Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Pasutri Dikukuhkan Jadi Guru Besar UMM, Sang Istri Wafat Lebih Dulu

Kompas.com - 11/03/2024, 15:45 WIB
Sandra Desi Caesaria,
Mahar Prastiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Suasana sedih sangat terasa saat pasangan suami istri atau pasutri dikukuhkan jadi guru besar di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).

Seharusnya pada Sabtu (9/3/2024) ini pasutri Prof. Dr. Ir. Aris Winaya, M.M., M.Si., IPU, ASEAN Eng. dan Prof. Dr. Ir. Maftuchah, M.P bisa mengikuti pengukuhan menjadi guru besar bersama. 

Hanya saja, sang istri justru meninggal dunia terlebih dahulu beberapa minggu sebelum acara pengukuhan karena sakit. Sehingga suaminya, Prof. Aris dikukuhkan menjadi guru besar sembari membawa foto mendiang istrinya.

Prof. Aris Winaya dan mendiang Prof. Maftuchah, keduanya sama-sama mengabdi di Fakultas Pertanian dan Peternakan (FPP) UMM. Mereka memiliki fokus penelitian yang menarik di bidangnya.

Baca juga: Sosok Lettu Jeki, Anggota TNI Lulusan Terbaik S3 di UB dengan IPK 3,81

Aris yang juga Dekan FPP UMM tersebut nampak duduk bersama foto istrinya di sebelahnya. Sang istri dianugerahi sebagai guru besar anumerta UMM.

Ternyata sebelum meninggal, Maftuchah sempat menulis orasi atau paparan atas karya ilmiahnya.

Orasi ini tak dibacakan oleh suaminya. Tetapi berkat teknologi AI, Maftuchah juga "dihadirkan" dan orasinya tersampaikan di hadapan para tamu.

Prof. Aris dengan menahan haru, menyampaikan rasa terimakasihnya kepada sang istri, almarhumah Prof. Maftuchah, yang dinilai telah membersamai dalam menggapai gelarnya ini.

“Maunya kami kan menjadi pasangan guru besar yang dikukuhkan bersama. Tapi ternyata takdir berkehendak lain. Tapi intinya ini bagian dari penghargaan kepada istri saya karena sudah melampaui jenjang tertinggi untuk kariernya sebagai dosen. Saya juga sangat berterimakasih kepada UMM karena menghargai apa yang sudah dicapai oleh dosen-dosennya,” ungkap Prof Aris.

Suami istri yang pernah menanti buah hati selama 9 tahun

Saat di depan podium, Aris menceritakan kisahnya pada tahun 1994, saat ia dan istri menikah. Setelah menikah, mereka diuji belum bisa memiliki momongan dan harus menanti selama sembilan tahun.

Aris juga menceritakan perjuangan Maftuchah yang harus menyelesaiikan studi di Bogor saat masih hamil. Serta upaya Aris bolak balik Malang-Bogor untuk menemani sang istri sembari menjalankan tugas sebagai dosen di UMM.

Baca juga: 2 Mahasiswa UB Meninggal Dunia, Orangtua dan Sahabat Wakili Wisuda

Sementara, Aris juga menjelaskan mengenai orasi ilmiahnya. Yaitu aplikasi teknologi DNA dalam penguatan strategi konservasi sumber daya genetik ternak di Indonesia.

Ia melanjutkan bahwa beberapa negara yang telah berkomitmen untuk mempertahankan potensi genetik ternak lokal akan terus mengamati tren perkembangan bidang peternakan.

Di sisi lain, teknik genetika molekuler diperkirakan akan memiliki dampak yang cukup besar di masa depan. Misalnya tes berbasis DNA untuk gen yang mempengaruhi sifat kualitatif yang sulit diukur saat ini, seperti kualitas daging atau ketahanan terhadap penyakit.

“Hal Ini juga akan membuka jalan menuju kemungkinan kemajuan dalam evolusi biologi, pemuliaan hewan dan hewan model untuk penyakit manusia. Misalnya saja, seleksi genomik yang seharusnya bisa meningkatkan dua kali lipat keuntungan genetik dalam industri susu. Meski begitu, ada tantangan tersendiri. Seperti terjadinya revolusi dalam bidang pemuliaan ternak sebagai alat dan teknik yang berbeda dengan pemuliaan konvensional selama ini,” katanya di depan podium. 

Terkait ternak Indonesia, Aris yakin bahwa studi tentang keragaman breed sapi lokal Indonesia berbasis DNA akan mencerminkan variasi genetik mereka dari sisi esensi.

Apalagi, saat ini sumber daya genetik sapi-sapi asli Indonesia semakin menurun tajam. Maka studi tentang keragaman breed sapi asli Indonesia semakin penting.

“Konservasi keanekaragaman genetik ternak lokal harusnya sudah menjadi program yang wajib diimplementasikan,” tegasnya.

Di sisi lain, orasi ilmiah yang sudah disusun Maftuchah juga berhasil tersampaikan melalui teknologi AI.

Orasinya membahas mengenai pengembangan teknologi budidaya tanaman jarak pagar (jatropha curcas linn) untuk mendukung ketersediaan sumber bahan bakar biodiesel.

Tanaman jarak pagar memiliki sejarah panjang, terutama pemanfaatannya sebagai bahan bakar nabati. Saat penjajahan Jepang, biji dari buah tanaman jarak ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan bakar penerangan maupun minyak bakar.

“Namun, hingga saat ini pengembangan tanaman jarak pagar masih belum signifikan, bahkan cenderung tidak diutamakan, terutama terkait pemanfaatannya untuk sumber energi,” jelasnya.

Baca juga: Momen Istimewa FEB UMJ, Guru dan Murid Raih Gelar Guru Besar Bersamaan

Menurut orasinya, penanaman tanaman jarak pagar perlu diupayakan pada daerah-daerah marginal Jika ditanam pada lahan produktif, maka akan berkompetisi dengan tanaman pangan sehingga nilai ekonomisnya menjadi rendah dan petani tidak tertarik untuk budidaya tanaman jarak pagar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com