunuh diri," imbuh Awan.

Baca juga: Tips Jaga Kesehatan Tubuh Selama Puasa ala Pakar Unair

Awan berharap, jangan sampai momen yang seharusnya penuh kebersamaan dan keberkahan saat bukber justru berubah menjadi ajang pamer dan persaingan.

"Kurangi perilaku pamer, karena tidak semua orang memiliki kemampuan yang sama. Show off lah pada circle-mu yang imbang," tutup Awan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com